Bab 55
Regan membaringkan tubuh kekasihnya di pembaringan nan empuk. Salwa merasakan tubuhnya seperti melayang menyentuh awan. Perlakuan Regan sungguh manis dan membuatnya terbius.
Matanya sayu menatap wajah Regan. Wajah itu penuh kabut, menggelap dalam gairah. Gadis itu bergidik. Suasana semakin mencekam. Salwa seolah hewan buruan yang menanti eksekusi dari pemburunya.
"Terimalah hukuman dariku, gadis nakal" Lelaki itu seketika meraup wajahnya, menghujaninya dengan ciuman tanpa jeda, mengabsen setiap inci wajahnya hingga satu desahan lolos dari bibir Salwa.
"Udah, Dad. Udah," tegur Salwa. Jangan membuatku takut."
Salwa merintih pelan. Bibir lelaki itu kini turun ke lehernya, mengecupi kulit mulus itu, menciptakan jejak kepemilikan disana. Salwa meremas sprei kuat-kuat. Area lehernya terasa seperti sedang di gigit semut.
Bab 56Melihat kemunculan orang yang ditunggunya, perempuan tua itu segera bangkit dari tempat duduk. Dia berlari kecil menjauhi sofa, menyambut kedatangan putranya."Akhirnya kamu pulang, Nak. Kamu memenuhi undangan kami," ujar Jihan tertawa kecil."Tentu saja. Aku juga membawa Salwa untuk Mommy," sahut Regan sembari melirik gadis cantik di sampingnya."Oh, ya?" Perempuan tua itu menatap Salwa sekilas. "Salwa, kamu terlihat semakin cantik."Meskipun pujian Jihan terdengar hanya basa-basi, tetapi gadis itu tetap tersenyum. "Terima kasih, Oma," sahutnya."Ayo kita duduk. Mommy akan mengenalkan mereka pada kalian," tunjuknya pada dua perempuan yang masih terlihat mengobrol. Salah seorang dari mereka bahkan melambaikan tangan."Kenalkan, ini adalah Chintya. Kamu masih ingat, kan teman kecilmu dulu? Ch
Bab 57Lelaki itu menggendong gadisnya ala bridal mendekati bagian depan bangunan. Salwa menyembunyikan wajahnya di dada Regan. Dia begitu takut dengan suasana gelap di sekitar tempat itu. Apalagi dia memiliki ketakutan berada di tempat yang baru.Kini mereka sudah sampai di beranda depan. Lelaki itu menggunakan kakinya untuk mendorong daun pintu. Ketika pintu terbuka, semburat cahaya terang langsung menyilaukan mata. Lampu lampu menyala, menerangi seluruh ruangan. Cahayanya bahkan seolah menembus mata Salwa yang masih tertutup, memaksa gadis itu membuka matanya."Daddy...." Gadis itu tersentak kaget. "Aku tidak sedang di prank Daddy, kan?""Siapa juga yang pengen prank kamu, Sweety? Kamu aja yang terlalu takut."Lelaki itu terus melangkah menuju sofa, merebahkan tubuh indah gadis itu dengan gerakan perlahan. Salwa tersentak melihat se
Bab 58Keduanya berjalan beriringan menyusuri jalan setapak. Di kanan dan kiri nampak berjajar pohon karet. Salwa menghirup nafas dalam-dalam. Ruang dadanya terasa lapang. Udara pagi ini begitu segar meskipun rasa dingin masih saja dirasakan.Sesekali Regan merentangkan tangan. Terlihat lelaki itu benar-benar menikmati waktunya pagi ini. Salwa tersenyum. Dia menangkap salah satu lengan dan bergelut manja di sampingnya."Daddy terlihat bahagia sekali," cetus Salwa. Wajahnya mendongak ke atas. Pemandangan yang ingin dilihatnya justru wajah Regan yang tampan."Tentu saja, Sweety. Bersamamu selalu membuatku bahagia. Lagipula tidak salah Daddy memilih tempat ini. Lingkungannya masih asri dan alami, sangat cocok sebagai tempat peristirahatan kita. Lihatlah, ini adalah kebun karet yang turut Daddy beli bersama villa itu sebagai investasi." Regan kembali menunjuk ke arah bangunan villa yang sesaat mereka tinggalkan.Sepagi ini belum ada seorangpun di sini. Para penyadap k
Bab 59 Setibanya di lantai dua restoran ini, Regan dan Armand menyusuri deretan VIP room. Seorang pelayan membuka pintu salah satu VIP room untuk mereka. "Axel," tegur Regan. Netranya menangkap seorang lelaki dewasa yang tengah duduk santai di salah satu kursi. "Hai...." Lelaki berbadan tegap itu langsung berdiri dan maju beberapa langkah. Keduanya saling merangkul dan berjabat tangan. Exel juga menyalami Armand yang mengekor di belakang Regan, lantas mempersilahkan keduanya duduk. Regan dan Armand duduk berdampingan, sementara Axel duduk di seberangnya. "Kamu hanya sendiri, Axel?" Kening Regan berkerut. Di pertemuan sepenting ini, tak terlihat seseorang yang mendampingi lelaki itu. "Tentu tidak. Asisten pribadi dada
Bab 60"Iya, Nyonya," sahut Armand. Di wajahnya menunjukkan ekspresi tertekan."Bagaimana, Armand? Apakah Regan dan Chintya sudah bertemu di restoran?" cecar Jihan di ujung telepon."Tentu sudah, Nyonya. Tuan Regan baru saja meninggalkan restoran.""Bagus, Armand. Terus amati perkembangan dan laporkan semuanya kepadaku. Aku mengandalkan kamu dalam hal ini. Kuharap pekerjaanmu tidak mengecewakan!" tegas Jihan."Baiklah, Nyonya," sahutnya.Kemudian klik. Panggilan pun dimatikan. Armand menghela nafas, lantas membuka pintu mobil dan segera duduk di balik kemudi. Dia melirik arloji di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Saatnya dia pulang ke apartemen. Tubuh dan pikirannya pun sudah teramat lelah.Sepanjang perjalanan, Armand masih saja memikirkan soal perinta
Bab 61"Aku tidak merindukan Daddy, karena aku percaya, Daddy akan selalu pulang untukku," ucap Salwa seraya tersenyum manis."Gadis pintar!" puji Regan."Aku memang pintar, Daddy! Pintar merebut hati Daddy, karena aku tidak mau Daddyku yang tampan ini dimiliki oleh wanita lain. Daddy hanya milikku!""Begitupun hendaknya dengan dirimu, Sayang." Regan bermaksud membawa gadis itu ke dalam pelukannya, tetapi Salwa keburu berdiri dan mundur satu langkah, sehingga tangannya menemui udara kosong.Bagan yang merasa gemas sontak berdiri, mencoba meraih tubuh gadis itu, tetapi Salwa keburu berlari menghindar. Mereka terus berkejaran di ruangan itu selama beberapa menit, sampai akhirnya Regan berhasil menangkap tubuh gadis itu. Di bawanya Salwa ke dalam gendongannya melangkah menuju kamar.Setelah merebahkan tubuh Salwa di pembar
Bab 62Suasana di ruangan ini mendadak terasa panas walaupun AC menyala dengan baik. Ketiga orang itu saling menatap. Jihan bahkan menatap Salwa dengan pandangan horor. Dia sudah bisa menerka apa yang akan di sampaikan oleh putra semata wayangnya kali ini.Sedangkan Regan masih saja menggenggam erat tangan sweety-nya, apalagi saat ini pandangan mommynya sangat mengintimidasi. Regan tak gentar. Dia tahu, cepat atau lambat mommynya harus tahu kebenaran ini.Sekarang atau nanti sama saja. Tidak pernah akan ada waktu yang tepat. Waktu yang tepat bahkan justru sekarang ini, sebelum semuanya terlambat dan sang mommy bersikeras menjodohkannya dengan Chintya."Bukannya aku menolak perjodohan ini, Mom, tetapi aku sudah punya pilihan ....""Gadis ini, bukan?" tunjuk Jihan memotong ucapan putranya.Kata-kata yang seke
Bab 63 Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Setia Budi tampak ramai. Para mahasiswa berhamburan keluar dari ruang perkuliahan masing-masing. Salwa dan Dewi pun tak terkecuali. Mereka berlari kecil menuju parkiran mobil. "Kamu mau langsung pulang, Wi?" tanya Salwa. "Iya," jawab Dewi. Mereka sudah sampai di parkiran mobil. Kedua gadis itu berdiri berdampingan dengan posisi bersandar pada mobil Salwa. Sementara mobil Dewi bertengger manis di sebelahnya. "Tumben, setelah menjadi kekasih daddymu, sekarang kamu tidak diantar lagi? Emangnya dia sudah percaya, kamu bisa mengendarai mobil sendiri?" goda gadis itu. "Aku juga tidak mengerti dengan cara berpikir Deddy. Tapi ya, sudahlah. Sebenarnya dengan begini, aku jadi lebih bebas." Salwa