Share

Tugas pertama

Bab 3

Gadis itu berdecak sebal. Dia benar-benar marah pada dirinya sendiri. Gara-gara tadi malam begadang nonton drakor untuk menghibur diri pasca sang mommy yang meminta dirinya menikah dengan daddy Regan, akhirnya ia justru terlambat bangun.

Gadis berumur dua puluh tahun itu mandi dengan terburu-buru, lantas mengenakan pakaian dan berdandan seadanya. Bahkan ia hanya mengikat rambutnya saja, memperlihatkan lehernya yang jenjang. Setelah itu menyambar tas dan ponsel.

Untung saja semua bahan kuliah hari ini sudah dia masukkan ke dalam tas, termasuk tugas yang diberikan oleh si dosen killer Bapak Pramono Atmaja, dosen berumur empat puluh lima tahun itu tidak pernah mentolerir siapapun yang terlambat datang dan lalai mengumpulkan tugas.

Salwa keluar dari kamarnya kemudian menutup pintu rapat-rapat, lantas menapaki anak tangga dan akhirnya sampai ke ruang makan.

"Pagi, Mom. Pagi, Dad." Dia menyapa dengan sedikit ragu.

Biasanya dia begitu riang jika bertemu dengan mommy dan daddynya, tetapi sekarang ia merasakan mommy dan daddynya menatapnya secara berbeda, tidak sama seperti sebelumnya.

"Selamat pagi, Salwa," balas Airin. "Duduk, Nak. Sarapan dulu."

"Pagi juga, Little Girl," sambung Regan.

"Daddy..." rengek Salwa. Dia berusaha menormalkan sikapnya. "Aku bukan little girl. Umurku sudah dua puluh tahun."

Sontak Airin tertawa.

"Iya, kamu sudah besar, Sayang. Daddy kamu aja yang menganggap kamu seperti anak kecil." Sudut matanya melirik tajam suaminya dan membuat laki-laki itu membeku.

Salwa menarik kursi kemudian duduk berhadapan dengan Mommy dan Daddynya. Dia mengambil roti lalu mengolesinya dengan selai lantas memakannya cepat-cepat.

"Makan pelan-pelan, Nak. Nanti tersedak, loh," tegur Airin memperhatikan kelakuan putrinya.

"Maaf, Mom, hari ini kuliah pagi dan aku hampir telat. Sebentar lagi masuk kuliah," Gadis itu menatap arlojinya dengan gelisah.

Bukan cuma gelisah lantaran dia sudah hampir telat masuk ke kampus, tetapi entah kenapa untuk sekarang Salwa merasa enggan bertemu muka apalagi berlama-lama dengan daddynya sendiri.

"Iya, tapi makanlah dengan benar," tegur Airin. Dia menyerahkan segelas susu untuk putrinya.

"Aku bukan gadis kecil lagi yang butuh susu, Mom," gerutu Salwa.

Sebenarnya dia sangat senang jika mommy dan daddynya sangat memanjakannya bagaikan anak kecil. Namun, percakapan tadi malam itu, ah .... Tanpa sadar Salwa memijat kepalanya.

"Tidak apa-apa, kamu memang gadis kecilnya, Daddy," sahut Regan menengahi.

"Daddy ...." rengek Salwa lagi-lagi bermaksud untuk protes. Namun, sedetik kemudian dia segera ingat satu hal.

"Aku berangkat duluan ya, Daddy, Mommy, takut telat. Salwa bangkit dari tempat duduknya, kemudian bergegas melangkah keluar.

Kedua orang tua angkatnya itu saling pandang sesaat setelah menatap sosok putrinya yang menghilang di balik pintu ruang makan.

"Tunggu apa lagi, sekarang antar Salwa ke kampus. Ini adalah tugas pertama untukmu," tegas Airin.

"Sayang..." Regan menatap wajah istrinya. Dia akan melancarkan protes, tapi suara istrinya seperti sebuah ultimatum.

"Tidak ada tapi-tapian, Sayang. Antarkan calon istrimu ke kampus."

"Calon istri?" Regan membelalak.

Airin menangkup tangan suaminya.

"Demi aku, Sayang. Antarkan Salwa ke kampus. Dekatilah gadis itu. Dia memang putrimu. Tetapi dia juga sekaligus calon istrimu."

Wajah Airin yang terlihat memelas membuat laki-laki berusia tiga puluh tujuh tahun itu hanya bisa menghela nafas, kemudian memutuskan untuk berdiri. Lagi-lagi dia harus mengalah.

"Baiklah, sekarang aku berangkat ya. Nanti setelah dari kampus, aku langsung ke kantor. Kalau Armand menghubungi, bilang kalau aku sudah jalan."

"Ya, pasti akan kulakukan." Senyum Airin teramat manis.

*****

Lelaki tampan itu berlari kecil sembari menjinjing tas kerjanya. Sesampainya di halaman, Regan mendapati gadis itu baru saja naik ke motor dan bersiap-siap untuk pergi.

"Biar Daddy yang antar kamu, Little Girl." Lelaki itu mendekat. Sebelah tangannya memberi isyarat kepada Salwa untuk turun dari motor dan mengikutinya menuju mobil.

Salwa berdecak sebal. Hari ini benar-benar penuh drama. Dia melirik arlojinya dengan hati gelisah.

"Daddy, kenapa antar Salwa? Aku mau naik motor saja, lebih cepat."

"Dijamin naik mobil pasti lebih cepat," bantah Regan tak mau kalah.

"Mana bisa, Daddy? Daddy seperti tidak tahu saja kemacetan ibu kota? Jalanan menuju kampus Salwa itu langganan macet!"

"Kalau kamu telat, nanti Daddy yang tanggung jawab."

Regan sudah tak mau lagi berdebat dengan putrinya. Laki-laki itu segera menghidupkan mesin dan sedetik kemudian mobil sudah bergerak meninggalkan halaman rumah mewah itu dan mulai membelah jalanan.

Gadis itu terdiam. Sungguh aneh kelakuan daddynya hari ini. Tumben, daddynya yang super sibuk itu meluangkan waktu mengantarnya ke kampus? Apakah ini ada kaitannya dengan tadi malam, percakapannya dengan mommy Airin?

Selama ini dia lebih dekat dengan Mommy Airinnya. Daddy Regan memang baik, tetapi nyaris tak ada waktu untuk mereka bersama. Lelaki itu pekerja keras dan dia sangat loyal terhadap perusahaan yang dirintisnya selama belasan tahun, sejak dia masih bujangan.

Lantas, apakah ini bentuk usaha daddy Regan untuk mendekatinya sebagai seorang laki-laki kepada perempuan? Apakah daddynya sudah menyetujui perjodohan ini? Membayangkan hal itu membuat tubuhnya bergidik.

Mobil terus meluncur dengan tenang dan seperti perkiraan Salwa, mereka pun terjebak macet. Gadis itu berkali-kali lirik arlojinya.

"Ya Tuhan ... fix, aku terlambat!" gerutu Salwa dalam hati. Dia melirik laki-laki itu yang tampak fokus menatap ke depan yang penuh dengan kendaraan bermotor.

"Tuh, kan apa kata Salwa tadi. Daddy keras kepala sih!" omel gadis itu. "Sekarang Salwa sudah telat nih."

"Iya, tapi kita harus tetap ke kampus." Tiba-tiba lelaki itu merasa bersalah. Diam-diam dia merutuki ulah Airin yang memaksanya untuk mengantar gadis itu. Tak sabar Regan memegang stirnya kuat-kuat.

"Daddy akan tanggung jawab. Kita akan tetap ke kampus dan menghadap kepada dosen kamu.  Siapa dosen kamu? tanya Regan.

"Pak Pramono Atmaja," jawabnya singkat

"Ohh..."  Bibir yang sedikit tebal dan seksi itu membentuk huruf O. "Nanti Daddy akan selesaikan masalah ini. Kamu tenang saja."

"Menyelesaikan masalah dengan uang Daddy?" ejek Salwa.

"Salwa nggak mau. Aku ingin kuliah secara fair," protes Salwa.

"Hari gini, mana ada urusan yang bisa diselesaikan tanpa mengeluarkan uang, Little Girl?" Lelaki itu hanya tersenyum melihat raut wajah Salwa yang cemberut.

Salwa terdiam membiarkan dirinya kembali menginjak pedal gas saat kemacetan mulai terurai. Dia kembali melirik arlojinya. Waktu menunjukkan lebih dari pukul delapan pagi. Gadis itu tersenyum kecut.

*****

Regan tersenyum puas saat dia berhasil menyelesaikan masalah Salwa.Ya, tentu saja dia bisa menyelesaikannya dengan mudah, karena dia memiliki uang.

Sekarang mereka tengah dalam perjalanan menuju kantor pusat RVM group. Perjalanan dari kampus ke kantor memakan waktu sekitar dua puluh menit.

"Gara-gara ulah Daddy, sekarang aku malah bolos kuliah." Gadis itu tak henti-hentinya mengomel.

"Tapi kan posisi kamu aman. Kamu nggak bakalan kena sanksi kok."

"Iya. Itu karena Daddy yang menyelesaikannya." Salwa tak habis pikir.

"Sekali-sekali lah, Little Girl. Itu karena Daddy merasa bertanggung jawab sudah membuat kamu telat. Namun, lain kali kamu harus datang tepat waktu."

Meskipun hari ini dia menyelesaikan masalah kuliah Salwa dengan cara yang salah, tetapi lelaki itu tetap menanamkan sikap disiplin kepada my sweet little girl. Dia tidak mau Salwa bermalas-malasan karena merasa dirinya akan dengan mudah menyelesaikan urusan kuliahnya.

"Tentu saja jadi aku akan tetap belajar keras, Daddy."

"Good .... Gadis yang pintar!" puji Regan.

Mobil Regan sudah memasuki halaman gedung RVM grup. Regan memarkir mobilnya di basement, kemudian dia membukakan pintu mobil untuk Salwa.

Salwa mengekor langkah daddynya yang cepat dan membuat gadis itu berlari kecil demi mengimbanginya. Mereka masuk ke dalam lift.

"Sekarang apa yang bisa aku bantu untuk Daddy?" tawar Salwa.

Dia merasa tidak enak. Seharusnya hari ini dia kuliah, tetapi ujung-ujungnya malah berakhir di ruangan daddynya. Bukan cuma itu. Sekarang dia tidak bisa lagi kabur dari daddy Regan yang dengan sikap anehnya membuat Salwa merasa jengah.

"Untuk saat ini, belum ada yang bisa kamu lakukan, Little Girl. Sebaiknya kamu istirahat saja di sana." Lelaki itu menunjuk sebuah pintu di sudut ruangan.

Pintu yang menghubungkan antara ruang kerja dengan sebuah ruangan lain, tempat dia biasa beristirahat setelah lelah bekerja.

Gadis itu menurut. Salwa segera membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan, lalu menutupnya kembali. Regan tersenyum puas. Dia pun duduk di kursi kebesarannya.

Baru saja dia akan menyalakan laptop, sebuah nada dering sontak mengalihkan perhatiannya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mommy Bii
Nah siapa tu yang telepon? Mommy Airin kah? Atau someone yg lain?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status