Share

Penuh kejutan

"Bisa-bisanya kamu menyuruhnya menunggu di depan gerbang! Panas-panas begini lagi!" murkanya sambil berjalan tergesa-gesa menuju depan. Sang pelayan hanya menunduk takut sambil membuntuti langkah tuannya.

"Saya minta maaf tuan. Pak Arsen bilang belum membuat janji untuk bertemu. Makanya saya ke dalam terlebih dahulu untuk menyampaikan" balasnya kemudian.

Haris mendadak berhenti dan berbalik menghadap pelayannya.

"Orang itu calon menantu saya! Maka dari itulah tak perlu membuat janji!"

Kemudian ia melanjutkan langkahnya. Kali ini ia yang harus turun tangan sendiri dalam menjemput 'tamu' akibat kesalahan sang pelayan baru. 

"Ma-maaf Tuan. Saya tidak tahu"

"Maaf.. maaf" ucapnya dengan geram. 

Setelah hampir sampai, Haris melihat sang calon menantu berdiri di bawah teriknya sinar matahari. Mendadak kepalanya berdenyut pusing memikirkan apa yang harus ia ucapkan saat berhadapan dengan Arsen nantinya.

"Astaga.. Arsen"

Dipeluknya calon menantu dengan rasa bersalah.

"Saya ganggu ya om?" Arsen bertanya dengan wajah 'sedih'.

"Nggaklah. Kok kamu ngomong gitu, sih? Om sangat senang kamu mau kesini"

"Sebab orang itu (tunjuknya dengan dagu kepada si pelayan) menanyakan apakah saya sudah membuat janji untuk bertemu. Ya makanya saya bertanya begitu, siapa tau om lagi sibuk atau lagi ada tamu mungkin?"

"Hh.. Mungkin dia khilaf. Soalnya belum lama kerja disini. Baru aja masuk kemarin. Maka dari itu dia gak tahu siapa kamu bagi keluarga ini"

"Oh.. Pantas saja. Padahal saya tadi sudah mau bilang kalau saya calon menantunya om Haris. Tetapi, belum habis saya jelasin udah keburu dipotong sama dia"

Sang pelayan mengangkat wajahnya pelan menghadap Arsen. Yang ditatap malah balik membalasnya dengan pelototan. Kini nyali si pelayan menjadi semakin menciut. Entah apa yang akan terjadi kepadanya setelah ini. 

Haris yang mendengar penuturan Arsenpun menjadi semakin terkejut. Sepertinya ia harus mengajari pelayan baru itu dengan tegas.

***

Sarah keluar dari kamarnya segera setelah membaca pesan ayahnya. Saat tiba di ujung tangga, ia mendengar sekilas suara yang sangat famaliar di telinganya. 

Kecurigaan Sarahpun tak salah. Pasalnya saat ia berbelok menuju ruang tamu, sudah ada Arsen sang calon suami duduk menghadap ayahnya. 

Mendengar langkah yang semakin terdengar jelas, kedua orang yang sedang duduk itupun menoleh. Arsen menatap Sarah datar sementara Haris sedikit terkejut melihat penampilan putrinya. 

"Sini cepetan!" perintah ayahnya kemudian. 

Sarah mempercepat langkahnya menuju kedua orang tersebut.

"Kamu gak ngaca terlebih dahulu, sebelum turun?"

"Maksud ayah?" 

"Tuh liat rambut kamu berantakan gitu" 

Mendengar penuturan ayahnya, Sarah hanya memegang rambutnya dengan gerakan malas. 

"Aku gak tahu kalau ada 'tamu' yang datang" ujarnya santai. 

Arsen meliriknya sekilas, lalu membenarkan posisi duduknya senyaman mungkin.

"Kedatangan saya kemari hanya ingin membahas kejadian tempo hari. Seharusnya om tidak perlu menyuruh Sarah turun. Lagian hanya masalah 'kecil', (ditatapnya Sarah dengan senyuman menawan) kamu bisa  kembali ke kamarmu kalau mau" 

Mendengarnya, Sarah berjengit heran. Apakah kehadirannya tak diinginkan sama sekali? 

"Tidak perlu Arsen. (ucap Haris menginterupsi) Sarah duduklah di sebelah Arsen" perintahnya kemudian. 

Mau tidak mau Sarah harus duduk. Disebelahnya, Arsen tersenyum penuh kemenangan. 

"Jadi bagaimana Arsen. Apakah masalah yang kemarin benar-benar menemukan titik penyelesaiannya? Om takut jika kemudian hari mereka menuntut lebih dari itu" jelas Haris dengan cemas. 

"Tentu saja. Sebenarnya dari awalpun mereka tidak akan melaporkan perkara tersebut ke polisi. Jika ada itikad baik dengan mengganti rugi kerusakannya"

"Syukurlah kalau begitu. (Haris menoleh Sarah cepat) Kamu dengar itu Sarah?" Sarah hanya mengangguk pasrah. 

"Om sangat berterima kasih karena kamu kebetulan ada disana dan mau membantu Sarah. Kalau tidak ada kamu, entah apalah yang akan terjadi. Ngomong-ngomong, itu adalah toko perhiasan yang terkenal mewah akan barang-barang brandednya. Pastinya cukup dalam menguras rekeningmu. Berapa nominalnya, Arsen? Om akan menggantinya"

"Maaf, tapi om tidak perlu menggantinya. Saya tidak akan menerima" tolaknya sehalus mungkin kepada pria yang sudah menginjak usia kepala empat itu. 

"Jangan begitu Arsen. Sarah, apa yang kamu rusak disana?" 

"A-aku menjatuhkan berlian kuning, ayah" 

"Berlian kuning?" 

"Iya" 

"Berapa sih harganya?" tanyanya langsung dengan nada terdengar santai. 

"Harganya.." 

"Sarah kamu tidak perlu mengatakannya" cegah Arsen secepat mungkin. 

"Katakan Sarah" sergah Haris kepada putrinya. 

"Sebaiknya kamu mendengarkan ucapan saya" 

"430.." 

"430 juta!? Astaga.. Itu mahal sekali" 

.

.

.

"..miliar"

.

.

.

"Mil-miliar??" 

"Iya ayah. 430 miliar" 

Pandangan Haris pun mulai menggelap. Begitupun dengan pendengarannya yang tiba-tiba menjadi tuli. Sontak saja Sarah berteriak histeris atas keadaan ayahnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status