Bab 69
Axel terus membawa mobilnya menuju suatu daerah di luar kota. Sekarang jalanan yang dilaluinya tidak lagi mulus seperti sebelumnya, tetapi penuh liku dan kelokan. Di kanan kiri jalan nampak pohon-pohon besar yang berjajar. Sesekali mobilnya melewati areal perkebunan karet dan kelapa sawit.
Hari sudah semakin gelap. Aura yang timbul di sekitar jalanan yang di laluinya terasa semakin mencekam. Maklum, di daerah itu sangat jarang ada rumah-rumah penduduk.
Tak sampai sepuluh menit kemudian, akhirnya dia sampai ke tempat tujuan. Sudah lama sekali dia tidak mengunjungi tempat ini. Terakhir dia mengunjungi sekitar dua tahun yang lalu.
Tanpa merasa takut, lelaki itu segera turun dari mobil dan melangkah masuk. Ya, tempat ini memang areal pemakaman. Axel terus melangkah menuju salah satu makam yang bertuliskan nama Winnie Kumalasari.
"Lelaki pengecut ini datang,
Bab 70Axel mengangguk pelan. Lelaki itu menyeruak masuk ke dalam, melewati tubuh renta itu dan menjatuhkan tubuhnya di sofa."Tuan Axel sudah sangat lama tidak mengunjungi tempat ini." Suara wanita tua itu bergetar. Dia turut menyusul duduk di hadapan lelaki gagah itu."Aku pikir Tuan sudah melupakan tempat ini," imbuhnya."Mana mungkin aku bisa melupakan tempat ini, Bun? Tempat ini sangat bersejarah buatku dan Winnie," sahutnya sendu."Aku mengerti," ucap bunda Khadijah. Dua puluh tahun yang lalu adalah sejarah kelam dalam hidup Axel.Percintaan yang tak di restui orang tua, kekasihnya hamil dan ia tak bisa menikahinya, sampai akhirnya ajal menjemput Winnie sesaat setelah ia melahirkan Salwa.Perempuan tua itu memindai penampilan tamu lelakinya ini. Dia masih seperti dulu. Tampan dan gagah. Bedanya hanya
Bab 71 "Mom, memilih istri itu bukan seperti kontes, sehingga segalanya perlu dinilai, bibit, bebet dan bobot. Tidak harus sekaku itu, karena persoalannya ada disini, Mom." Axel memegang dadanya. "Cinta?!" Tawa perempuan itu semakin keras. "Keluarga kita hanya mengenal keuntungan, Axel. Cinta yang tidak menguntungkan lebih baik kamu buang jauh-jauh!" Percuma berdebat dengan mom Elina. Dia sama saja dengan mom Jihan. Kedua wanita tua itu memang bersahabat. Itulah kenapa Regan dan Axel pun bersahabat, meskipun tidak terlalu dekat. Kedekatan mereka hanya terbatas sebagai sesama pengusaha lantaran kesibukan masing-masing. Namun, Axel mengenal Regan sebagai lelaki yang baik. Selama ini dia sangat setia dengan istrinya, tidak pernah terlibat affair dengan wanita manapun. Airin, istri yang dipilihnya sendiri dengan susah payah dan m
Bab 72"Gimana kalau kamu menemani Om Axel makan?" tawar Axel.Lelaki itu melambaikan tangan kepada pelayan restoran yang tengah membawa makanan pesanannya ke meja yang semula didudukinya."Ayam bakar madu!" serunya. Salwa mengamati makanan yang baru datang dengan antusias."Kamu suka?" tanya Axel."Itu makanan kesukaanku, Om. Dulu saat masih bersama mommy, aku sering menyuruh bi Lastri untuk memasak ayam bakar madu spesial," ceritanya riang."Ya udah. Kalau begitu, makanan ini buat kamu saja. Om pesan lagi yang baru ya." Tanpa menunggu persetujuan Salwa, lelaki itu kembali memesan makanan yang serupa."Om juga suka sama makanan ini?""Suka banget, Salwa. Ini makanan makanan favorit Om sejak kecil....""Kalau begitu,
Bab 73"Aku mengerti. Daddy mengenal Axel sebagai seseorang yang baik, walaupun di dalam beberapa hal ia memiliki. kekurangan. No problem. Setiap manusia pasti memiliki kekurangan," ungkapnya bijak. "Daddy juga memiliki kekurangan," celetuk Salwa. "Apa saja kekurangan kekasih tuamu ini?" pancing Regan. Lagi-lagi tangannya terulur merangkul gadis itu. "Posesif dan mudah cemburu!" Gadis itu tersenyum lebar. Dia mencubit lengan besar itu dengan gemas. Sejak tadi dia menahan hatinya untuk tidak menggoda sang kekasih. Sikap dan gestur tubuh Regan saat cemburu terasa begitu menggemaskan. Padahal kecemburuan Regan sangat tidak masuk akal. Dia hanya makan siang bersama Axel, tidak lebih. Salwa bangkit dari tempat duduk dan berlari kecil menuju ruang peristirahatan Regan. Regan yang menyusul gadis itu, berulang kali mengetuk pintu. Namun tak ada jawaban. Gadis itu mengunci dirinya di ruangan peristirahatannya. Regan hanya menghela nafas. Salwa baru berumur dua puluh tahun dan sikapnya mas
Bab 74"Aku akan berusaha semaksimal mungkin," ucap Chintya dengan nada suara rendah."Cinta itu tidak bisa dipaksakan, Chintya. Aku menghargai semua usahamu, tetapi sekuat apapun kamu berusaha, kalau di hatiku tidak ada rasa cinta, tidak akan ada gunanya."Regan melenggang pergi meninggalkan tempat itu. Chintya terus mengejarnya. Bahkan ia berhasil meraih tangan Regan. Akhirnya mereka berjalan menuruni anak tangga. Regan yang tidak mau membuat keributan di hadapan banyak orang, akhirnya mengalah. Dia membiarkan Chintya terus memegangi tangannya sampai mereka sampai di depan pintu utama restoran."Percayalah, Regan. Aku sangat serius. Ini bukan sekadar perjodohan, tetapi aku memang benar-benar menyukaimu," ujar Chintya."Tidak ada pernikahan bisnis diantara kita. Aku menyukaimu, terlepas dari kerja sama Agung Jaya Land dan RVM group," imbuh perempuan it
Bab 75"Ya, cerita itu benar. Aku memang pernah tinggal bersama Winnie di apartemen ini. Beberapa bulan setelah kami berhubungan, Winnie hamil. Sebenarnya aku bermaksud untuk menikahi Winnie, tapi di tentang oleh kedua orang tuaku. Apalagi waktu itu usiaku belum sampai dua puluh tahun," beber Axel."Jadi kamu mau bilang, kalau Salwa itu adalah putri biologismu?" terka Regan. Dia mulai membaca arah pembicaraan Axel, meskipun tak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya."Iya, Salwa adalah putriku. Aku terpaksa menyimpannya di panti asuhan desa terpencil itu dan melarang ibu pengasuh untuk membocorkan identitas pribadi Salwa, karena aku tidak mau orang-orang daddy dan mommy menemukan putriku.""Terus, bagaimana dengan Winnie?""Winnie meninggal sesaat setelah melahirkan," jawab Axel sendu.Regan menelan ludahnya. Dia mendesah. "Aku turut berduka cita ya," ujarnya tulus."Sekarang jelaskan apa tujuanmu mengundangku kesini. Tentunya bukan hanya sekedar menjelask
Bab 76Gadis itu berjalan mondar-mandir. Sesekali ia melirik jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Namun, orang yang ditunggunya belum juga datang.Merasa lelah menggerakkan kakinya membuat Salwa kembali duduk di sofa dengan pandangan tetap tertuju ke arah pintu."Kenapa Daddy belum pulang? Padahal sudah jam segini?"Ini bukan soal Regan yang terlambat pulang, tetapi kecemasan tentang dirinya sendiri. Sampai saat ini, Salwa masih saja merasakan takut dan cemas berlebihan apabila berada di sebuah tempat.Memang dia sudah biasa tinggal di apartemen ini. Namun di kala malam tiba, gejala kecemasan itu akan kembali datang. Dia sangat tak sabar menanti lelaki itu pulang.Tak lama dia duduk, pintu pun terbuka. Gadis itu sontak berdiri dan setengah berlari menyambut kedatangan lelaki dewasa itu, menghambur ke dalam pelukannya.
Bab 77Setelah selesai semua urusan di kampus, siang ini Salwa kembali membawa mobilnya menuju arah luar kota. Dia tidak sanggup menahan kegalauan di hati, akibat sikap Regan yang terasa aneh baginya.Tak ada tempat yang paling nyaman selain panti asuhan Kasih Ibu. Dia berharap nasehat dan sentuhan hangat tangan bunda Khadijah. Bunda Khadijah sudah seperti Ibu pengganti, menggantikan mom Airin-nya yang telah wafat. Lagipula sudah beberapa minggu dia tidak berkunjung ke tempat itu. Dia merindukan perempuan tua yang terlihat semakin renta, juga adik-adiknya di panti.Sejauh ini Regan masih tidak mengetahui kalau dia sudah kembali berhubungan dengan panti asuhan tempat ia dulu pernah tinggal. Regan sudah memutuskan untuk membebaskan Salwa melakukan apa saja yang ia inginkan dan tidak lagi mengirim orang-orangnya untuk mengawasi Salwa dan membuat gadis itu tidak nyaman, karena selalu merasa ge