Bab 107"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Ustadz Rasyid sesaat setelah menangkupkan tangan di dadanya."Saya sengaja datang membawa Salwa kemari karena kami ingin menikah. Mohon kiranya Ustadz bersedia untuk menikahkan kami," ujarnya yang diiringi oleh pelototan mata Salwa.Gadis itu benar-benar kaget. Regan memang pernah menyinggung soal pernikahan. Hanya saja dia tak menyangka kalau Regan akan membawanya begitu saja dan mereka akan menikah di sini.Salwa tak pernah membayangkan pernikahan seperti ini. Akan tetapi Salwa tidak berani protes. Dia tak punya muka, bahkan untuk sekedar menatap kepada ustaz Rasyid. Dia malu saat lelaki setengah tua itu mengetahui dirinya yang sedang hamil. Pasti ustadz itu akan berpikiran macam-macam, walaupun pakaian yang dikenakannya saat ini adalah pakaian muslimah."Menikah?" Suara lelaki itu kembali terdengar. Dia kembali memindai wajah sepasang pasang insan di hadapannya ini secara bergantian."Betul, Ustadz. Mohon maaf, walaupun ini bagi kami
Bab 108Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati Regan tengah berdiri di teras musalla. Tepat di belakang Regan, seorang laki-laki setengah tua dengan kopiah dan sorban di bahu juga tersenyum ramah kepadanya. Ingin rasanya Axel menumpahkan segenap kemarahan kepada Regan, tetapi lelaki dewasa itu keburu mengulurkan tangan. Mau tak mau Axel menyambut uluran tangan kekasih putrinya itu. Apalagi lelaki setengah tua yang semula berdiri di belakang Regan juga bersikap tak kalah ramah. Demi menghormati laki-laki alim dan berwibawa itu, Axel menekan emosinya dalam-dalam. Sepasang matanya liar mengamati sekitar tempat itu. Keningnya menyerngit. Dia tidak menemukan sosok putrinya. "Ananda Salwa berada di rumah saya. Dia ditemani oleh istri saya," ucap Ustadz Rasyid sembari menunjuk sebuah rumah yang berada tepat di samping mushola. Dia menangkap jelas kegelisahan dari raut wajah tamunya yang barusan datang ini. "Jadi benar, Tuan Axel ini adalah ayah kandung dari Ananda Salwa?" tanya Us
Bab 109"Lho, Dad?" tegur Salwa saat mobil mereka berhenti di halaman sebuah hotel berbintang. "Kita tinggal dulu di sini selama tiga hari, Sayang. Anggap saja ini bulan madu untuk kita," sahut Regan. "Tapi bagaimana dengan pekerjaan Daddy? Pasti Om Armand dan Tante Shafira kebingungan karena tidak ada Daddy." "Biarkan saja, Sayang. Daddy sudah meminta agar jadwal-jadwal Daddy diundurkan waktunya sampai tiga hari ke depan. Daddy hanya ingin fokus sama kamu." Regan memperlihatkan ponselnya yang ternyata sudah dimatikan. "Sampai segitunya, Daddy?" keluh Salwa. "Loh, memangnya kamu mau, suami tercintamu ini begitu menikah langsung meninggalkan istrinya untuk kembali bekerja?" Dia menatap intens perempuan berjilbab itu, kemudian pandangannya turun menuju perutnya. Tangannya seketika terulur, mengelus perut itu kemudian menciumnya Salwa hanya diam. Dia tidak tahu harus bereaksi apa dengan perhatian lelaki yang baru tiga jam yang lalu itu sah menjadi suaminya. Regan yang tidak mau m
Bab 110Axel seketika memalingkan wajah saat melihat penampilan Chintya yang hanya memakai lingerie. Pakaian tidur penggoda hasrat lelaki itu melekat pas, mengeksplore tubuh adiknya yang sangat proporsional. Maklum, Chintya adalah seorang model internasional dan selalu menjaga tubuhnya tetap ideal demi kelangsungan karirnya. "Berpakaianlah yang benar, Chintya. Kakak tunggu kamu di balkon. Ada yang ingin Kakak bicarakan sama kamu." Setelah mengucapkan kata-kata itu, Axel keluar dari kamar adiknya dan bergegas melangkah menuju balkon. Chintya yang kaget segera menguasai diri. Perempuan itu mengganti lingerie dengan piyama tidur biasa, kemudian keluar dari kamar tidurnya, menyusul Axel yang lebih dulu sampai di balkon. "Ada apa malam-malam begini mengajakku bicara, Kak?" Chintya mendaratkan bokongnya tepat di samping Axel. Lelaki itu menahan nafas sembari tetap menatap wanita berusia 32 tahun itu. "Salwa hamil, Chintya. Dan itu karena ulahmu, kan, yang mencampurkan obat setan itu di
Bab 111"Apa? Menikah?"Axel langsung membekap mulut adiknya. Dia tidak ingin suara Chintya sampai ke lantai bawah."Jangan keras-keras, nanti mommy dan daddy bangun," tegur Axel. Axel paham, malam ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahu mommy dan daddynya soal Regan dan Salwa."Mereka menikah? Kapan? Kok bisa? Ingat Kak, urusan perjodohan ini belum selesai. Kenapa mereka malah menikah?" Berondongan pertanyaan meluncur dari bibir Chintya."Belum selesai gimana? Regan sudah menolak untuk dijodohkan denganmu. Apakah itu kurang jelas? Regan dan Salwa baru menikah beberapa jam yang lalu.""Tetapi tante Jihan tidak pernah membatalkan perjodohan itu," bantah Chintya berbisik."Itu tante Jihan. Sementara orang yang akan dijodohkan denganmu saja menolak. Tante Jihan bisa apa? Ingat, Regan itu pria dewasa. Dia bukan pemuda yang bisa dipaksa untuk menerima perjodohan dari orang tua. Dia pun memiliki kekuasaan dan pasti akan melakukan segala cara agar perjodohan ini batal. Bahkan kini merek
Bab 112"Mommy!" Bola matanya mengerjap seketika. Perempuan yang berdiri tepat di hadapannya itu mengenakan pakaian putih dengan kerudung yang menutupi rambut panjangnya. Wajah cantiknya begitu berkilau di terpa sinar matahari. Salwa menatap sosok itu dengan mata berkaca-kaca, seolah tak mempercayai penglihatannya. "Mommy, benarkah ini mommy?" Salwa kembali mengulangi perkataannya. "Ini Mommy, Sayang. Mommy sengaja datang menemuimu karena ada hal yang harus Mommy sampaikan...." Ucapan perempuan itu seketika terhenti saat Salwa menubruk tubuh itu dan memeluknya. Seketika Salwa merasa ada yang aneh. Dia seperti memeluk udara hampa. Tak ada kehangatan selayaknya saat ia memeluk tubuh itu. "Ini adalah tempat di mana setiap jiwa kembali. Kamu jangan merasa aneh, Nak," jelas Airin dengan lembut. Salwa mengurai pelukannya dan spontan mundur beberapa langkah. "Jadi aku ini sudah....?!" "Belum, Sayang," ralat Airin cepat. "Kamu belum saatnya tinggal dan menetap di tempat ini. Kamu haru
Bab 113"Sebrengsek-brengseknya Papa, tidak mungkin tega membunuh darah dagingnya sendiri." Sepasang mata lelaki itu seketika berkaca-kaca. Bukan cuma Airin yang hancur saat kehilangan calon anaknya, tetapi juga dirinya. Bahkan belasan tahun ia menjudge dirinya sebagai kekasih dan ayah yang gagal."Tetapi siapa yang sudah menculikku?""Pelakunya adalah orang yang sama, Nak. Sama seperti 17 tahun yang lalu. Cara mereka pun sama, hanya saja kali ini mereka gagal. Papa mohon ampun karena waktu itu tidak berhasil menyelamatkan calon adikmu." Wajah lelaki berumur 40 tahunan itu terlihat frustasi.Salwa menggerakkan tangan, memegang tangan besar di dekatnya."Sebenarnya apa yang sudah terjadi, Pa? Berceritalah pada Salwa," pintanya.Sejak malam pernikahannya dengan Regan, Salwa memilih memanggil Axel dengan panggilan papa. Sedangkan untuk Regan, dia tetap memanggil Daddy. Lagi pula mereka akan segera punya anak. Jadi panggilan daddy akan sangat cocok ia sematkan kepada suaminya.Axel menyet
Bab 114Regan mengendarai mobil dengan perasaan lega, setelah sebelumnya Shafira menyanggupi untuk melaksanakan perintahnya. Diam-diam dia bersyukur bisa memiliki seorang Shafira sebagai sekretarisnya.Berbeda dengan Armand, asisten pribadinya yang malah dikendalikan oleh Jihan, Shafira adalah pekerja yang loyal. Regan tahu, Shafira bahkan sempat berusaha memperingatkan Armand untuk tidak lagi berada dalam kendali wanita tua itu. Namun Armand entah kenapa selalu menyangkal akan pengaruh Jihan di dalam kinerjanya di RVM group.Tak terasa mobilnya sudah mulai memasuki halaman rumah sakit. Dada lelaki itu berdegup kencang. Kecemasan itu kembali melanda, meskipun berkali-kali Axel menjelaskan lewat sejumlah pesan yang ia kirimkan, bahwa Salwa dalam keadaan baik-baik saja dan ia sudah sadar dari pingsannya.Setengah berlari Regan menyusuri lorong bangunan yang dominan bercat putih itu. Dia sampai ke ruangan VVIP, tempat istrinya dirawat. Tangan kokohnya membuka pintu ruangan itu dengan per