"Tidak" jawab Nara sambil menggelengkan kepalanya, "Cepat panggilkan perawat. Aku ingin ke toilet" imbuhnya kemudian.
"Oh.. Toilet" kata Arsen bergumam lalu beranjak berdiri dari duduk manisnya. Ia harus pergi mencari perawat seorang diri karena Pak Wiryo sedang tidak ada sebab telah izin untuk pulang ke rumahnya.
Tak lama, seorang perawat wanita pun masuk ke dalam ruangan. Kemudian membantu Nara dengan memapahnya untuk duduk di kursi roda. Rasa nyeri itu memang masih terasa apalagi bekas operasinya baru semalam. Namun Nara tetap memaksakan dirinya untuk menggapai kursi itu. Saat berhasil, ia pun bernafas lega.
Setelah selesai, perawat itu hendak memegang kedua bahu Nara agar kembali berbaring di ranjang, namun tiba-tiba saja Nara menahan gerakannya. "Tidak. Biarkan saja. Aku ingin duduk di kursi ini"
"Baiklah" kata perawat itu sambil tersenyum lalu meninggalkan Nara.
Nara duduk menatap ke arah luar jendela kaca. Tatapannya terfokuskan k
"Sudah semakin sore. Lebih baik kita segera masuk, udaranya bertambah dingin" ujar Arsen kepada Kepada Nara. Mendengarnya, Nara hanya mengangguk menurut. Dengan hati-hati, Arsen mendorong kursi roda itu kembali ke bangunan rumah sakit. Dalam hati, ia memikirkan bahwa harus segera pulang kerumah. Sepertinya keadaan rumah sudah cukup kacau tanpa keberadaan dirinya. Dari kejauhan, lorong ruangan dimana Nara dirawat tampak sepi. Hanya ada beberapa perawat dan juga.. Seseorang yang sangat Arsen kenal? "Papa?" ucap Arsen pelan. *** "Apa yang kau lakukan disana Arsen!? Kau sengaja membuat kekacauan di rumah ini? Tak tahukah kau mamamu berjaga tengah malam hingga susah tidur, karena menunggu kepulanganmu!?" murka Rusihan sambil membuka kasar pintu rumah mereka. Saat mereka masuk kedalam rumah megah tersebut, dua orang perempuan ikut turun dari lantai atas karena mendengar keributan. "Arsen.. Kamu dari mana nak? Mama khawati
Pagi itu, Sarah terbangun dengan kepalanya yang terasa sangat berat. Ia berusaha sekeras mungkin agar dapat duduk bersandar di tepi ranjang.Saat berhasil bersandar, ia termenung sebentar lalu menyadari bahwa ia sedang berada di ruangan yang sangat asing baginya.'Dimana aku?'Sambil mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan itu, Sarah mencoba mengingat-ngingat hal terakhir tadi malam. Bayangan tentang bangunan klasik serta seorang pria memakai vest hitam mulai terlihat di gambaran memorinya. Ia juga mengingat bahwa dia tak sendiri, melainkan ada Kayla juga yang turut menemaninya.Pakaian yang ia kenakan masih lengkap. Itu berarti tidak terjadi apapun kepadanya bukan? Entahlah, ia juga merasa sedikit ragu tentang itu.Cepat-cepat ia turun dari ranjang itu lalu mengambil tasnya yang ada di atas nakas sebelah ranjang. Dengan mengerahkan seluruh kesadarannya yang mulai sepenuhnya pulih, ia berjalan sambil menyusuri dinding."Sudah ba
Kosong.Begitulah kondisi ranjang Nara saat ini. Di ruangan ini sekarang hanya tersisa dua pasien lainnya yang memang sudah lebih dahulu ada sebelum Nara. Kemana gadis itu? Mengapa ia tiba-tiba menghilang begini?Pak Wiryo tiba-tiba masuk dan menatap Arsen sambil terengah-engah. Ia mengatur nafasnya sebaik mungkin lalu mulai bersuara."Saya sudah mencari ke sekeliling area rumah sakit ini, tetapi tidak juga menemukannya, Tuan""Bagaimana dengan taman? Apa anda sudah mengecek ke sana?" tanyanya lebih lanjut.Pak Wiryo mengangguk, "Saudara Nara juga tidak ada di sana"Hati Arsen mencelos begitu saja setelah mendengar laporan yang isinya tidak infromatif itu. Ia keluar dari ruangan dan mengeluarkan ponsel di jasnya, mencoba menghubungi seseorang."Halo? Felix. Dimana pasien yang kubawa dua hari yang lalu?""...""Baiklah" Wajahnya bertambah muram seketika setelah menutup telepon itu. Pak Wiryo maju u
Semua tamu yang menghadiri pernikahan melakukan penerbangan keluar dari Bali pada hari ini juga. Acara pernikahan memang hanya di gelar tidak sampai satu hari dan tanpa resepsi malamnya.Beberapa sanak saudara dari kedua belah pihak juga sedang bersiap-siap untuk pulang. Pun begitu dengan ayah Sarah yang harus segera kembali ke Jakarta, lantaran urusan kantornya sudah menunggu.Yousi memilih untuk tetap di Bali namun kemungkinan ia akan check out dari resort. Rencananya untuk menetap selama seminggu telah disampaikan kepada kedua orangtuanya.Sedangkan Arsen dan Sarah akan berada di resort itu selama beberapa hari. Lalu lanjut melakukan perjalanan ke tempat lainnya dalam rangka menikmati masa-masa pengantin baru mereka.***Malamnya, resort itu benar-benar telah 'bersih' dari keberadaan orang lain. Meninggalkan mereka berdua serta staf-staf yang memang bertugas untuk mengurus tempat itu. Suasana canggung diantara kedua pengantin baru itupun t
"Ya Tuhan! Bagaimana bisa anda berpikir sejauh itu?" tanyanya frustasi. Yang ditanya hanya menunduk tanpa menjawab. Karena tak punya pilihan lain, akhirnya Arsen membiarkan gadis itu berdiri di sana begitu saja sehingga ia bisa melanjutkan aksinya. Saat semakin mendekat ke kotak itu, ia tak sengaja mendengar sesuatu. Suara yang begitu familiar di telinganya walaupun hanya terdengar sekilas. Segera ia menekan tombol darurat yang berada tak jauh dari ia berdiri. Mengisyaratkan agar petugas keamanan datang secepat mungkin. "Ada apa?" tanya Sarah merasa semakin khawatir. Perasaannya sungguh tak enak. "Saya tidak yakin mengatakan hal ini. Tetapi kemungkinan yang ada di kotak itu adalah ular" ujar Arsen mengira suara yang didengarnya barusan. "Hah?? Bagaimana kau bisa tahu kalau yang ada di dalam kotak itu adalah ular?" Arsen menoleh ke arah Sarah dan menatapnya serius, "Saya mendengar sesuatu mend
Di dalam kamar yang begitu sunyi dan bercahaya temaram itu, Sarah duduk di atas ranjang sembari memeluk kedua lututnya. Apa yang Arsen katakan tadi pagi begitu mempengaruhinya. Terbukti dengan setelah kejadian itu, ia masuk ke kamar dan belum kunjung keluar hingga sekarang.(kilas balik)"Saya. Bukan tipe orang yang begitu mudahnya memberikan semua hal. Jika anda menginginkan sesuatu, maka harus ada imbalan balik atas semua itu" ucap pria itu dengan menampilkan senyuman menyeringainya. Lalu dalam sepersekian detik, seringaian itu berubah menjadi senyuman ringan bak sedang menghibur seseorang. "Tentu saja saya hanya bercanda. Jangan memasukkannya ke dalam hati, OK?" lanjutnya lalu mengedipkan sebelah matanya.Pria itu menunjukkan jarinya ke arah sebuah ruangan yang tampak seperti kamar utama. "Anda pakailah kamar yang itu. Tidak perlu khawatir tentang kebersihan tempat ini. Karena saya mempekerjakan seseorang untuk selalu membersihkannya" tuturnya lalu bena
"Sebenarnya.. Gue udah tau dia setahun yang lalu lewat suatu kejadian yang gue sendiri gak pernah bayangkan sama sekali. Gue punya temen sekantor, panggil aja A. Dia punya pacar yang usianya 2 tahun lebih muda dari dia. Setelah pacaran selama kurang lebih 4 tahun mereka mutusin buat tunangan, dan ya akhirnya mereka tunangan""Hh.. Hubungan mereka selepas tunangan pada awalnya baik-baik aja. Cuma masalahnya temen gue ini suka maksain diri ngambil waktu lembur biar gajinya dinaikin. Sama sering ngambil job desain sampingan juga biar makin nambah penghasilan. Maklumlah, hari pernikahan tinggal beberapa minggu" "Belasan hari sebelum mereka nikah, tunangannya ini sering gak bisa dihubungi. Pas bisa dihubungi dan diajak ketemu malah ngehindar. Disamperin ke apartemennya juga malah marah-marah" Lini menyadari ada sesuatu yang janggal. "Sebentar. Tunangannya punya apartemen?" Sarah mengangguk. "Bukannya itu berarti tunangannya itu orang berada ya? Terus kok teme
"Sarah?"Hening sejenak. Arsen melangkah masuk ke dalam kamarnya dan mengambil ponsel yang ada di tempat tidur. Ia menyalakan fitur senter dan berjalan keluar lagi. "Arsen?" panggil Sarah tatkala melihat ada cahaya yang mulai mendekatinya. Iapun segera berlari ke arah Arsen dan memegang lengan pria itu. Kepalanya ia benamkan di belakang. "Arsen ayo kita pergi dari sini" ucap Sarah dengan sangat pelan. Hampir terdengar seperti orang yang sedang berbisik. "Kenapa?" tanya Arsen ikut memelankan suaranya. "Ayo kita pergi terlebih dahulu" pinta Sarah memelas. "Kemana memangnya?""Banyak tanya sekali!" kata Sarah kesal lalu mulai menyeret tubuh pria itu menuju kamar. Setelah sampai, Sarah menutup pintu secepat mungkin. "Apa yang anda lakukan?" tanya Arsen begitu Sarah selesai dengan tingkah anehnya. Sarah meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya, "Shttt! Pelankan suaramu" ucap Sarah berbisik lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ia m