Bab 88"Axel!" Regan seketika membeku. Kedatangan Axel di luar dugaannya. Apakah Axel sudah mengetahui apa yang sudah menimpa putrinya? Mengapa secepat ini Axel mendatanginya di apartemennya?"Mana Salwa?" tanyanya datar.Regan menatap intens lelaki itu. Wajahnya sama sekali tidak memancarkan aura persahabatan."Dia ada di kamarku," sahut Regan gugup. Di benaknya terbayang sesuatu yang mengerikan bakal menimpanya sebentar lagi.Axel menerobos masuk. Tubuhnya bersinggungan dengan tubuh Regan yang kekar. Gesekan badan yang seketika menimbulkan bara api yang sebentar lagi berkobar.Lelaki itu memasuki kamar Regan dengan tak sabar. Matanya langsung tertuju pada sesosok tubuh yang tergolek di pembaringan. Tubuh berbalut selimut yang tengah tertidur lelap.Axel memindai wajah putrinya yang terlihat sedikit pucat. Batinnya menjerit. Di rabanya kening gadis itu. Terasa panas menjalar di kulit telapak tangannya. Tampaknya ia menderita demam seusai peristiwa yang di alaminya tadi malam.Lelaki
Bab 89Masih dengan menggendong putrinya, Axel berlari kecil dari halaman parkir rumah sakit menuju ruang IGD. Kedatangannya di sambut oleh para medis yang langsung merebahkan gadis itu di brankar dan membawanya masuk ke dalam ruangan.Axel berdiri terpaku menatap putrinya hingga bayangan gadis itu lenyap di balik pintu. Di sandarkannya tubuhnya yang mendadak gemetar di dinding. Rasa penyesalan begitu mendalam lantaran telah gagal menjaga putrinya.Dulu ia gagal menjaga kehormatan Winnie dan Airin, karena dirinya sendiri yang tak bisa menahan hasrat lelakinya. Apalagi saat ia tinggal satu atap dengan Winnie. Lantas sekarang?"Kenapa kamu harus mengalami kejadian serupa dengan ibumu, Nak?" desah lelaki itu. Sudut matanya meluncur setitik air bening.Masih terngiang-ngiang ucapan Bunda Khadijah tempo hari. Perempuan renta itu jauh-jauh hari sudah memperingatkannya, agar Regan dan Salwa sebaiknya tidak tinggal satu atap lagi karena status mereka yang sudah berubah menjadi sepasang kekasi
Bab 90 "Pulang? Pulang kemana, Om? Daddy Regan belum datang...." Axel menatap putrinya dalam-dalam. Perasaannya campur aduk. Sebenarnya ia tak tega memisahkan kedua insan ini. Tapi membiarkan keduanya tinggal satu atap juga bukan solusi. Tidak menutup kemungkinan peristiwa seperti malam itu bakal terjadi lagi. Axel tak bisa membayangkan. Dia dan Regan sama-sama lelaki. Dan Axel tahu persis, bagaimana gairah lelaki seusia mereka. Dia harus mencegah, sebelum semuanya terlambat. Bagaimanapun sejarah yang melatarbelakangi kelahirannya, Salwa tetaplah darah dagingnya. Dan Axel berkewajiban untuk melindunginya. "Pagi ini kamu pulang ke apartemen Daddy dulu ya. Regan masih ada kegiatan. Dia tak bisa menjemput kamu...." "Tak biasanya seperti ini. Biasanya daddy Regan akan selalu menyediakan waktu untukku, sesibuk apapun," keluh Salwa. Dia menatap layar ponselnya yang masih menyala. Tak ada pesan atau panggilan dari lelaki itu. Axel hanya mengangkat bahu. "Mana Daddy tahu. Kami kan tidak
Bab 91Langkahnya perlahan mendekati jendela kamarnya. Di balik kaca ia mengintip pemandangan kota nan indah. Kota metropolitan dengan segala dinamikanya. Apartemen yang memjadi tempat tinggal Axel ini merupakan kawasan ekslusif dengan nilai investasi yang sangat fantastis. Hanya orang-orang yang memiliki kedudukan penting saja yang bisa tinggal disini.Sistem keamanannya pun sangat ketat. Tidak sembarang orang bisa masuk ke tempat ini dengan mudah, kecuali penghuni apartemen itu sendiri. Meskipun begitu, Axel tetap memberikan pengawalan ekstra untuk Salwa.Salwa tersenyum miris. Sejak keluarga Gunadi Wijaya mengetahui ia adalah putri biologis Axel, saat itu pula ia merasa gerak-geriknya seperti ada yang mengawasi. Menjadi anggota keluarga konglomerat yang tak di akui, justru membuat keamanannya terancam.Seandainya ia tahu lebih awal, tidak mungkin ia sudi berurusan dengan mereka. Lebih baik ia selamanya tinggal di panti asuhan dan menemani bunda Khadijah seumur hidupnya, menjadi sese
Bab 92Sejurus kemudian, mobilnya memasuki halaman panti asuhan Kasih Ibu. Salwa memarkir mobilnya agak ke pojok, kemudian bergegas keluar.Bagi Salwa, tak ada tempat kembali yang terbaik selain tempat ini. Dia sudah terlanjur muak dengan kekacauan di dalam hidupnya. Regan dan Axel sama saja. Mereka saling berlomba untuk mendominasi, menanamkan pengaruh pada dirinya dan Salwa benci hal itu.Terkadang ia menyesali dirinya yang harus terlahir dari benih seorang Axelle Gunadi Wijaya. Seandainya ia anak orang tak di kenal, mungkin hidupnya tidak serumit ini. Bahkan seandainya saja ia tidak di pungut oleh Airin yang belakangan baru ia ketahui sebagai mantan kekasih Axel setelah Winnie, ibu kandungnya, mungkin sejarah hidupnya tak perlu terungkap. Takdir kemudian bermain. Airin menikah dengan Regan yang sebenarnya sahabat, eh lebih tepatnya rekan bisnis Axel.Apakah Airin tidak mengetahui siapa teman-teman suaminya? Apakah Regan sama sekali tidak mengetahui kalau istrinya adalah mantan keka
Bab 93Selama beberapa hari menjalani hari-harinya di panti, Salwa tak lepas dari pengawasan bunda Khadijah. Bahkan ia tidur dengan perempuan renta itu. Bunda Khadijah sadar, gadis itu bukan cuma frustasi karena sudah kehilangan mahkota kewanitaannya, tetapi juga dengan kenyataan bahwa Axel lah pelaku aborsi paksa mommy angkat kesayangannya.Selama itu pula bunda Khadijah membimbingnya untuk menjalankan kewajiban umat muslim, shalat lima waktu. Salwa sudah mulai lancar sekarang. Dia tak segan berbaur dengan adik-adiknya penghuni panti asuhan untuk shalat berjamaah.Sejak memutuskan tinggal di panti asuhan, Salwa memutuskan untuk menonaktifkan ponsel. Dia tak ingin ketenangannya terganggu, walaupun ia tahu pasti dua orang lelaki itu akan mencarinya.Panti asuhan ini bukanlah tempat yang susah untuk di temukan, apalagi bagi dua orang lelaki berkuasa seperti Axel dan Regan. Mata dan telinga mereka ada di mana-mana.Namun sampai sejauh ini, Salwa belum menemukan hal mencurigakan di sekita
Bab 94"Ya, Gio. Ada apa?" sahut Regan. Benda pipih itu sudah menempel di telinganya. "Nona Salwa sekarang berada di panti asuhan Kasih Ibu, Tuan," lapor Gio di seberang telepon. "Panti asuhan Kasih Ibu?" Regan berusaha mengingat-ingat. Dulu ia bersama Airin memang pernah mengunjungi sebuah panti asuhan yang terletak di desa terpencil. Hanya saja kunjungan itu sudah lama sekali. Dia tidak ingat lagi dimana letak panti asuhan tempat dulu Salwa pernah tinggal. "Betul, Tuan. Kemungkinan dari saya, tempat itu adalah tempat dimana nona Salwa pernah tinggal. Tetapi itu tidak bisa di buktikan, Tuan. Saya sudah meretas data-data panti sejak dua puluh tahun yang lalu dan nama nona Salwa tidak ada di sana," papar Gio. "Itu tidak penting, Gio. Tapi apakah gadis itu baik-baik saja?" tanya Regan tak sabar. Ingatannya terhadap keberadaan panti asuhan itu mulai terbuka. "Beliau baik-baik saja, Tuan. Sejauh pengamatan anak buah saya, nona Salwa terlihat sangat dekat dengan perempuan tua pengasuh
Bab 95"Beliau hanya sendirian, Tuan.""Hmmm.... Baiklah, kalian ikuti terus dia. Jangan sampai lengah. Kalau ada pergerakan yang membahayakan putriku, langsung saja kalian bertindak," titah Axel."Baik, Tuan."Sambungan telepon di matikan sepihak oleh Axel. Dia bangkit dari tempat tidur setelah menaruh ponselnya dekat bantal.Lelaki itu melepas seluruh pakaiannya, lantas bergegas menuju kamar mandi.Selesai ritual mandi dan berwudhu, Axel kembali berpakaian. Dia mengambil sajadah, lalu menghamparkannya di salah satu pojok ruangan.Sejak menemukan putrinya, Axel memang menjelma menjadi pribadi yang lebih religius. Dia sangat menyesali masa mudanya. Ketidakmampuan menahan gelora hasrat yang justru mengorbankan orang-orang yang di cintainya.Hampir setiap kali seusai shalat, dia selalu mendoakan Winnie dan Airin, juga calon buah hati yang tak sempat di selamatkannya waktu itu. Hanya Salwa yang tersisa, putrinya. Itupun ia harus merelakan di asuh oleh Airin dan Regan.Mengingat sosok lel