Keesokan paginya, Alex terbangun dengan perasaan luar biasa. Badannya terasa sangat sehat. Bahkan, ia sempat menyempatkan cardio dance workout selama 15 menit sebelum pergi ke kantor. Ia menatap refleksinya sendiri di cermin antik miliknya yang hari ini mengenangkan high neck tank top dengan high waist flair jeans bewarna hitam dengan strapless heels sandals yang menghiasi kakinya. Alex menata rambutnya dengan gaya sleek low bun. It’s summer. But make it cool, like a big boss hotshot.
Bergegas keluar setelah mencium Mochi, Alex memutuskan untuk menaiki tube hari ini. Langit hari ini sangat cerah di banding hari-hari biasanya. Kakinya berjalan menuju toko roti favoritnya yang tak jauh dari apartemen dan memesan bagel krim, keju, apel, dan madu. Setelah tiga tahun memakai heels, kakinya sudah terbiasa. Dulu waktu awal-awal kerja, ia memakai ankle boots atau sneakers. Tapi setelah menjadi
James berselonjor di sofa kamar hotelnya. Ia berhasil menuju ke pertandingan perempat final. Kembali ke Paris setelah kabur tanpa memberitahu tim kecuali coach membuatnya ia kehilangan kebebasan menggunakan ponselnya. Dengan kata lain, ia tidak bisa menghubungi Alexandra dalam dua hari ini. Ia kemudian mengingat kembali saat Alexandra menyambutnya dengan tampilan topless yang membuatnya speechless. Wajahnya memerah lagi. James masih mengingat jelas betapa mulus, perfectly round shape, dan bounceful aset yang dimiliki oleh pacarnya…. Bagus. Sekarang bagian tubuh bawahnya bereaksi lagi. Ia segera menghilangkan pikiran kotornya itu dan mengambil ponsel yang sudah menjadi miliknya lagi dan menekan nomor Alex.“Hey...” sapa suara wanita itu di sebrang telepon.“Hi, Jidat lebarku. Kau sedang sibuk?” James menyapanya lagi dengan nada ceria.“Hm tidak. Ini aku lagi tiduran saja.”&ldqu
Alex mengelap tetesan peluh keringat yang jatuh dari dahinya. City of Lights sangat lebih panas daripada yang ia ingat. Setelah mengecek jadwal yang di beri oleh asistennya, Alex mempunyai waktu untuk sneak out dan melihat pertandingan James secara langsung. Akhirnya, Mira menghubunginya agak malaman hari itu, “Everything looks alright. Tapi besok kau ada undangan dari ICY. London’s Menswear Fashion Week sudah kick off.” Jawab Mira di layar Ipadnya. “Ok. Apalagi jadwalku untuk acara itu?” “Oliver Spencer dan Phoebe English man, lusanya.” “Noted.” Alex mengetik jadwalnya di agendanya sendiri. “Ok, aku besok off dulu ya. Keep me posted kalau ada apa-apa.” “Ooo pasti deh urusan your baby. Alex’s got a lovesick.” Mira meledeknya dengan jahil. Alex menatap tajam dan hanya melambaikan tangannya dan mematikan video call.
Setelah menghadiri after match interview, James menuju ke ruang ganti. Ia meletakkan tas duvel-nya dan duduk di kursi panjang. James menghela nafas dan merentangkan kedua tangannya ke kedua sisi dan kepalanya menghadap ke atas menatap dinding ruang ganti itu. Sseseorang mengetuk pintu ruang ganti. Pelatih disusul oleh kedua sahabatnya Stefan dan Juan yang pada saat itu ikut menonton pertandingan James juga. “Boy, kau sudah berusaha keras.” Pelatih sekaligus ayahnya berusaha menyemangati anak didiknya itu. “Ya, kau baru saja comeback dan kau sudah berhasil masuk perempat final. Don’t be so hard on yourself.” Kali ini Juan yang berkokok. “Tidak gampang sampai ke tahap ini setelah sembuh dari cedera kaki. Give yourself a credit, bro.” Stefan menyentuh bahu James yang masih menatap ke atas dinding. “Thanks mates.” James mengucapkan terima kasih dan melihat para sahabat dan pelatihnya menyemangatinya la
Alex dikelilingi oleh tiga lelaki di bistro cozy yang terletak di Rue de la Cerisae. James mengenalkan Juan Xavier dan Stefan Zakharov yang dianggap sebagai kedua sahabat dekatnya. Keduanya juga merupakan atlet professional tenis. Mereka berdua melihat Alex seperti contoh spesimen menarik. Juan, si atlet Spanyol melihatnya dengan senyum menggodanya yang mengingatkan Alex dengan Chesire Cat, akan tetapi sepertinya laki-laki itu tak suka dengan dirinya karena ia telah merebut sahabatnya. Sementara itu, si serius orang Rusia dengan aksen lucu dan rambut pirang tapi ada bekas-bekas sisa habis di cat bewarna pink? Alex sedikit mengernyit. Melihat Alex dengan datar, tapi ada kilatan menarik di matanya untuk mengetahui watak dirinya.“So, Alex. Sudah berapa lama kau dengan James dating?” Juan dengan santai mendekat ke arah dirinya yang duduk di sebelah kirinya, membuat tatapan yang mungkin setiap wanita melihatnya akan pingsan dan mencoba menya
Fashion show ICY telah dimulai. Alex sudah duduk manis di front row[1]. Hanya selang dari beberapa tempat duduk darinya, dia melihat Nicholas Hoult dan Alex Pettyfer bersama pacarnya yang entah Alex tidak tahu namanya. Para model yang berseliwurean di catwalk memakai baju yang memakai warna-warna terang bold dan memiliki kesan punk. Campuran tabrak warna itu membuat koleksi brand mainly for menswear but they also made womenswear awal mulanya yang berfokus pada rajutan, yang sekarang menjadi brand sportwear terlihat lebih cheerfully aesthetic. Terlalu ramai di mata Alex, tapi secara overall masih bisa ditoleransi. Favorit Alex adalah denim from head to toe dan sweater rajutan dengan gambar Mickey Mouse dan Looney Tunes. The cutest!James Smith, direktur kreatif dari ICY datang menyambut Alex setelah acara fashion show-nya telah
Pagi ini James mendapat kabar dari timnya bahwa ia harus membintangi model untuk casual suit untuk brand yang menjadi salah satu endorsement-nya. Siang nanti, ia sudah harus standby di Greenfields jam 11. Hmm, lokasinya tidak jauh dari kantor Alexandra, mungkin nanti aku bisa makan siang bersamanya, batin James dengan senang. Setelah mengantar Alexandra pulang, ia menciumnya lagi sebelum pamit pulang ke rumahnya. James masih ingat rasa bibir berbentuk hati wanita dan rasanya dirinya langsung candu. Jika sudah bertemu bibir itu, sepertinya ia tak akan mau lepas selamanya. Oh Tuhan, sampai mati pun ia yakin ia tak bisa hidup tanpa bibir itu. James sudah tak sabar untuk mendapatkan jatahnya lagi setelah bertemu Alex nanti.Manajer a.k.a pelatihnya a.k.a ayahnya merangkap semua jobdesc penting dalam kehidupan James. Selain menjadi pelatih, ayahnya ini sempat belajar di Cambridge mengambil jurusan manajemen. Ayah
Sesuatu sedang menjilat tangan Alex yang sedang dalam tidur posisi tengkurap. Alex segera terbangun, melihat Mochi yang dari tadi menjilatnya sedang menatap master-nya dan segera menuju ke pintu depan. “Hmm, what’s wrong, Mo?” Anjingnya hanya menggongong terus. Lalu Alex mendengar ketukan pintu. Siapa sih yang menganggu mimpiku dengan Robert Pattinson? Alex berdecak dengan kesal. Ia merapikan rambutnya dan memakai jubah tidur. “In a minute.” Teriak Alex ke si pengetuk pintu. Ia merapikan penampilannya sekenanya, meminum air dan segera menuju membuka pintu depan. “Yes?” Setelah ia melihat wajah laki-laki yang sangat di kenalnya, ia langsung memasang tampang tak suka. “What are you doing here?” desis Alex menatapnya dengan tajam. Terakhir bertemu, entahlah pokoknya mereka sudah lama tak tidak bertemu sejak pertengkaran tolol itu. Alhasil, dia juga kesal dan kerjanya juga jadi berantakan. Untungnya, ia masih bisa fo
"Hello there, darling.” James mengangkat Mochi ke pelukannya, anjing itu mengonggong senang, “You miss me?” Mochi menjawab guk guk, tapi James yakin anjing kecil itu dengan senang menggoyang-goyangkan ekornya dua kali lipat lebih semangat saat dirinya datang. “I miss you too. Your mum akhir-akhir ini bagaimana? Apakah dia cranky seperti aku juga?” James mencium kepala Mochi dengan sepenuh hati. Mood James saat pertengkarannya dengan Alex sangat uring-uringan. Saat latihan dia lebih cranky daripada wanita sedang menstruasi. Kadang ia sampai melempar raketnya dan mengomel dengan berbagai macam umpatan karena latihannya tidak berjalan dengan lancar. Timnya sampai kaget karena James baru pertama kali seperti ini. Sekalipun ia kesal, ia tidak akan pernah melempar raket tenisnya dengan sembarangan. “Boy, ada apa dengan-mu? Kau sedang ada masalah?” “Hah? Oh tidak, Dad.” “Kau yakin?” Ayahnya menata