Share

Bab 5 - Berdebat.

Ibu Anitta terpaku di tempatnya, air mata yang tadinya bercucuran. Kini terhenti seolah tersumbat oleh krikil.

 

"Kanapa diam?" 

 

Kupamerkan senyum semanis madu, Ibu Anitta nampak gelagapan saat wajahku sedikit maju.

 

"Buktikan pengorbananmu ..." suaraku berbisik.

 

"Kurang ajar! Berani sekali kau menghina Ibuku!" sembur Anitta dengan wajah garang. Tangannya mengepal kuat hingga urat-uratnya keluar.

 

"Keterlaluan kamu, Fiona!" suara Mamih menggelegar. Mata Mamih hampir keluar seakan ingin menerkamku.

 

"Aku tidak menghina Ibumu, aku hanya mengabulkan ucapannya." pandanganku beralih pada wanita setengah baya, yang masih berlutut di kakiku.

 

Wajah Ibu Anitta nampak pias, keringat mulai membasahi keningnya. Pandangannya beralih pada Mamih, meminta pembelaan.

 

Ayo lah ... aku ingin melihat serendah apa harga dirimu.

 

"Cium! Akan aku restui hubungan anakmu." ucapku tegas.

 

Air mata yang mengering kini kembali membasahi pipinya. Entah air mata palsu atau bukan, yang jelas dia benar-benar aktris propesional. Sangat menjiwai perannya.

 

"Ayo lah, turunkan sedikit rasa malumu," ucapku dengan suara datar.

 

Setelah ini kamu dan anakmu akan menjadi orang kaya. Bukan begitu? Aku sangat hapal sekali isi kepala mereka.

 

Dengan tangan yang bergetar, Ibu Anitta mulai meraih kakiku.

 

"Cukup, Fi! Jangan karna kamu tidak memiliki Ibu. Kamu bisa se'enak nya merendahkan orang tua!" ucap Mamih, membuat hatiku mencelos.

 

Gigiku beradu tajam. Berani sekali dia berkata seperti itu.

 

Mataku langsung menyorot Mamih, yang memandangku dengan tatapan murka.

 

Dasar nenek tua, tidak tau diri. Sudah lupa rupanya. Tiap bulan dia merengek meminta tambahan jatah bulanan padaku.

 

"Justru, karna aku tidak punya Ibu. Aku ingin tau pengorbanan itu bukan hanya sebatas dongeng!" balasku sengit.

 

"Sudahlah, Fi ... ini semua sudah terjadi, Daniel harus bertanggung jawab." suara, Arina Kakak iparku terdengar bijak.

 

Aku mendelik kearahnya, dengan sorot mata menakutkan. Arina langsung menundukan kepala, menghindari tatapanku.

 

Rupanya semua orang ingin menyerangku disini.

 

"Daniel tidak seharus bertanggung jawab, karna dia selalu membayar jasa Anitta. Jika dia hamil itu resiko dia sendiri." ucapku berusaha tenang.

 

Aku tidak boleh terpancing emosi. Jika itu terjadi, mungkin rumah ini akan penuh dengan darah nantinya.

 

"Dia hanya pemuas laki-laki kesepian. Tidak lebih," ucapku menyudutkannya.

 

Anitta terperanjat mendengar ucapanku lalu beranjak dari kaki Mamih, berjalan ke arahku dengan nafas yang tersenggal. Tangannya terangkat tinggi ingin menyerangku. Namun, Mas Daniel menahannya.

 

"Dasar perempuan mandul!" teriak Anitta. "Itu tidak benar, Mam. A--aku ... aku tidak seperti yang dia tuduhkan. Itu semua fitnah!" jeritnya lantang, badannya meronta-ronta. Kedua tangannya berusaha meraihku.

 

"Aku mengenalmu, saat kau memakai seragam putih abu-abu. Kau tak segan melepas celana dalammu, demi uang yang menurutku hanya recehan." ucapku dengan senyum mengejek.

 

Mamih menatap Anitta dengan pandangan tak percaya, sementara Anitta wajahnya memerah. Antara menahan marah dan malu. Itupun kalau masih punya.

 

"Aku berani bersumpah ini anak, Mas Daniel." ucapnya meyakinkan sambil menggenggam tangan, Mamih.

 

"Yah ... siapa yang tahu?" aku mengangkat bahu.

 

Mamih nampak bergeming, kemudian tersenyum kaku menanggapi Anitta.

 

"Sudah ... jika Daniel tidak mau bertanggung jawab. Saya akan melaporkannya ke polisi," gertak Ibu Anitta sambil bangkit dari tempatnya.

 

"Kau perempuan sombong! Pantas saja, Tuhan tidak mau menitipkan bayi di dalam rahimmu." sambungnya dengan wajah garang.

 

Entah pergi kemana wajah melas dan menyedihkannya itu. Kubalas dengan tatapan datar, lalu tersenyum tipis. Dan mendekati wajah di depannya.

 

"Kau tidak layak berkomentar tentang hidupku. Urus saja anakmu yang menyedihkan itu!" ucapku penuh dengan tekanan. Mataku memandang Anitta dengan tatapan meremehkan.

 

"Lidya ... sepertinya menantumu tidak bisa di ajak bicara baik-baik," ucap Ibu Anitta.

 

"Aku tidak terima atas penghinaan ini. Jika, Daniel tidak mau menikahi Anitta, aku pastikan dia akan mendekam di jeruji besi." ancamnya pada Mamih.

 

Wajah Mamih gelagapan mendengar ancaman, Ibu Anitta. Dia menatapku dengan wajah sinis, seolah aku dalang dari semua ini.

 

"Jangan begitu, Laras. Aku akan menikahkan Anitta dengan Daniel, walau tanpa restu, Fiona." ucapnya dengan nada ketakutan, berusaha membujuk Ibu Anitta.

 

Dasar nenek tua. Di gertak begitu saja sudah melempem.

 

Tunggu ... mengapa mereka terlihat seperti sudah mengenal lama. Apa yang sebenarnya terjadi?

 

"Aku tidak mau, Mam!" sahut Mas Daniel.

 

"Aku sudah malas sama dia, aku hanya main-main. Itu saja," sambungnya lagi.

 

"Dasar anak bodoh! Kamu mau di penjara, hah!" mata Mamih mendelik mendengar ucapan anaknya.

 

"Jangan melawan, ini semua juga salahmu sendiri! Kau berani berbuat, harus berani bertanggung jawab!"  sambung Mamih dengan mata melotot, dan nafas tidak beraturan.

 

"Huhh ..." Mas Daniel menghembuskan nafas kasar. Jelas sekali wajahnya nampak frustasi.

 

"Fiona ... masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut," Papih yang tadi hanya diam, kini membuka suara. Matanya tertuju padaku.

 

"Kalau memang perempuan itu berbohong, Papih sendiri yang akan mengurus perceraian mereka," sambungnya lagi.

 

"Sudahlah ... kurasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi," ucapku muak seraya bangkit dari sofa.

 

"Urus masalahmu sendiri, aku tetap pada pendirianku." pandanganku beralih pada, Mas Daniel yang sedang memijit pelipisnya.

 

Aku segera melangkah, malas meladeni mereka semua. Aku masih ada urusan yang jauh lebih penting dari pada ini.

 

Mas Daniel ikut bangkit dari duduknya, dan mengikutiku.

 

"Daniel ... bawa serta, Anitta ke rumahmu." ucap Mami sebelum kaki sampai di depan pintu.

 

Aku membalikan badan, menelisik wajah mertuaku.

 

"Rumah siapa yang, Mamih maksud?" tanyaku dengan alis mengkerut.

 

"Rumah yang mana lagi," ucapnya dengan nada sinis.

 

"Kau jaga, Anitta baik-baik. Siapa tau dia memang sedang mengandung cucuku."

 

Ucapan Mamih seakan menusuk jantungku. Aku terdiam, mencoba menutupi debar di dalam dada.

 

Berbeda dengan Anitta. Kulihat dia tersenyum lebar mendengar ucapan mertuaku, tanpa malu dia memeluk mesra tubuh Mamih dan membisikan kalimat ditelinganya.

 

***Ofd.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Putri Liliana
semangat updatenya thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status