Share

Kekasihku Anak Mantan Istriku
Kekasihku Anak Mantan Istriku
Penulis: Jannah Zein

Permintaan Airin

Bab 1

Lelaki ini semakin menggila. Dia terus menghentak dengan semangat, menaik-turunkan tubuhnya di atas tubuh wanita yang berada dalam kungkungannya itu. Sepasang mata yang berselubung kabut gairah tak lagi awas dengan perubahan wajah sang wanita yang perlahan mulai memucat.

Airin berusaha keras untuk tetap berada di dalam kesadaran, meskipun kondisi tubuhnya semakin melemah. Dia tak bisa berbuat banyak untuk mengimbangi permainan sang suami yang begitu perkasa.

Perempuan itu menggigit bibirnya menahan sakit di bagian inti yang terus-menerus menerima hunjaman dari sang lelaki. Lelaki yang paling dicintainya di dunia ini, Regan Abbasy Ghaisan.

Gerakan Regan semakin lama semakin cepat, pertanda lelaki itu sudah hampir menuju puncak. Pendakian yang bagi Airin sungguh melelahkan. Airin sudah sangat lelah. Padahal durasi permainan ini tidak terlalu lama.

Setibanya di puncak, Regan memekik keras, menyisakan getaran hebat di tubuh istrinya.

Regan yang terlihat puas segera turun dari tubuh istrinya dan berguling ke sisinya. Dia menghela nafas saat merasakan tubuhnya kembali normal, walaupun masih menyisakan sisa-sisa gairah tersirat dari binar matanya.

"Sayang ..." Lelaki itu tersentak kaget saat baru menyadari perubahan di wajah sang istri.

"Kamu pucat sekali, Sayang. Kenapa denganmu? Kamu lagi sakit?" Regan menangkup wajah istrinya.

Airin menggeleng lemah sembari berusaha menggerakkan tubuhnya,  tapi ia tidak kuasa. Tubuhnya lunglai, bahkan tulang-tulangnya serasa copot dari persendiannya.

"Aku hanya kelelahan, Sayang. Kamu begitu perkasa." Airin menyahut sembari menggerakkan tangannya yang lemah, membelai lembut pipi sang suami.

Regan menggeleng keras.

"Tidak, Sayang. Permainanku sama seperti yang dulu. Tak ada yang berubah, bahkan durasinya sekarang malah lebih pendek dari sebelumnya."

"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa kamu selalu kelelahan?" Regan bertanya menyelidik.

"Itu hal yang wajar, Sayang. Aku sudah tua. Bulan depan umurku genap empat puluh lima tahun." Airin kembali menyentuh pipi sang suami. Wajah yang sedikit kasar itu menyiratkan tanda tanya.

"Tak apa, Sayang. Beneran, aku hanya kelelahan," bohong Airin.

Dia tidak sampai hati memberitahukan penyakitnya kepada Regan. Regan sangat mencintainya dan dia tak ingin membuat laki-laki itu panik.

"Ada sesuatu yang kamu sembunyikan, Airin!" tegas laki-laki itu. Matanya nyalang menatap langit-langit kamar. "Matamu tak bisa berdusta, meskipun bibirmu bisa mengucapkannya."

Regan mengecup bibir Airin sesaat. Lelaki itu bermaksud akan membopong tubuh istrinya ke dalam kamar mandi, tetapi mendadak gerakannya terhenti saat matanya melihat bercak darah bercampur cairan cintanya menetes di sprei.

"Airin, apa ini?" tunjuk Regan.

Airin menatap bercak darah itu dengan senyumnya yang manis.

"Tidak apa-apa, Sayang. Ini hal biasa. Milikmu membuat milikku terasa penuh dan akhirnya mengeluarkan darah persis seperti seorang perawan," ujarnya.

"Nggak, nggak, nggak!" Lelaki itu mendadak gusar. "Jujurlah padaku, Sayang. Sebenarnya kamu ini kenapa? Apakah kamu sedang sakit? Besok kita ke dokter ya?"

Airin menggeleng. Selamanya dia tidak akan pernah mau pergi ke dokter jika bersama dengan suaminya. Itu sama saja dengan bunuh diri. Dia tak mau suaminya tahu penyakitnya ini. Hanya satu orang yang paling dia percayai menyimpan rahasia ini, yaitu Natalia, sahabat sekaligus asisten pribadinya.

"Gendong aku, Sayang. Aku ingin kita mandi bersama," pintanya manja

Permintaan Airin membuat Regan mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut. Airin tersenyum tipis saat tangan kekar suaminya bergerak dan membopongnya menuju kamar mandi.

Regan mulai membuka kran air, mencampur air panas dengan dingin, sehingga bathup terasa hangat. Dia menuangkan sedikit essence oil yang baik untuk kesehatan kulit. Seketika aroma harum nan menenangkan menguar di seluruh ruangan.

Setelah istrinya mulai berendam, laki-laki itu keluar dari kamar mandi. Dia melangkah menuju ranjang, menarik sprei dan menaruhnya di keranjang cucian kotor. Lantas dia mengambil sprei dari dalam lemari, lalu memasangnya dengan cekatan.

Tak lama kemudian, Airin keluar dari kamar mandi.  Tubuhnya sudah terasa lebih segar. Dia sudah bisa berjalan sendiri meskipun langkahnya tertatih-tatih menahan rasa sakit di bagian intinya.

Syukurlah, darah sialan itu tidak lagi keluar dari intinya setelah dia selesai mandi, sehingga dia merasa lebih tenang.

Sepasang matanya tertuju pada peraduan mereka yang sekarang sudah lebih rapi. Sprei yang sudah berganti dengan bantal bantal yang tersusun rapi. Airin hanya bisa tersenyum tipis.

Regan selalu begitu. Lelaki itu pecinta kerapian. Dia bahkan tak membiarkan secuil debu pun mengotori kamar ini. Tangannya selalu gatal jika melihat ada bagian yang kotor di kamar pribadi mereka. Meskipun pekerjaan Regan adalah CEO RVM group, sebuah perusahaan yang membawahi beberapa stasiun televisi swasta nasional di negeri ini, tapi lelaki itu memilih membersihkan sendiri kamarnya. Buat Regan, kamar tidur adalah privasinya. Selamanya dia tak akan menyuruh orang lain untuk mengerjakan hal itu.

Setelah berganti pakaian Airin kembali membaringkan tubuhnya di pembaringan. Sebuah kecupan mendarat di keningnya.

"Sayang, bicaralah padaku. Kenapa setiap kali kita bercinta, kamu selalu merasa sakit dan terlihat sangat lelah?" Sepasang mata itu menatap Airin dalam-dalam mencoba menyelami isi hati wanita yang belasan tahun menjadi istrinya itu.

Airin menghela nafas. Ternyata suaminya masih penasaran.

"Harus berapa kali aku katakan padamu, Regan. Aku ini sudah tua. Tenagaku sudah lemah. Mungkin aku sudah tidak lagi bisa melayanimu seperti biasa," tandas Airin mengelak.

Perempuan itu meraih tangan kokoh itu kemudian mengecupnya.

"Kamu masih muda, Sayang. Aku sudah tua. Aku sudah tidak kuat lagi melayani kamu seperti saat kita pertama menikah dulu," ujar Airin dengan lembut. Jari-jemarinya mengelus dada bidang, tempat ternyamannya selama ini.

"Tidak, Sayang. Kamu bukan tua, tetapi dewasa." Regan membantah. Dia merubah posisinya dengan duduk di pinggir ranjang.

"Aku sudah empat puluh lima tahun, Regan." Airin kembali mengingatkan.

Lelaki itu menggeleng. "Tidak, kamu masih sangat cantik dan seksi dan untuk itulah aku selalu bergairah denganmu."

"Aku selalu berpikir untuk mencarikan calon istri baru untukmu. Kasihan, kamu selalu tidak puas dengan pelayananku di pembaringan ...."

"Stop!" teriak Regan. "Jangan pernah mengungkit-ungkit soal itu. Aku mencintaimu apa adanya. Kamu berada di sampingku sudah lebih dari cukup. Soal seks, itu nomor dua."

"Tapi kita belum punya anak," isak Airin. "Menikahlah. Aku ingin melihatmu bahagia dan memiliki anak, darah dagingmu sendiri."

Laki-laki itu refleks berdiri. Dia mengepalkan tangan menunjuk ke wajah Airin, seolah tidak peduli dengan tetes bening merembes kian banyak dari sudut mata istrinya.

"Kamu jangan main-main, Sayang! Jaga ucapanmu. Ada atau tidaknya anak di antara kita, itu bukan persoalan bagiku. Kita sudah membahas ini sejak lama, kan?" Kali ini nada suaranya berubah menjadi lembut saat menyadari perubahan yang terjadi di wajah istrinya.

Wajah cantik itu kembali memucat. Airin tidak kuasa beradu tatap dengan suaminya yang mendadak berubah menjadi beringas.

"Aku serius, Sayang. Penuhilah permintaanku," lirihnya.

"Tapi aku juga serius, Airin. Jangan pernah ucapkan kata-kata itu lagi padaku. Aku hanya mencintaimu dan tak pernah berniat menduakanmu dengan siapapun, apalagi dengan putri angkat kita sendiri!" Rahangnya mengeras.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Ermi Ningrum
awal yg mencengangkan
goodnovel comment avatar
Mommy Bii
Regan sayang banget ya sama Airin ...
goodnovel comment avatar
Puput Arya Octavia
Menyimpan misteri nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status