London, Inggris
Darius sedang berada di salah satu club malam eksklusif bersama teman temannya. Mereka terbiasa berkumpul minimal satu kali dalam sebulan, termasuk dengan wanita di sebelahnya, Christine. Christine adalah adik dari salah satu teman dekatnya, Raphael. Wanita itu membantu Raphael mengurus perusahaan keluarganya.
Sebenarnya Darius tidak dekat dengan Christine dan dia pun memang tidak mau dekat dekat dengan wanita itu. Janda satu anak yang sangat agresif mengejarnya selama tiga tahun ini. Raphael bahkan sudah angkat tangan, dia sudah lelah menasehati Christine agar tidak mendekati Darius lagi.
Kalau bukan karena pertemanannya dengan Raphael, Darius pasti sudah mengusir wanita itu dengan kasar. Wanita yang mendekatinya biasanya hanya bertahan beberapa bulan. Mereka lambat laun mundur teratur karena dia tidak menanggapi, bahkan tidak jarang dia mengusir mereka dengan kasar.
Hanya wanita di sebelahnya ini yang tidak mau menjauh. Seperti sekarang, wanita itu tetap menempel padanya walaupun dia tidak pernah menggubris perkataanya dan selalu menepis saat tangan wanita itu mulai menyentuh dirinya. Dia tidak suka disentuh wanita, apalagi oleh wanita yang tidak disukainya, dan tidak ada wanita yang pernah benar benar disukainya seumur hidupnya selain ibunya.
Entah apa yang ada di otak wanita itu? wanita itu terus menempel padanya, bilang cinta setiap saat, tetapi tidur dengan pria berbeda tiap minggunya. Hal yang semakin membuatnya muak pada wanita itu. Terlalu murahan.
Walaupun usianya sekarang hampir kepala empat, dia tidak berpikir untuk menikah. Cukup dua kali gagal menikah membuatnya berencana melajang seumur hidupnya. Toh memang dia tidak pernah benar benar tertarik pada wanita, termasuk kedua wanita yang hampir menikah dengannya. Sikapnya yang terlalu kaku pada semua hal membuat kedua wanita itu kabur ke pelukan pria lain. Bahkan ke pelukan adiknya sendiri.
Darius jelas tahu, daripada wajahnya yang tampan, kekayaannyalah yang membuat dirinya menjadi salah satu incaran para wanita. Dan dirinya sangat berhati hati agar tidak terkena jebakan para wanita itu, termasuk ular disebelahnya.
Tiba tiba tangan wanita di sebelahnya mulai menyentuh pahanya. Darius bermaksud untuk menepis tangan itu saat sebuah bokong mendarat di pangkuannya, menindih tangan Christine. Yang membuat wanita itu langsung menarik tangannya seraya memekik kesakitan.
Begitu juga dengan Darius yang hampir saja melempar siapapun wanita di depannya yang dengan berani duduk di pangkuannya, tapi tangannya berhenti saat dia mendengar wanita itu berkata dengan bahasa ayahnya.
“Om Darius, aku sudah lelah” kata gadis itu dengan suara manjanya. Wajahnya terlalu belia untuk disebut wanita dewasa.
Dia merasa familiar dengan nada suara manja ini, tapi pemilik suara ini seharusnya berada di Jakarta yang jaraknya hampir dua belas ribu kilometer dari tempatnya sekarang berada.
Dia memicingkan matanya menatap wanita yang masih duduk di pangkuannya dan sekarang sedang mengalungkan tangannya di lehernya. Gadis yang sedang balas menatapnya manja dan dengan mengedip ngedipkan matanya itu memiliki wajah khas orang asia yang sangat cantik. Wajah berbentuk hati dengan mata besar dan bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir kecil tapi penuh. Wajah cantik itu dibingkai rambut yang di cat ungu pastel, yang membuat penampilannya mirip karakter anime Jepang atau artis K-pop.
Walau sudah hampir tiga tahun mereka tidak bertemu dan banyak perubahan pada diri gadis itu, ditambah make up yang menghias wajahnya. Tapi Darius tidak akan lupa wajah itu.
“Morin?” tanyanya ragu.
Dan dia dihadiahi senyum indah wanita itu disertai ciuman di pipi kiri dan kanannya. Yang membuat teman temannya terkisap karenanya. Mereka sejak tadi hanya diam menunggu dan penasaran tentang apa yang akan dilakukan Darius pada wanita yang berani sembarangan duduk di pangkuannya. Bahkan sekarang wanita itu juga mencium Darius dan wanita itu tidak diapa apakan? Dunia pasti sudah mau kiamat. Darius dan wanita bagai kutub utara dan selatan.
“Sudah kuduga, om pasti akan mengenaliku” kata Morin tertawa. Dia masih menggunakan bahasa ibunya.
“Apa yang kamu lakukan disini?” Darius memicingkan matanya dan menjawab dengan bahasa yang sama.
“Memang ngapain orang ke club malam om?” jawab gadis itu polos.
Kalimat pertanyaan balasan itu membuat Darius memperhatikan pakaian Morin. Dress mini ketat yang membalut tubuhnya yang sekarang sudah sangat berlekuk. Dan paha jenjangnya yang sekarang terpampang di pangkuannya membuat emosinya naik.
“Ayo pulang” hardiknya. Dia tidak mau tubuh keponakannya ini dilihat banyak pria mata keranjang.
“Iya om, kan tadi aku bilang aku juga sudah lelah” jawab Morin manja.
Morin berdiri dari pangkuan Darius dan Darius juga langsung bangkit. Dia harus membawa keponakannya ini keluar dari tempat ini sesegera mungkin.
Darius mengambil jaketnya dari sandaran kursi dan meyampirkannya pada Morin. Membuat tubuh gadis itu tenggelam di jaketnya. Hal itu tidak lepas dari pandangan semua yang ada di meja itu. Darius tidak pernah berlaku manis pada wanita manapun, hal itu membuat mereka penasaran pada sosok di depannya ini yang bisa bersikap manja pada Darius dan mendapatkan perhatian pria itu.
“Tunggu Darius, kamu mau kemana?” tanya Christine. Dia tidak suka Darius memperhatikan wanita lain. Bahkan wanita itu lebih terlihat seperti anak sekolah. Rasanya dia ingin mencakar wajah sempurna wanita itu.
“Pulang” jawab Darius sambil lalu.
“Tapi kita kan belum lama disini” Christine berkata sembari mendelik pada wanita berambut ungu yang sedang bergelayut di tangan Darius. Gadis itu memandang remeh padanya dan malah menyatukan jemari tangannya dengan jemari Darius.
“Tidak ada yang menyuruhmu pulang. Mereka masih disini.” Darius menunjuk dengan dagunya ke arah teman temannya yang masih menatapnya tidak percaya.
“Hm.. Darius, apakah kamu tidak mau memperkenalkan temanmu yang cantik ini pada kami?” tanya Walter, salah satu temannya yang akhirnya bisa bersuara. Yang langsung disambut dengan suara riang Morin.
“Kenalkan namaku Morin, aku sugar babynya uncle Darius”
Kalimat itu membuat semua orang disana terperangah, termasuk Darius yang langsung melotot pada Morin. Sebelum Darius bisa menyanggah perkataan Morin, gadis itu sudah kembali berujar.
“Karena aku sudah lelah, jadi kami pulang duluan ya. Silakan kalian melanjutkan bersenang senangnya” lanjut Morin masih dengan suara riangnya. Dan dia langsung menarik tangan Darius agar mengikuti langkahnya dan meninggalkan teman temannya yang masih menganga sembari menatap kepergian pasangan itu hingga hilang dari pandangan.
"Dunia sudah mau kiamat" kata Walter lagi.
"Sebentar lagi akan perang dunia" kata Jordan.
"Apakah wanita tadi nyata?" kata Edmund.
****
hai semuanya, ketemu lagi dengan Morin...
tolong dukung Morin yak dengan komentar dan votenya...
kali ini Morin dengan sejuta akalnya akan menjerat Om Darius tercintanya..
jika mau tau cerita Morin kecil yang berjuang mencari mama baru, mampir ke Warisan Pacar 3 Bulan..
jika penasaran dengan cerita cinta segitga Darius, Adiknya dan istri adiknya mampir ke Stealing My Brother's Bride
Satu bulan sebelumnya... Di pagi hari yang tenang di kediaman Donny. Terdengar suara berisik dari lantai dua. Suara pintu dibanting dan derap langkah orang berlari menuruni tangga disertai teriakan tap tap tap “Papa!” “Mama!” Donny yang sedang duduk sambil menyesap kopi di kursi meja makan langsung meletakan kopinya. Dari teriakan Morin, dia tau sebentar lagi putrinya akan menghambur padanya. Betul saja tidak sampai tiga puluh detik kemudian, anak gadisnya itu sudah melompat ke pangkuannya dan memeluknya erat. Kapan anak gadisnya ini menjadi dewasa? pikir Donny. “Aku lulus papa! Aku diterima di universitas X d
Kembali ke London saat ini…. Morin menarik Darius bukan menuju keluar club tapi ke salah satu meja VIP di sisi lain club itu. Dan sepanjang jalan itu Darius sibuk melindungi Morin dari tersenggol pria lain, padahal suasana sedang sangat ramai. Dia kesal melihat cara para pria itu memandang Morin dengan tatapan buas. Akhirnya mereka tiba di sebuah meja yang sepertinya diisi oleh teman Morin. Darius ingat pernah bertemu wanita itu di Jakarta dan dia juga mengenali pria yang duduk disana bersama teman Morin, Gavin Stefanus Lucas, pemilik Lucas Group. Ada beberapa teman pria itu juga disana. Darius menyapa mereka. “Jisoo, aku mau balik dulu ya dengan Om Darius” Morin menyapa masih dengan suara riangnya. Keriangan yang berasal dari keberhasilannya memisahkan om tersayangnya dari jendis kegatelan itu. Tentu saja Morin tau siapa wanita itu. Salah satu saingannya dalam mengejar cinta om tersayangnya. Bukan Morin namanya kalau tidak melakukan riset meny
Morin agak kesulitan mengikuti langkah kaki Darius, selain kakinya lebih pendek dari pria itu, dia juga menggunakan heels sepuluh sentimeter, yang membuatnya semakin sulit berjalan cepat.“Om, jangan cepat cepat. Nanti kakiku keseleo.” kalimat itu membuat Darius memperlambat langkahnya, walau pria itu tetap tidak melihat padanya.Saat memasuki lift untuk menuju parkiran basement barulah tatapan mereka bertemu kembali. Dengan heels setinggi sepuluh centimeternya, tinggi tubuhnya menjadi tidak terlalu jauh dari Darius. Tinggi badannya sekarang seratus enam puluh delapan sentimeter ditambah heels itu menjadi seratus tujuh puluh delapan sentimeter. Hanya selisih tujuh senti dari tinggi Darius. Hanya saja dirinya tetap terlihat kecil disebelah Darius yang memang memiliki tubuh gagah yang tinggi besar.Saat itulah Morin mulai menggunakan jaketnya kembali. Dia bahkan tidak berharap omnya akan membantunya, dia tahu omnya tidak peka dan dia tidak keberatan me
Setelah berulang kali tidak berhasil menghubungi Gavin, akhirnya Darius menyerah dan memutar mobilnya menuju apartemennya. Morin yang menyadari Darius sudah tidak berniat bertanya apapun lagi padanya hanya menatap keluar kaca jendela. Gadis itu harus mengigit bagian dalam pipinya agar tidak tersenyum dan bersorak.“Kapan kamu tiba disini?” perkataan Darius menarik Morin dari lamunan euforianya. Dimana dia sedang menimbang apa saja yang akan dia lakukan di apartemen Darius setelah ini. Dia sudah hafal di luar kepala semua trik yang ada dalam buku strateginya.“Kemarin Om”“Kenapa tidak menghubungiku?”“Morin takut mengganggu om, sepertinya om sangat sibuk. Om bahkan sudah dua tahun tidak pulang ke Indonesia.”“Hm.. belakangan aku memang tidak bisa lama meninggalkan pekerjaanku. Sedangkan kembali ke Indonesia pasti tidak sebentar.” Darius melirik Morin saat mengatakan hal itu. Dulu ana
Pukul delapan pagi Darius sudah bersiap untuk berangkat ke kantornya. Saat keluar dari kamar, dia tidak melihat Morin. Mungkin gadis itu masih jetlag karena gadis itu bilang dia baru tiba kemarin lusa. Jadi dia tidak tega untuk membangunkan Morin untuk mengantar gadis itu ke tempat Gavin. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang lebih cepat hari ini, nanti sore saja dia mengantarkan Morin ke tempat Gavin. Setelah menyiapkan sarapan untuk gadis itu, Darius berangkat ke kantor.Tidak lama setelah pintu apartemen ditutup, Morin keluar dari kamarnya. Gadis itu sebenarnya sudah bangun dari jam tujuh, tapi dia tidak berani keluar kamar. Dia tidak mau diseret Darius pagi pagi ke tempat Jisoo, tidak ada alasan bagi Om Gavin untuk tidak mengangkat teleponnya saat Darius menghubungi di pagi hari seperti ini.Morin tiba di London lima hari yang lalu, tapi dia sengaja tidak mencari Darius dari saat dia tiba. Hari ini adalah waktunya Jisoo dan Om Gavin kembali ke Jakarta. O
Darius kesal setengah mati. Dia menyadari kalau dia sudah masuk jebakan keponakan bandelnya. Selain harus mengurus keponakannya selama di Inggris, nanti dia juga harus mengantarkan anak ini pulang tanpa cacat* sedikitpun, atau dirinya akan habis oleh ibunya. Dan sekarang dia harus tahu apa yang sebenarnya membuat anak itu memaksa tetap disini.“Apa yang kau inginkan Morin?” tanyanya. Matanya menyipit curiga menatap keponakannya.“Melihat kampus tempat aku kuliah. Kan barusan Morin sudah bilang” jawab Morin polos sembari mengerjapkan bulu matanya. Padahal dalam hatinya sudah deg deg-an melihat cara Darius melihatnya.“Yang sebenarnya Morin?” kalimat itu lebih mirip tuduhan daripada pertanyaan.“Tentu saja sebenarnya” Jantungnya sudah seperti mau copot melihat ekspresi dingin Darius.“Aku tahu ada yang kau rencanakan” sekarang suaranya-pun sedingin cuaca di luar.“Kan sudah aku
Darius tidak menolak saat Morin menggandeng tangannya yang membuat gadis itu senang, padahal sebenarnya Darius tidak mempermasalahkan hal itu karena masih menganggapnya anak kecil yang sedari dulu suka menggandeng tangannya.Saat menunggu lift, Morin yang sudah penasaran sedari tadi akhirnya bertanya“Bagaimana cara om menemukan aku?”“Tentu saja dari GPS tracking yang kamu pasang di ponsel om” itu adalah tracking dua arah, jadi kedua belah pihak bisa saling memantau.“Om tahu?” mata Morin membelalak kaget. Darius yang melihat reaksi keponakannya menjadi bingung.“Bukannya memang kamu sengaja memasang itu untuk memberi tahu saya dimana posisi kamu. Agar saya bisa mengetahui dimana mencari dirimu?” tanyanya.Morin hanya diam. Tidak mungkin dia mengakui kalau GPS itu dia pasang untuk memata matai omnya. Malah sekarang omnya berpikir dia memasang GPS itu karena takut menjadi anak hilang di negara
Darius segera menyelesaikan makannya dan langsung masuk ke kamarnya, tepatnya ke kamar mandi. Dia sengaja mandi dengan menggunakan air dingin untuk meredakan panas yang tiba tiba datang tadi, padahal sekarang sedang musim dingin. Dia harus mengeyahkan pemandangan pinggang ramping dan mulus Morin dari otaknya. Namun bukannya bayangan itu hilang tapi malah ditambah bayangan tengkuk dan bahu mulus Morin yang dilihatnya semalam.Darius masih berdiri di bawah pancuran air dingin. Dia bingung dengan reaksi tubuhnya sendiri. Setelah sekian lama dia hidup sendiri dan tidak pernah menyentuh wanita, mengapa baru sekarang tubuhnya bereaksi seperti saat dirinya puber? Dan mengapa harus tubuh keponakannya yang bisa membuat pikirannya kemana mana? Tiba tiba sebua