'Hari ini kita akan fitting gaun pengantinmu jam 3 sore'
Begitulah pesan singkat yang Sarah terima 5 menit yang lalu. Ia sudah membaca pesan itu namun belum juga membalasnya. Masih menimang-nimang karena memikirkan balasan apa yang mesti ia tulis.
"Katanya sibuk banget sama urusan kantor. Kenapa tiba-tiba ngajak pergi? Dasar labil" ujarnya sedikit jengkel.
Membuka aplikasi chatting, kemudian ia mengetuk di bagian nama 'Arsen' lalu menuliskan balasan.
'Bukannya kamu sibuk? Tidak usah memaksakan kalau beneran lagi sibuk'
Sarah melanjutkan acara nonton TV-nya di ruang tengah. Walau sedang dalam masa 'kurungan' oleh ayahnya, dia tetap diperbolehkan melakukan aktivitas apapun asal masih di dalam lingkungan rumah.
Tak lama, datanglah satu pesan lagi di ponselnya.
'Saya memang sibuk. Maka dari itu jangan bertingkah'
"Apa!? Siapanya yang bertingkah? Astaga.. Pria ini benar-benar menguji kesabaranku. Padahal aku hanya bertanya dan memberi dia solusi"
'BAIK TUAN ARSEN. SAYA MINTA MAAF!' tulisnya kemudian dengan wajah merengut. Selanjutnya melempar ponsel itu jauh-jauh ke sofa sebelahnya.
Disisi lain, Arsen yang melihat balasan dari calon istrinya itu hanya tersenyum geli. Kenapa mudah sekali memicu emosi perempuan ini pikirnya.
Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, ia berencana untuk menggoda perempuan itu lagi. Namun rencana itu tampaknya akan terganggu karena kakaknya secara tiba-tiba masuk ke ruangannya.
"Aku belum memecat sekretarisku. Dan juga, pintu ruanganku masih dalam kondisi yang sangat baik sehingga tak masalah untuk diketuk" ucapnya satir namun terdengar santai. Arsen hanya menggunakan kata ganti 'saya' jika berbicara kepada semua orang kecuali kakaknya. Namun jika didepan orang tua mereka, ia masih menggunakan kata ganti 'saya' walaupun ia sedang berbicara kepada kakaknya.
"Aku lupa bagaimana caranya mengetuk pintu" ujar Yousi tak mau kalah.
"Lipstikmu tak akan luntur hanya karena memberitahu kedatanganmu kepada sekretarisku terlebih dahulu"
"Terserah. Lebih baik kau pasang bel saja. Biar aku tak repot"
"Hh.." Arsen menghela nafasnya kasar. Berdebat dengan sang kakak hanya akan menguras energinya
"Lagi chatting sama calon istri ya, Pak Arsen?" duganya sambil melipat kedua tangan ke depan dada.
"Kepo sekali. Ckckck.." jawab Arsen sebal lalu melirik dengan sinis ke arah lawan bicaranya. Ia meletakkan ponselnya lalu menarik laptop yang sudah dari tadi menyala namun sempat terabaikan.
"Sebaiknya kau mempertimbangkan terlebih dahulu saranku tempo hari" tawar Yousi bernada mengingatkan.
"Saran yang mana? Kalau saran agar menjadi jones sepertimu aku tak bisa. Aku sudah terlalu lama hidup membujang"
"Sembarangan sekali. Hanya karena aku belum menikah, bukan berarti aku seorang jones" kata Yousi menyanggah tak terima. Wanita itu merengut masam karena dikatai jones.
"Benarkah?" tanya Arsen terkejut namun dengan ekspresi dibuat-buat. Pandangannya tetap terfokuskan pada laptop. Rencana untuk menggoda Sarah sudah ia buang jauh-jauh. Ia merasa tak lagi berselera semenjak si 'perusak suasana' yang tengah duduk di depannya ini datang.
"Dasar bengis"
"Ngomong-ngomong kenapa kau kemari?" tanya Arsen lalu melihat kakaknya dengan tatapan menyelidiki.
"Oh iya.. Aku ingin memberikan ini" Yousie menyodorkan sebuah kotak makan kepada Arsen yang tadinya ia letakkan ke meja tamu, kini dipindahkannya ke meja kerja sang adik. Mama menitipkan makan siang ini kepadaku. Katanya sekalian aku pergi kerja. Hh.. Sebenarnya aku malas masuk hari ini, tapi karena sebentar lagi akan diadakan kompetisi jadinya aku harus kesana untuk memantau" jelasnya panjang lebar.
"Terimakasih"
"Kalau begitu aku pergi" Yousi berdiri dan melangkah menuju keluar. Saat sampai di depan pintu, ia berbalik badan lalu bersuara, "Jangan lupakan saranku" ingatkannya kembali.
"Dari tadi kau terus-terusan mengingatkanku tentang 'saran'. Saran yang mana memangnya? Mengapa ada banyak sekali saran di kepalamu itu?" keluh Arsen merasa risih setelah direcoki beragam permintaan absurd dari kakaknya.
"Saran tentang jangan sampai beli kucing dalam karung" jawab Yousi bersemangat.
"Kau itu sudah terlalu lama menjadi jones, makanya jadi sering overthinking begitu. Tapi kalau kau memang bersikeras menentangnya, aku bisa saja mengundurkan acara pernikahanku asal kau menikah terlebih dulu, menggantikanku tentunya. Masalah calon tak usah khawatir. Aku sangat mengerti bahwa kau adalah seorang wanita karir, yang sangat sibuk berkutat dengan buku desain tua itu sehingga jangankan mencari makanan untuk sarapan di pagi hari, untuk mencari pasangan kencan saja tak sempat. Maka dari itu cukup serahkan urusan itu kepadaku. Kebetulan sahabat karibku Felix sudah lama menjones. Bagaimana?" tawarnya dengan bahagia.
"Sialan!" umpat Yousi tak terima atas usulan adiknya. Arsen lantas cekikikan mendengar sumpah kakaknya barusan. Usulan yang keren, bukan?
***
Bunyi alarm membangunkan Sarah dari tidurnya. Tadi setelah menonton Tv, ia memutuskan untuk beranjak ke kamarnya karena mengantuk sebab bosan menunggu balasan dari Arsen.
Pukul menunjukkan ke angka 2 lewat 30 menit. Sedangkan Arsen membuat janji pergi jam 3. Bagi sebagian perempuan, 30 menit tidaklah cukup untuk ritual berdandan. Tapi Sarah sendiri bukanlah tipe orang yang serepot itu hanya karena masalah durasi berdandan.
Setelah mandi dan bersiap-siap, ia mengambil ponselnya lalu mengecek aplikasi chatting. Hingga sekarang, pesan terakhir darinya belum dibalas Arsen. Entah kenapa ia merasa kecewa. Walaupun begitu, ia tetap memilih untuk menunggu daripada harus menghubungi Arsen. Alasannya adalah ia tak ingin mengganggu barangkali pria itu sedang sibuk. Alasan kedua adalah ia merasa sedikit gengsi.
Namun hingga jarum pendek di jam dinding kamarnya menunjukkan ke angka 3 lewat 45 menitpun, pria itu tak kunjung datang.
Sarah duduk termenung di sopa ruang tengah sendirian, hingga kemudian terdengar suara langkah kaki di telinganya. Ia menoleh ke belakang, tepatnya ke arah sumber suara. Ternyata ayahnya sedang berjalan menuju ke arahnya dengan tatapan bingung."Kok belum berangkat juga?" tanya sang ayah saat sampai lalu ikut duduk di samping putrinya."Seharusnya ayah menanyakan hal itu kepada Arsen. Bukan kepadaku" jawabnya dengan merengut. Ia menopang dagunya dengan kedua tangan. Ia melanjutkan, "Bilangnya pergi jam 3. Tapi sekarang udah hampir jam 5 gak dateng-dateng""Kamu udah coba telepon dia? Barangkali Arsen sedang terjebak macet" tanya Haris sekaligus memberikan usulan."Ngapain. Males banget ak.." belum selesai Sarah berucap, dering panggilan terdengar nyaring dari ponselnya yang ia simpan di dalam tas. Tanpa berlama-lama, ia segera mengangkat panggilan itu setelah membaca nama yang tertera disana. Tentu saja rasa geram muncul seketika saat tahu bahwa orang yang
Arsen dan Pak Wiryo makan dengan tenang di kantin rumah sakit itu. Mereka memutuskan untuk makan disana karena menurut Arsen duduk di koridor dirasa kurang nyaman."Habis ini Tuan Arsen akan saya antar pulang ke rumah dulu baru saya balik lagi kesini. Biar saya saja yang menunggu pasien selagi kerabatnya datang" ujar Pak Wiryo tanpa bermaksud memerintah tuannya sambil mengangkat gelas kopinya."Tidak perlu. Saya akan disini sampai gadis itu boleh pulang" ucap Arsen kalem. Pak Wiryo yang mendengar ucapan tuannya spontan tersedak kopi yang baru saja diseruputnya."Tuan.. Jangan bercanda lagi disituasi seperti ini" sahut Pak Wiryo."Saya tidak sedang bercanda" Arsen berujar tanpa menatap ke lawan bicaranya. Ia melanjutkan makan malamnya dengan tenang. Tapi Pak Wiryo bisa melihat ada yang janggal dari air mukanya. Seperti sedang menutup-nutupi sesuatu."Bagaimana mungkin tuan tak pulang? Bapak dan Ibu nanti khawatir. Terlebih Non Yousi" kat
Pagi itu, Yousi masuk ke kantor Arsen dengan langkah terburu-buru. Satpam legendaris, yang kebetulan sudah lama bekerja di perusahaan itu menatap heran akan kedatangan sang putri konglomerat yang terkenal pintar tapi jarang disiplin tersebut. Ia mengikuti langkah Yousi dari belakang, berusaha mengejar. Yousi yang menyadari keberadaan seseorang di belakangnyapun lantas menoleh dan berhenti saat tahu siapa yang membuntuti langkahnya. "Non Yousi kenapa pagi-pagi buta kemari?" tanya lelaki 50 tahunan itu terlebih dahulu."Pak Endang! Adik saya dimana??" balasnya dengan suara agak tinggi dan terlihat cemas."Pak direktur? Belum dateng non. Kan masih terlalu pagi sekarang mah“ jawab Pak Endang sekenanya.“Jadi dia gak lembur?" tanyanya tambah cemas."Enggak non. Semalam aja pulangnya sedikit lebih awal" jelas Pak Endang dengan wajah bingung. Yousi yang mendengar ucapan Pak Endang malah semakin tambah cemas. Matanya yang besar membuat seketik
"Tidak" jawab Nara sambil menggelengkan kepalanya, "Cepat panggilkan perawat. Aku ingin ke toilet" imbuhnya kemudian. "Oh.. Toilet" kata Arsen bergumam lalu beranjak berdiri dari duduk manisnya. Ia harus pergi mencari perawat seorang diri karena Pak Wiryo sedang tidak ada sebab telah izin untuk pulang ke rumahnya. Tak lama, seorang perawat wanita pun masuk ke dalam ruangan. Kemudian membantu Nara dengan memapahnya untuk duduk di kursi roda. Rasa nyeri itu memang masih terasa apalagi bekas operasinya baru semalam. Namun Nara tetap memaksakan dirinya untuk menggapai kursi itu. Saat berhasil, ia pun bernafas lega. Setelah selesai, perawat itu hendak memegang kedua bahu Nara agar kembali berbaring di ranjang, namun tiba-tiba saja Nara menahan gerakannya. "Tidak. Biarkan saja. Aku ingin duduk di kursi ini" "Baiklah" kata perawat itu sambil tersenyum lalu meninggalkan Nara. Nara duduk menatap ke arah luar jendela kaca. Tatapannya terfokuskan k
"Sudah semakin sore. Lebih baik kita segera masuk, udaranya bertambah dingin" ujar Arsen kepada Kepada Nara. Mendengarnya, Nara hanya mengangguk menurut. Dengan hati-hati, Arsen mendorong kursi roda itu kembali ke bangunan rumah sakit. Dalam hati, ia memikirkan bahwa harus segera pulang kerumah. Sepertinya keadaan rumah sudah cukup kacau tanpa keberadaan dirinya. Dari kejauhan, lorong ruangan dimana Nara dirawat tampak sepi. Hanya ada beberapa perawat dan juga.. Seseorang yang sangat Arsen kenal? "Papa?" ucap Arsen pelan. *** "Apa yang kau lakukan disana Arsen!? Kau sengaja membuat kekacauan di rumah ini? Tak tahukah kau mamamu berjaga tengah malam hingga susah tidur, karena menunggu kepulanganmu!?" murka Rusihan sambil membuka kasar pintu rumah mereka. Saat mereka masuk kedalam rumah megah tersebut, dua orang perempuan ikut turun dari lantai atas karena mendengar keributan. "Arsen.. Kamu dari mana nak? Mama khawati
Pagi itu, Sarah terbangun dengan kepalanya yang terasa sangat berat. Ia berusaha sekeras mungkin agar dapat duduk bersandar di tepi ranjang.Saat berhasil bersandar, ia termenung sebentar lalu menyadari bahwa ia sedang berada di ruangan yang sangat asing baginya.'Dimana aku?'Sambil mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan itu, Sarah mencoba mengingat-ngingat hal terakhir tadi malam. Bayangan tentang bangunan klasik serta seorang pria memakai vest hitam mulai terlihat di gambaran memorinya. Ia juga mengingat bahwa dia tak sendiri, melainkan ada Kayla juga yang turut menemaninya.Pakaian yang ia kenakan masih lengkap. Itu berarti tidak terjadi apapun kepadanya bukan? Entahlah, ia juga merasa sedikit ragu tentang itu.Cepat-cepat ia turun dari ranjang itu lalu mengambil tasnya yang ada di atas nakas sebelah ranjang. Dengan mengerahkan seluruh kesadarannya yang mulai sepenuhnya pulih, ia berjalan sambil menyusuri dinding."Sudah ba
Kosong.Begitulah kondisi ranjang Nara saat ini. Di ruangan ini sekarang hanya tersisa dua pasien lainnya yang memang sudah lebih dahulu ada sebelum Nara. Kemana gadis itu? Mengapa ia tiba-tiba menghilang begini?Pak Wiryo tiba-tiba masuk dan menatap Arsen sambil terengah-engah. Ia mengatur nafasnya sebaik mungkin lalu mulai bersuara."Saya sudah mencari ke sekeliling area rumah sakit ini, tetapi tidak juga menemukannya, Tuan""Bagaimana dengan taman? Apa anda sudah mengecek ke sana?" tanyanya lebih lanjut.Pak Wiryo mengangguk, "Saudara Nara juga tidak ada di sana"Hati Arsen mencelos begitu saja setelah mendengar laporan yang isinya tidak infromatif itu. Ia keluar dari ruangan dan mengeluarkan ponsel di jasnya, mencoba menghubungi seseorang."Halo? Felix. Dimana pasien yang kubawa dua hari yang lalu?""...""Baiklah" Wajahnya bertambah muram seketika setelah menutup telepon itu. Pak Wiryo maju u
Semua tamu yang menghadiri pernikahan melakukan penerbangan keluar dari Bali pada hari ini juga. Acara pernikahan memang hanya di gelar tidak sampai satu hari dan tanpa resepsi malamnya.Beberapa sanak saudara dari kedua belah pihak juga sedang bersiap-siap untuk pulang. Pun begitu dengan ayah Sarah yang harus segera kembali ke Jakarta, lantaran urusan kantornya sudah menunggu.Yousi memilih untuk tetap di Bali namun kemungkinan ia akan check out dari resort. Rencananya untuk menetap selama seminggu telah disampaikan kepada kedua orangtuanya.Sedangkan Arsen dan Sarah akan berada di resort itu selama beberapa hari. Lalu lanjut melakukan perjalanan ke tempat lainnya dalam rangka menikmati masa-masa pengantin baru mereka.***Malamnya, resort itu benar-benar telah 'bersih' dari keberadaan orang lain. Meninggalkan mereka berdua serta staf-staf yang memang bertugas untuk mengurus tempat itu. Suasana canggung diantara kedua pengantin baru itupun t