Pov Mamih.
Sunyi ... sepi.Tak ada gairah lagi di dalam rumah ini, yang tersisa hanya dingin dan ruang kosong kehampaan.Memandangi foto keluarga kecilku diatas nakas. Dulu, semua begitu bahagia dan sempurna.Air mata jatuh tak tertahan, kubiarkan bulir-bulir itu mengalir bebas hingga isak kecil keluar dari bibir ini.Hidup kadang sebrengs*k itu, dan aku dipaksa untuk menjalaninya."Dari mana saja, jam segini baru pulang?" tanyaku sambil menatap tajam kearah si bungsu.Dara menghentikan langkah, lalu menoleh malas kearahku."Main kerumah teman, Mih." jawabnya."Selarut ini?" cecarku."Iya maaf ..." jawabnya, lalu pergi menuju kamar begitu saja.Aku mendesah lelah, di usia yang sudah tak muda lagi seharusnya aku bisa bersantai dan menikmati masa tua. Tapi kenyataan sebaliknya.Dara ... anak manisku yang selalu menurut dan periang kini berubah 180 derajatHal yang paling membuat aku bahagia adalah melihat orang yang dicinta tersenyum manis, aku akan melakukan apapun demi membuatnya mengukir senyuman itu.Ingatanku tertuju disaat Fiona hampir kehilangan semangat dan tak berdaya, dimana dia berjuang menahan sakitnya melahirkan putra pertama kami. Wajah serta bibir pucatnya, membuat hatiku tersayat. Erangan serta rintihan sakitnya membuat hati teriris-iris.Jika bisa.. ingin sekali menggantikan rasa sakit itu.Fahri.. bayi mungil buah hati kami akhirnya lahir dengan selamat. Bibir pucat itu melengkung sempurna dengan tetesan bening yang mengalir dipipinya.Hari itu aku benar-benar bahagia, tidak pernah bisa terlupa bagaimana perjuangan istriku melengkapi kebahagiaan kami.Hmm.. Fiona. Sudah lima hari aku tak bertemu dengannya, rindu ini selalu menggebu untuknya. Tanpa sadar bibirku melengkung sendiri, mengingat tingkah konyolnya."Melamun apa Dok, senyum-senyum gitu," goda Eva yang baru saja mas
"Ya ... aku percaya," ucapnya kemudian setelah diam beberapa saat.Aku bernafas lega, lalu memeluknya dengan segenap jiwa dan ragaku."Kenapa sayang?" tanyaku saat melihat raut Fio yang masih terlihat gelisah.Fio menghela nafas, lalu menatap dengan lekat. "Aku hanya berfikir, jika dia bisa senekat itu. Dia pasti akan berbuat hal diluar dugaan dilain kesempatan," ucap Fiona."Dia bisa saja terus mendekati Mas Yas, aku jadi mengingat seseorang ..." sambung Fiona dengan wajah cemas."Awalnya menolak, tapi jika terus didekati dan digoda. Bukan hal mustahil, setan akan hadir diantara mereka.""Aku harus bagaimana?" tanyaku cemas. Aku tak ingin Fio berprasangka buruk tentangku. Terlebih, dia memiliki masalalu yang kelam, tentang perselingkuhan."Apa aku harus mengajukan pindah?" usulku."Pindah kemana?" tanya Fiona."Mas coba melamar dirumah sakit Permata Family, rumah sak
Kepalaku pusing seketika, aku menggigit guling, dengan mata yang terkatup rapat. Menahan gejolak yang siap meledak-ledak.Argh ... Fahri!!"Kamu kenapa Mas? Mukanya merah gitu?" Fiona menatap heran."Ga apa Fi, Fahri sudah?" tanyaku."Fahri kalau mimi lama Mas, sabar ya," jawabnya sambil tersenyum."Iya ..." sahutku lemas.Kehidupan setelah menikah dan mempunyai anak sungguh berbeda, jika dulu kapan saja kami bisa melakukannya. Saat ini harus bersabar, karna ada Fahri ditengah-tengah kami. Aku jadi berfikir, bagaimana nanti kalau anak kami banyak ya?Setelah memastikan Fahri benar-benar terlelap, kamipun melanjutkan adengan yang sempat tertunda. Tapi Fiona tidak agresif sehelumnya, seprtinya dia kehilangan selera."Kamu kenapa sayang?" tanyaku saat melihat wajah Fiona yang memerah dan bercucuran keringat."Sakit Mas ..." rintihnya. "Aku dapat sembilan jahitan, rasanya
Mataku menatap datar gambar seorang laki-laki bertubuh atletis, dengan seorang wanita cantik disampingnya. Desir amarah mulai tersulut saat aku melihat lembar demi lembar gambar dengan berbagai pose menjijikan. Ah.. suamiku. Meski usiamu sudah memasuki kepala empat, kau memang masih terlihat gagah dengan wajah yang begitu rupawan. Sementara wanita disampingnya, terlihat masih muda berparas cantik dengan tubuh sexy menggairahkan. Sungguh pasangan yang sangat ideal, rasanya aku ingin mengabadikan mereka dalam peti dingin berdinding kaca. "Namanya Anitta, dia sudah bekerja selama dua tahun diperusahaan Tuan Mahesa," jelas Jordy. Pegawai sekaligus orang kepercayaanku. Menghela nafas berat, kuhempas lembaran gambar terkutuk itu diatas meja. Detak jantung kini bergenderang, tanganku mengepal kuat menahan amarah yang menggolak-golak didalam dada. Kepala sampai ujung kaki ini terasa dingin membeku, hanya hati yang panas sebab rasa cemburu yang membara
Matahari telah menjungjung tinggi, ada kehampaan disanubari saat mengedarkan pandang kesetiap sudut rumah. Anak-anak sudah pergi bersekolah, pun dengan Mas Mahesa yang sejak pagi sudah berangkat menuju kantor.Memandangi pantulan diri didepan cermin besar yang ada dilemari, tubuhku masih terjaga dan menarik dengan wajah putih bersih terawat tanpa celah. Usiaku dan Mas Mahesa terpaut lima tahun, dia lebih tua dariku. Banyak yang bilang, kami adalah pasangan serasi yang penuh dengan keharmonisan dan kebahagiaan.Setiap mengingat gambar menjijikan itu, hati ini selalu bergemuruh. Rasanya ingin kulahap habis, perempuan yang berani mengusik kebabagiaanku.{Menurut informasi, Anitta adalah perusak rumah tangga temannya sendiri. Dia bahkan pernah menjadi simpanan Om-Om dan pernah dipermalukan dimuka umum.}Pesan dari Jordy membuatku ternganga, itu berarti bukan hal baru dia memacari suami orang?Cih ... seleramu bahkan murahan sekali Mas, bekas siapa saja
Wajah Anitta merah padam menahan malu sekaligus amarah. Aku tersenyum manis, sesekali melirik kearah Mas Mahesa yang masih diam terpaku ditempatnya.Mungkin suamiku bingung, harus bagaimana. Mau membela disini banyak staffnya, Anitta beberapa kali menatap kearahnya. Sepertinya ingin mendapat pembelaan dari Mas Mahesa.Tiba-tiba aku terkekeh, sambil menutup mulut."Hanya bercanda, jangan terlalu diambil hati, mana mungkin seorang perempuan cantik seperti kamu mau jadi simpanan laki-laki yang sudah beristri," seruku sambil tersenyum lepas."I-iya Bu.." sahutnya.Anitta menghela nafas, dia ikut terkekeh melihatku yang masih menertawakan ucapanku sendiri."Sudah saya permisi dulu," suamiku bangkit dari duduknya. Aku melirik kearah Vani, dia seperti tidak suka melihat Anitta. Matanya terus saja menyorot Anitta dengan sinis. Sementara yang dilirik terlihat cuek, dan keluar dari ruangan."Van..""Eh.. iya Bu," Vani berjalan kearahku.
Mataku terpejam kuat, nafasku memburu setelah membaca sepenggal kalimat perempuan liar itu.Sekejur tubuhku menjadi panas, detak jantung berdetak dengan sangat ngilu. Kepala berdenyut-denyut, dengan fikiran buruk yang melayang kemana-mana.Ahh ... mengapa sakit sekali, tubuhku bahkan terasa lemas. Menarik nafas sedalam-dalamnya, lalu menghempasnya dengan pelan.Tenang ... aku harus tenang. Jangan sampai tanganku terangkat meraih bantal dan membekap wajah, Mas Mahesa. Dia tidak bisa menceraikan aku begitu saja, selama ini aku sudah mendampingi Mas Mahesa dalam suka maupun duka.Benar ucapan orang, di dalam pernikahan hal yang paling menakutkan adalah orang ketiga. Dan yang paling menyedihkan adalah pasangan yang tidak setia.Aku harus bertindak secepatnya, jika tak bisa disindir secara baik-baik. Aku akan menggunakan rencana B untuk menyadarkannya.Beringsut menuruni ranjang, aku berjalan keluar dari kamar. Waktu menunjukkan pukul 23:00, cuku
Bibirku terangkat sebelah, mataku menatap penuh amarah pada punggung belakang perempuan liar itu.Nikmati kejutan kecil dariku, Anitta. Semoga kali ini kau jera dan menjauh dari kehidupanku.Kaki terayun masuk kedalam ruangan, Mas Mahesa cukup terkejut melihat kedatanganku."Sibuk?" tanyaku."Ehm ... ya begitulah," jawabnya gugup. Seperti ada yang dia sembunyikan."Anitta ... aku kira, dia terlalu sering masuk kedalam ruanganmu." sindirku sambil menyilangkan kaki diatas sofa."Dia itu asistenku. Wajar jika sering masuk kesini," Mas Mahesa terlihat tidak suka dengan ucapanku."Begitukah?" suamiku mengangguk tak acuh."Apa tidak ada staf yang layak menjadi asistenmu selain Anitta? Aku rasa dia bukan perempuan dengan otak pintar," ucapku tenang, namun nada suaraku terdengar meremehkan."Kamu tidak tahu apa-apa. Menurut aku dia cukup baik pekerjaannya," tukas Mas Mahesa.