Share

Berkomunikasi Dengan Roh Seiji

“Ibu aku pergi dulu!”

“Sarapannya?”

“Maaf, hari ini nggak dulu!”

Setelah kejadian kemarin sore di sekolah Sora harus berangkat agak pagi ke sekolah untuk meminta kompresan ke UKS. Sora tinggal di sebuah apartemen di lantai 10, sehingga dia menaiki lift untuk turun ke lantai dasar.

Karena saat itu jam masih menunjukkan pukul 6 pagi, sehingga apartemen itu masih sangat sepi. Sora menekan tombol 1 pada lift itu, dan saat pintu mulai tertutup dia merasakan udara dingin berhembus di tengkuk lehernya, aura mencekam menemaninya selama dia berada di dalam lift dan seketika dia teringat akan kejadian di sekolahnya.

“Aku harap semua itu mimpi … tetapi kejadian kemarin sama sekali nggak seperti mimpi .…” ucap Sora dalam hatinya. Sebenarnya Sora penasaran dengan apa yang ada di belakangnya, namun dia tidak bisa menoleh sama sekali.

Suara denting pertanda lift telah sampai di lantai tujuannya membuat Sora tersadar dan bersiap untuk segera turun setelah pintu lift itu terbuka. Setelah lift mencapai lantai 1 dan pintu terbuka, ia segera berlari keluar tanpa menoleh sedikit pun kebelakang.

“Hahh! Lain kali naik tangga aja, deh. Walaupun kakiku nantinya akan membesar karena turun dari lantai 10 ke lantai 1.” Sora bergumam sambil keluar dari apartemennya, namun dia terkejut ketika di sepanjang jalan depan apartemennya dia melihat banyak arwah yang sedang berlalu lalang. Ada seorang perempuan yang sedang duduk sambil menggendong bayi dengan banyak noda darah di tubuhnya, seorang laki-laki yang sedang berdiri di trotoar sambil memegang helm, dan sosok mereka tembus pandang.

Sosok perempuan itu melirik ke arah Sora dan membuat tubuhnya bergetar dan tidak dapat bergerak. Tiba-tiba sepasang tangan menutup mata Sora dan berkata, “Nggak boleh. Pura-pura nggak lihat aja, oke?” sehingga secara spontan Sora memukul perut orang itu dengan sikunya karena terkejut.

“Aduhh!”

“Hih! Kamu lagi!” ucap Sora ketika mengetahui bahwa Ryou lah yang melakukan hal itu kepadanya.

“Selamat pagi, Sora.” ucap Ryou dengan riang sambil memegang perutnya yang sakit.

“Sudah kubilang, aku nggak perlu diantar jemput!” meskipun mulut Sora berkata kejam seperti itu, tetapi sebenarnya ia merasa lega dengan kehadiran Ryou sekarang. Sebenarnya saat mengantar Sora pulang kemarin Ryou menawarkan diri untuk mengantar dan menjeputnya tapi dia menolaknya. Tetapi sepertinya Ryou tidak mempedulikan penolakan Sora.

“Nggak apa-apa. Aku sama sekali nggak merasa direpotkan, kok. Yuk berangkat!” ajak Ryou tanpa memedulikan tatapan kesal dari Sora sambil tersenyum cerah.

“Dasar nggak nyambung .…” gumam Sora, “Hei … kuakui, aku memang bisa lihat, tapi aku nggak pernah minta tolong padamu. Sikapmu ini malah merepotkanku. Aku bisa menyelesaikannya sendiri. Aku nggak ingin meminjam kekuatan orang lain, apa lagi darimu,” sambil mendorong tubuh Ryou menjauh darinya ia melanjutkan perkataan kejamnya, “Jadi tolong, jangan ikut campur dalam kehidupanku.”

“Itu … sulit .…” Ryou yang mendengar perkataan Sora memasang wajah sedihnya dan membuat Sora bingung. “Karena aku sudah berjanji kepada kakakmu bahwa aku akan melindungimu .…”

Sora yang masih tidak percaya dengan perkataan Ryou makin memasang wajah kesalnya. “Ja, janji? Dengan kakakku yang sudah meninggal?”

“Iya,” jawab Ryou.

“Kamu bisa berbicara dengannya?” 

Ryou mengangguk membenarkan pertanyaan sora membuat Sora berubah menjadi panik. “A-apa?! Jangan ngaco, deh! Sama sekali nggak kelihatan, tuh! Aku nggak percaya dia benar-benar ada di belakangku!”

“Terlepas ini bisa di percaya atau nggak, kamu harus percaya, Sora.” tiba-tiba saja Ryou mengucapkan hal itu sambil memasang wajah seriusnya sehingga membuat Sora langsung terdiam. “Kalau kamu masih belum bisa mempercayainya, kamu bisa bicara sendiri dengannya.” tambah Ryou sambil berjalan mendahului Sora.

Sora memikirkan perkataan Ryou sejenak, lalu berjalan megikutinya. “Apa itu bisa?” tanya Sora.

“Kalau kamu nggak percaya perkataanku, hari Sabtu jam 4 sore, kita ketemu di pintu depan tadi.” jawab Ryou tanpa menghentikan langkahnya sehingga membuat Sora berlari mengejarnya. “Hei, tunggu .…”

“Aku senang, kalau kamu bisa mengandalkanku, walau hanya sedikit saja.” ucap Ryou saat menoleh ke arah Sora yang menghentikannya sambil tersenyum dan membuat Sora terpesona dengan senyumannya sehingga Sora tidak mendebat perkataan Ryou lagi dan mereka berangkat ke sekolah dalam diam.

~~~~

Sabtu sore itu salju turun lumayan lebat namun Ryou sudah menunggu Sora sambil duduk di tangga depan apartemennya dengan napasnya yang mengeluarkan asap, dia sesekali melirik ke arah jam tangannya. Dan ketika dia mendengar suara langkah kaki, Ryou menoleh kebelakang.

“Aku cuma ingin berbicara dengan kakakku,” ucap Sora dengan wajahnya yang memerah sambil membetulkan jaket dan syalnya untuk menutupi wajahnya yang memerah dan sekaligus untuk menghangatkan diri. Ryou yang melihat tingkah Sora yang menggemaskan itu tersenyum.

“Jadi kita mau kemana?” tanya Sora penasaran sambil mengikuti Ryou. 

“Ke rumahku.” jawab Ryou.

“Hari ini kamu nggak pakai kaca mata? Dan lagi pakaianmu itu … memangnya nggak dingin?” tanya Sora lagi dengan nada yang dibuat seakan tidak peduli. Namun lagi-lagi Ryou hanya menjawabnya dengan senyuman. “Oh iya, rumahmu itu kuil, kan ya?” tanya Sora lagi.

“Iya, dan nanti kita akan gunakan “Yorishiro”,” ucap Ryou

“Yorishiro?” tanya Sora.

“Yap. Aku akan memasukkan arwah kakakmu ke dalam boneka supaya kamu bisa bicara dengannya. Aku sudah siapkan bonekanya, ini.” Ryou memberikan boneka kecil berbentuk singa kepada Sora.

“I-ini … kok ada bersamamu?” ketika melihat boneka yang diberikan oleh Ryou wajah Sora berubah menjadi sedih, dia ingat bahwa itu adalah boneka yang ia berikan saat ulang tahun kakaknya dengan uang tabungannya sendiri, namun pada akhirnya dia memasukkannya kedalam peti mati kakaknya. “Ayo cepat!” ajaknya pada Ryou untuk bergegas pergi ke rumahnya Ryou dan mereka pun berlari agar segera sampai ke kuil tempat Ryou tinggal.

“Ini rumahku,” ucap Ryou sambil tersenyum dan mempersilakan Sora masuk.

“Sepertinya waktu kecil aku pernah kesini, deh.” Sora melihat-lihat ke sekeliling kuil sambil terus mengikuti Ryou. 

“Memang masih di dekat rumahmu yang dulu, sih.” jawab Ryou sambil mengantar Sora masuk ke dalam kuil. “Silakan tunggu sebentar di sini, kamu bisa membuka jaketmu. Aku ganti baju dulu.” Ryou tersenyum kepada Sora dan pergi meninggalkannya.

Sambil menunggu Ryou, sora merogoh sakunya dan mengambil boneka yang diberikan oleh Ryou kepadanya. “Kenapa ini bisa ada padanya, boneka yang kuberikan kepada Kakak … padahal aku memasukannya ke dalam peti,” gumamnya. Sora sangat merindukan Kakak yang paling disayanginya itu, semenjak kepergian kakaknya Sora selalu berusaha untuk tumbuh menjadi sosok yang kuat.

Tidak lama setelah Sora merenung, terdengar suara pintu yang terbuka. Sora menoleh ke arah pintu dan terpaku saat mendapati Ryou yang sedang masuk ke dalam ruangan dengan menggunakan Hakama (pakaian tradisional jepang) sambil membawa kipas merah yang ia bawa saat memurnikan arwah.

“Uwaaw … Keren!!” tanpa sadar Sora berseru dengan pelan namun masih bisa di dengar oleh Ryou membuat dirinya tersipu malu. “Ma-masa, sih?” mendengar ucapan Ryou yang sudah berada di depannya Sora langsung tersadar dari lamunannya dan langsung mengubah pernyataanya “Ah … itu …  iya! Bajunya keren!” membuat Ryou tertawa canggung.

Ryou meletakan boneka milik Seiji di atas sebuah meja, “Ayo kita mulai.” ucapnya sambil mengulurkan tangan kirinya kepada Sora. “Tangan kananmu,” ucapnya sambil tersenyum seakan berkata ‘percayalah padaku’.

Sora meletakkan tangan kanannya di telapak tangan Ryou, saat tangannya bersentuhan dengan Ryou mendadak jantungnya berdetak sangat cepat, Ryou menggenggam tangan Sora dengan lembut dan membuatnya tersipu malu. Tapi demi bisa berbicara dengan kakaknya Sora menahan semua itu.

Ryou membentangkan kipas merahnya dan mulai membacakan sebuah mantra untuk memanggil arwah. “Wahai arwah pelindung dan Kakak Sora Karasawa, Seiji Karasawa! Bersemayamlah di boneka ini dan sampaikan keinginanmu!” kipas merah itu memancarkan sebuah cahaya lembut dan Ryou mengarahkannya kepada boneka singa kecil itu.

Setelah beberapa saat boneka itu bersinar dan mulai bergerak, Sora yang melihat kejadian itu meneguk ludah keringnya karena gugup. Boneka itu mengeluarkan suara yang lembut dan memanggil nama Sora. “Sora … Sora .…”

Sora mengenali suara itu, suara lembut yang berasal dari boneka itu adalah suara kakak laki-laki Sora, Seiji.

“Kakak!” Sora memanggil kakaknya dan hendak mennghampiri boneka itu, namun tangan Ryou menggenggamnya dengan erat agar Sora tidak melepaskan tangannya, ketika Sora menoleh ke arah Ryou dia melihat wahah Ryou sudah dipenuhi dengan keringat sehingga membuat Sora berhenti.

“Tetaplah berpegangan padaku,” ucap Ryou dengan suaranya yang parau sambil terus berkonsentrasi.

“Sora, sudah nggak ada waktu lagi.” Arwah Seiji berbicara kepada Sora. “Aku sudah nggak bisa melindungimu lagi.” Tambahnya.

“Melindungiku? Kenapa?” tanya Sora dengan lirih.

“Ini bukanlah persoalan yang bisa kamu selesaikan sendirian. Arwah-arwah itu akan mengincarmu saat kamu lengah,” Sora teringat dengan kejadian penyerangan di sekolah yang terjadi dua kali. “Mereka akan mati-matian meminta tolong, merasuki dan merebut kekuatan hidupmu. Ada juga arwah yang berusaha membunuhmu, karena itu … mintalah perlindungan Ryou sekarang dan selamanya … mintalah Ryou untuk terus—berada—di sisimu—” 

“Kakak!” Sora berteriak. Semakin lama suara Seiji semakin mengecil dan menghilang dan tiba-tiba Ryou melepaskan genggaman tangannya pada Sora dan ambruk ke lantai sehingga membuat Sora terkejut. “Hei! Ryou! Kamu kenapa?!” panggil Sora dengan panik.

“Maaf … aku nggak apa-apa .…” ucap Ryou dengan napas yang terengah-engah sambil menahan rasa sakit. Melakukan pemanggilan arwah dan menaruhnya di Yorishiro menguras banyak energi sehingga Ryou merasa sangat lelah.

Sora yang melihat keadaan Ryou yang seperti ini merasa tidak enak hati, “Ryou … walaupun kamu kuat, kamu nggak perlu memaksakan diri! Lagi pula dengan meminta kamu untuk terus di sisiku, itu maksudnya aku disuruh menikah denganmu begitu? Jangan bercanda, deh. Mana mungkin ki—”

Belum sempat Sora menyelesaikan kalimatnya, Ryou terbangun dan kembali duduk menghadap ke Sora dengan menahan rasa lelahnya, “Aku nggak memaksakan diri.” ucapnya dengan napas yang masih terengah-engah dan keringat yang menetes di wajahnya. Dengan wajah yang serius Ryou melanjutkan perkataannya dengan lantang , “Aku menyukaimu. Makanya aku ingin melindungimu!”

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status