Sejak kejadian memalukan yang menimpa dirinya, Ilma memutuskan untuk berhenti kuliah. Bagi gadis yang selalu menjaga image dan harga diri di hadapan semua orang, hal itu tentu saja menjadi sebuah aib yang sangat memalukan. Apalagi, perihal skripsi yang ia buat untuk mahasiswa yang malas, menjadi tambahan catatan buruk perilaku Ilma.
Juan menyuruh seseorang untuk menemui Ilma dan menyampaikan sebuah surat yang berisi permintaan maaf serta janji akan bertanggung jawab bila tumbuh benih atas perbuatannya. Namun, oleh Ilma ditolak mentah-mentah.
"Pak Juan memohon agar diberi kesempatan untuk berbicara dengan Mbak Ilma sekali saja. Beliau meminta Mbak Ilma datang membesuk ke sel tahanan," ujar seorang pemuda yang usianya kira-kira di atas Ilma.
"Jangan harap! Aku hanya akan datang bila polisi memanggilku ataupun saat sidang," tegas Ilma.
Akhirnya, pe
Pada kesempatan itu, apa yang Doni takutkan terjadi. Kakak Ilma meminta padanya untuk menutupi aib sang adik dengan cara Doni menikahi Ilma."Hanya untuk menutupi aib keluarga kami, bisakah, Don? Kami mohon," ujar kakak Ilma memelas.Sementara abahnya terlihat terkejut, tapi pada akhirnya ikut memohon."Bolehkah Abah meminta padamu juga, Don? Bolehkah Abah bersimpuh di kaki kamu?" ucap pria tua dengan berlinang air mata.Sejenak Doni terdiam. Berpikir apa yang akan ia ucapkan agar keluarga dari seseorang yang pernah membantunya dulu tidak merasa sakit hati."Mohon maaf, Pak Haji, Mas, dan Ibu. Saya baru saja bekerja di sebuah yayasan. Dan aturannya tidak boleh menikah selama satu tahun. Saya juga belum berpikir ke sana, karena menikah itu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sementara Bapak sekeluarga tahu, kea
Ekstra part 2POV ARYAFani, sebuah nama yang akan selalu teringat dalam memori ini. Aku sangat mengaguminya. Selama ini berhubungan dengan banyak sekali wanita yang bakal artis dan sosialita, membuatku jenuh.Sempat ada sebuah keinginan untuk lebih dekat dengannya. Namun, keadaan dia sangat berbahaya apabila aku nekat terus mendekatinya. Oleh karena itu, aku memilih menjauh.Seringkali mata ini harus merasakan candu saat melihat gerak-geriknya dari jauh. Akan tetapi, setelahnya hati merasa sakit."Aku bisa membuat dia sengsara, kalau kamu masih nekat dekat dengannya." Ancaman Sheren selalu membuat bibir yang tertarik sempurna kala melihat Fani tertawa--terpaksa menarik kembali senyum.Saat wisuda menjadi situasi yang sangat menyedihkan karena aku harus benar-benar berpisah dengan dia. Aku hadir dalam acara wisuda itu. Namun, banya
Persiapan pernikahan telah dimulai. Sheren tentu lebih banyak mendominasi semua pendapat. Apapun yang ia inginkan, harus diiyakan semua orang. Keluarganya ikut mendominasi segala aturan juga. Sementara keluargaku seakan tidak pernah ada artinya di hadapan mereka. "Kita ini orang Jawa, alangkah baiknya, acara resepsi juga harus ada unsur adat jawanya,” ucap Ibu kala Sheren datang ke rumah untuk mengantarkan seragam keluarga. “Aduh, Bu, aku ini ‘kan teman-temannya anak-anak sosialita. Aku gak bisa lah, Bu, kalau ikut-ikutan cara-cara orang dulu. Aku nanti mau bikin party ala-ala pernikahan modern,” tolak Seheren dengan seolah apa yang Ibu pikirkan salah besar buatnya. Pun dengan oran tuanya, apabila Bapak menyumbangkan sebuah ide, akan ditolak secara mentah-mentah. “Mereka tidak mengjormati kita kesannya ya, Pak,” ucap Ibu saat kami sedang berkumpul bersama di ruang keluarga.
Arya terbangun dalam keadaan masih pusing. Meskipun sedikit sadar dan banyak tidaknya, ia paham, bila saat ini berada di sebuah ruangan dalam keadaan berbaring. Mencoba bangun meski tertatih, sembari memegang bagian paling atas dari tubuhnya. Dan, betapa kaget saat melihat bagian dada terlihat tanpa sehelai benang. "Hah?" teriak Arya kaget, saat membuka selimut yang ternyata langsung menunjukkan bagian tubuh yang bawah dalam keadaan sama. "Kenapa kaget?" tanya seorang perempuan yang memakai sebuah handuk dililitkan sampai dada. Sontak Arya menarik kembali selimut yang turun dari badan agar menutupi dada. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan suara tinggi. "Kenapa aku yang ditanya seperti itu?" ujar wanita berwajah putih enteng sembari mengibaskan rambutnya yang basah. "Pergi kamu dari sini!" teriak Arya lantang. "Ini kamar hotel yang aku pesan. Kenapa harus pergi dari sini?" sahut wanita yang terlihat santai meski hanya memakai handuk—dengan enteng. "Lalu, kenapa ak
“Kamu kemana saja, Mas? Kenapa hapenya mati? Kenapa sulit untuk dihubungi?” omel Sheren saat malam hari ia datang ke rumah Arya.Arya melakukan aktivitas malamnya tanpa menghiraukan pertanyaan dari wanita yang tidak disukainya itu. Dalam benak, masih terbayang wajah Mahira yang memiliki pipi tembem dan putih serta alis hitam yang sangat tebal. Ia masih penasaran, apakah melakukan sesuatu hal atau tidak. Dan timbul pula pertanyaan mengapa uangnya masih utuh.“Mas, kamu dengar aku atau tidak?” bentak Sheren kesal.“Jika kamu mau menikah dengan aku, jangan mengekang aku, Sheren. Jangan pernah mendikte aku, atau kamu akan aku buat malu menungguku di pelaminan,” hardik Arya.Sheren menelan saliva. Meski ia tahu jika Arya tidak mencintainya, tapi baru kali ini, tunangannya itu menghardiknya dengan suara yang sangat keras.“Mas, kalau kamu membatalkan pernikahan kita maka Fani ….”“Aku sudah tidak peduli dengan segala ancaman kamu. Fani sudah bahagia dan pergi jauh. Dia punya seorang suami y
Pesta yang mewah, pelaminan yang megah sesuai impian Sheren menjadi saksi bersatunya hubungannya dengan Arya.Suara saxophone mangalun merdu, mengiringi langkah kedua mempelai menuju singgasana. Gadis egois itu tersenyum bahagia. Namun, tidak begitu dengan Arya. Matanya nanar menatap depan. Jika tidak penuh resiko, lelaki yang terlihat tampan dengan balutan jas berwarna abu-abu itu ingin menangis. Alunan musik seakan mengingatkannya pada Fani, juga pada hatinya yang tidak menginginkan pernikahan itu.Hamdan dan sang istri yang tahu persis apa yang anak laki-lakinya rasakan saat itu, hanya bisa berusaha tersenyum untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi.Sandi bukan tidak paham, jika pernikahan itu terjadi tanpa cinta. Namun, rasa sayang terhadap putri semata wayang, telah membuatnya mengikuti sesuatu hal yang seharusnya tidak pernah terjadi.“Mas, bisa tidak kamu tersenyum sama mereka? Ini hari bahagia kita,” bisik Sheren di telinga Arya.Malas berdebat dengan Sheren, Arya memilih m
Pagi telah datang. Dua insan yang semalam tidur dengan saling memunggungi, tengah menyantap sarapan pagi bersama. Tanpa mengucap sepatah kata.“Habis ini kita akan pulang kemana, Mas?” tanya Sheren memulai pembicaraan.“Aku ingin pulang ke rumah. Cukup semalam saja, ‘kan kita menginap di sini?” sahut Arya.“Aku memesan kamar untuk tiga malam. Tapi kalau kamu sudah tidak nyaman, kita pulang ke rumahku,”“Di rumah kamu masih ramai bukan?”“Iya. Itu akan membuat suasana hatiku hangat. Daripada harus selalu merasa kesepian di sini.”“Sheren, kita hanya satu malam saja. Dan kita sama-sama lelah.”“Mungkin pasangan lain tidak.”“Lalu kamu maunya apa?”Sheren menghentikan aktivitas sarapannya. Ia yakin, Arya paham bagaimana dan apa yang harus dilakukan sepasang pengantin.“Aku bahkan sudah mengeluarkan uang banyak untuk pesta kita. Seserahan yang kamu dan keluargamu berikan, jelas tidak cukup untuk membiayai pernikahan kita yang mewah. Aku heran saja, setelah apa yang aku dan keluargaku korb
Keluarga besar Sheren masih banyak yang berkumpul. Mereka rencananya akan mengikuti acara unduh mantu yang sudah dipersiapkan oleh ibu Sheren dengan sangat matang. Umumnya, keluarga besar yang masih tinggal adalah kaum perempuan. Sementara suami mereka sudah kembali ke rumah masing-masing untuk mengurus pekerjaan.Arya berusaha bersikap ramah, meski itu terkesan dipaksakan. Sheren tersenyum melihat sikap sang suami yang sudah sedikit mencair. Berharap, malam yang akan mereka lalui selanjutnya tidak akan penuh dengan kebisuan.Obrolan seputar harta kekayaan dan juga barang-barang mewah, banyak mendominasi di ruang keluarga rumah Sandi yang luas. Arya merasa sangat asing dengan topic yang ia dengar, tapi berusaha untuk sesekali menyahut, meski ia tidak paham sama sekali.“Mau ikut arisan tas gak? Ini ada model terbaru harganya lima belas juta,” ujar tante Sheren.“Mana, Tante?” tanya Sheren penasaran.Mereka kemudian asyik melihat gambar-gambar tas yang ada di sebuah akun media sosial.