Pukul delapan pagi Darius sudah bersiap untuk berangkat ke kantornya. Saat keluar dari kamar, dia tidak melihat Morin. Mungkin gadis itu masih jetlag karena gadis itu bilang dia baru tiba kemarin lusa. Jadi dia tidak tega untuk membangunkan Morin untuk mengantar gadis itu ke tempat Gavin. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang lebih cepat hari ini, nanti sore saja dia mengantarkan Morin ke tempat Gavin. Setelah menyiapkan sarapan untuk gadis itu, Darius berangkat ke kantor.
Tidak lama setelah pintu apartemen ditutup, Morin keluar dari kamarnya. Gadis itu sebenarnya sudah bangun dari jam tujuh, tapi dia tidak berani keluar kamar. Dia tidak mau diseret Darius pagi pagi ke tempat Jisoo, tidak ada alasan bagi Om Gavin untuk tidak mengangkat teleponnya saat Darius menghubungi di pagi hari seperti ini.
Morin tiba di London lima hari yang lalu, tapi dia sengaja tidak mencari Darius dari saat dia tiba. Hari ini adalah waktunya Jisoo dan Om Gavin kembali ke Jakarta. Om tersayangnya tidak tahu hal itu dan dia tidak akan berani mengirim dirinya pulang ke Indonesia seorang diri, bisa dibantai dia oleh oma, hihi… Jadi pria itulah yang harus mengantarnya kembali ke Jakarta walaupun menggunakan jet pribadinya.
Morin Morin, kamu memang gadis yang cerdik. Dia memuji dirinya sendiri.
Morin menghubungi Jisoo untuk memastikan barangnya diantar pagi ini, karena Jisoo akan kembali ke Indonesia jam sebelas nanti. Bisa berabe kalau barangnya tidak keburu diantar, semua senjata perangnya ada di kopernya itu.
Saat menuju pantry untuk mengambil air minum lagi, dia melihat note yang ditempel di kulkas.
Om sudah menyiapkan makan pagi untukmu dan juga sudah kusiapkan di meja beberapa jenis kabel data yang bisa kamu coba untuk mengisi daya ponselmu, dicoba saja apakah ada yang bisa kamu gunakan.
Untuk makan siang kamu bisa membeli di restoran di bawah, minta mereka memasukannya ke tagihanku.
Jangan lupa meminta alamat Gavin setelahnya. Aku akan pulang jam tiga untuk mengantarmu. ke tempat Gavin.
Darius.
Morin bersenandung mencari sarapan paginya di meja pantry. Kapan lagi dia makan masakan yang dibuat omnya? Jika dia datang bersama oma, pasti oma yang akan menyiapkan makanan mereka.
Morin mengangkat tudung saji dan menemukan sosis, bacon dan telur ceplok diatas piring. Di sebelah piringnya ada beberapa kabel data yang tadi disebutkan Darius. Morin mencari yang cocok dengan ponselnya, karena daya ponselnya memang sudah lemah sekarang.
Dia menyeduh teh sebagai teman sarapannya, sebenarnya dia lebih meyukai cokelat panas tapi hanya ada teh dan kopi disini. Sembari sarapan, Morin mengecek ponselnya. Dia ingin memastikan kalau dia berhasil meng hack ponsel Darius. Gadis berambut ungu itu tersenyum puas saat melihat pergerakan (ponsel) om kesayangannya. Omnya sedang berada di Volle Tower London.
Satu per satu, perlahan tapi pasti, tujuanku pasti tercapai. Om tidak akan bisa lepas dariku kali ini.
Darius yang sekarang berada di kantornya dan meeting dengan para managernya tiba tiba merinding, bulu kuduknya berdiri. Entah mengapa firasatnya tidak enak. Tiap kali dia merasa seperti ini, pasti akan ada masalah.
****
Sekitar jam sepuluh, barang barang Morin tiba di apartemen. Morin menghabiskan siang itu untuk membereskan barangnya. Dia mengeluarkan pakaian masa kecilnya dan menyusun pakaian barunya di lemari. Begitu juga dengan semua peralatan make up dan perintilan wanita lainnya. Dia bahkan membawa bikini two piece walaupun sekarang disini musim dingin. Mungkin saja nanti dibutuhkan untuk mejeng di kolam renang indoor. Apalagi cara menyadarkan pria bahwa seorang anak sudah dewasa kalau bukan dengan menunjukkan lekuk tubuhnya? Jika menggunakan pakaian seperti semalam saja kurang jelas, maka sekalian tidak pakai baju.
Setelah menyusun semua barangnya sesuai dengan keinginannya, Morin keluar untuk membuang pakaian masa kecilnya dan turun untuk mencari makan siang.
Penampilannya yang seperti artis k-pop dengan rambut ungu pastel cukup menarik perhatian banyak orang, apalagi ditambah dengan wajah asianya yang cantik. Bagi Morin yang memang sudah sering menjadi pusat perhatian, hal ini tidak mengganggunya. Sekarang sudah jam dua dan dia sudah lapar, cacing di perutnya sudah berdemo.
Karena masih di dalam gedung apartemen, Morin hanya menggunakan sweater turtle neck dan legging. Semua area apartemen ini dipasang pemanas ruangan, jadi dia tidak akan kedinginan walaupun diluar suhunya minus. Dia masuk ke salah satu restoran italia di lantai bawah apartemen itu. Dia ingat pizza disini sangat lezat.
Karena sudah lewat jam makan siang, restoran ini sudah tidak ramai. Morin memilih untuk duduk di dekat jendela. Dia suka melihat pemandangan diluar pada musim dingin, apalagi pada saat salju turun seperti sekarang ini.
Setelah memesan makanan yang menurutnya enak saat terakhir dia makan disini bersama oma dan Om Darius, Morin mulai melihat keluar jendela. Memperhatikan kesibukan orang yang berlalu lalang di depan apartemen cukup menyenangkan. Apalagi semalam baru hujan salju juga. Jadi sebagian tanah telah tertutupi salju.
Makanannya datang tidak lama kemudian. Dia sedikit bingung karena yang mengantar makanannya bukan pelayan melainkan sang koki, pria italia yang ganteng pake banget, masih muda lagi. Usianya mungkin awal tiga puluhan, dengan rambut ikal bewarna hitam, alis tebal membingkai mata bewarna hijau lumut, hidung mancung khas bule dan senyumnya sekarang menyapanya membuat Morin terpana.
Wow, gantengnya bisa diadu dengan Om Darren.
Dia meletakan pizza dan macchiato pesanan Morin. Lalu meletakan sebuah piring lagi berisi arancini, bola bola nasi yang dilapisi tepung roti dan memiliki beragam isi.
“Silakan dinikmati” sapanya sopan.
“Tapi aku tidak memesan itu” tunjuk Morin pada arancini.
“Arancini ini bonus untukmu, bella” jawab pria itu masih dengan senyum mempesonanya. Halah, mulut manisnya pun sama. 11 12 sama Om Darren ternyata. Untung saja aku sudah terbiasa dengan senyum dan rayuan Om Darren, kalau tidak mana tahan. Bisa langsung lumer ditempat...
*bella adalah panggilan untuk wanita cantik dalam bahasa italia.
“Grazie signore” balas Morin dengan senyum yang tidak kalah mempesona.
“Anda bisa berbahasa italia?” tanyanya sedikit terkejut. Tatapan matanya tidak beralih dari mata Morin. Dia menyadari gadis asia di depannya ini walaupun masih muda tetapi memiliki kecantikan luar biasa dan kepercayaan diri yang tinggi. Tidak banyak wanita yang tidak tersipu saat dirinya mengeluarkan pesonanya dan gadis ini bahkan membalasnya tatapan matanya tanpa tatapan pemujaan. Menarik.
“Sedikit”
“Anda tinggal disini? Karena saya belum pernah melihat anda?” tanyanya.
“Hm.. iya. Aku baru tiba semalam. Tapi aku lapar dan lelah mendongakkan kepala. Duduklah di disana jika kamu masih mau mengobrol” kata Morin menunjuk kursi di depannya. Tidak ada tempat lain di hatinya selain untuk Om Darius tersayangnya, jadi seganteng apapun pria itu hanya bisa memberikan efek sementara pada Morin.
“Ah kurasa tidak. Aku harus kembali ke dapur. Maaf mengganggu waktumu. Semoga makanannya sesuai dengan seleramu bella. permisi” si koki ganteng pamit kembali ke dapurnya dan Morin mulai menikmati makanannya. Bahkan gadis itu tidak tertarik berbincang lama dengannya, benar benar membangkitkan minatnya.
Morin yang penasaran dengan arancini langsung mengambilnya untuk dicoba. Bola nasi itu ternyata sangat enak, apalagi dimakan panas panas dengan keju yang meleleh di dalamnya. Tanpa sadar Morin menghabiskan semua makanan itu.
Saat pelayan datang membereskan piring kotornya, pelayan itu meletakkan sebuah piring berisi kue tiramisu yang terlihat cantik dan menggiurkan. Morin mengatakan kepada si pelayan kalau dia tidak memesan kue itu. Namun sang pelayan mengatakan kalau itu dibuatkan khusus untuknya oleh Mr. Diego Marazzi, sang koki. Kalimat itu membuat Morin menoleh ke arah dapur dan menemukan pria itu sedang bersandar di bagian depan dapur dan mengangkat gelas yang dipegangnya seakan bersulang dengannya. Morin mengangguk sembari tersernyum sebagai balasan sapaan itu.
Kue yang terlihat begitu menggiurkan mana bisa ditolaknya? Dia langsung mengambil garpu untuk mencicipinya. Morin menutup matanya dan tersenyum saat merasakan saat kue itu melumer di mulutnya. Perfecto. Dia harus membawa kue ini saat kembali ke Jakarta. Harus!.
Namun dia kaget saat membuka matanya dan menemukan omnya sudah duduk di depannya.
Wajahnya tampak tidak senang.
“Apakah om memiliki ilmu menghilang dan bisa muncul tiba tiba?” tanyanya sambil memegang dadanya.
“Tidak” jawabnya datar. Morin hanya ber oh ria dan melanjutkan makan kuenya, secara dia kan cuma basa basi.
“Mengapa kamu tidak bilang kalau Gavin pulang hari ini?” tanya pria itu. Nada suara pria itu terdengar menahan marah. Sekarang dia harus mengurus Morin selama gadis itu disini.
“Aku juga baru tahu tadi pagi om. Jisoo bilang mereka ada urusan mendadak dan harus segera pulang ke Jakarta.” jawab Morin santai.
“Kan kamu bisa ikut mereka pulang!” Nada suara Darius meninggi.
“Tidak bisa om. Morin kesini karena mendapatkan undangan dari universitas X untuk melihat kampus tempat Morin kuliah nanti. Jadi Morin masih belum bisa pulang” kata Morin masih sama santainya walaupun sebenarnya dia agak takut melihat wajah Darius sekarang.
“Kamu diterima di universitas X?’ tanya Darius terkejut. Universitas X adalah salah satu universitas terbaik di Inggris.
“Jangan kaget begitu dong om. Kan Morin memang pintar.” puji Morin pada dirinya sendiri.
“Lalu bagaimana nanti kamu pulang ke Jakarta?”
“Tentu saja dengan om”
“Apa?!” suara Darius naik lagi satu oktaf mendengar dia yang harus mengantar Morin kembali ke Jakarta, mulutnya masih menganga karena terkejut. Lalu Morin memasukkan suapan kue tiramisu yang sedang dimakannya ke mulut Darius. Darius yang terkejut karena tindakan Morin langsung mengatupkan bibirnya.
“Enak kan om kuenya” kata Morin tanpa rasa bersalah. Dan aku dapat ciuman tidak langsung, sendoknya boleh kubeli ga ya buat kenang kenangan?
****
Darius kesal setengah mati. Dia menyadari kalau dia sudah masuk jebakan keponakan bandelnya. Selain harus mengurus keponakannya selama di Inggris, nanti dia juga harus mengantarkan anak ini pulang tanpa cacat* sedikitpun, atau dirinya akan habis oleh ibunya. Dan sekarang dia harus tahu apa yang sebenarnya membuat anak itu memaksa tetap disini.“Apa yang kau inginkan Morin?” tanyanya. Matanya menyipit curiga menatap keponakannya.“Melihat kampus tempat aku kuliah. Kan barusan Morin sudah bilang” jawab Morin polos sembari mengerjapkan bulu matanya. Padahal dalam hatinya sudah deg deg-an melihat cara Darius melihatnya.“Yang sebenarnya Morin?” kalimat itu lebih mirip tuduhan daripada pertanyaan.“Tentu saja sebenarnya” Jantungnya sudah seperti mau copot melihat ekspresi dingin Darius.“Aku tahu ada yang kau rencanakan” sekarang suaranya-pun sedingin cuaca di luar.“Kan sudah aku
Darius tidak menolak saat Morin menggandeng tangannya yang membuat gadis itu senang, padahal sebenarnya Darius tidak mempermasalahkan hal itu karena masih menganggapnya anak kecil yang sedari dulu suka menggandeng tangannya.Saat menunggu lift, Morin yang sudah penasaran sedari tadi akhirnya bertanya“Bagaimana cara om menemukan aku?”“Tentu saja dari GPS tracking yang kamu pasang di ponsel om” itu adalah tracking dua arah, jadi kedua belah pihak bisa saling memantau.“Om tahu?” mata Morin membelalak kaget. Darius yang melihat reaksi keponakannya menjadi bingung.“Bukannya memang kamu sengaja memasang itu untuk memberi tahu saya dimana posisi kamu. Agar saya bisa mengetahui dimana mencari dirimu?” tanyanya.Morin hanya diam. Tidak mungkin dia mengakui kalau GPS itu dia pasang untuk memata matai omnya. Malah sekarang omnya berpikir dia memasang GPS itu karena takut menjadi anak hilang di negara
Darius segera menyelesaikan makannya dan langsung masuk ke kamarnya, tepatnya ke kamar mandi. Dia sengaja mandi dengan menggunakan air dingin untuk meredakan panas yang tiba tiba datang tadi, padahal sekarang sedang musim dingin. Dia harus mengeyahkan pemandangan pinggang ramping dan mulus Morin dari otaknya. Namun bukannya bayangan itu hilang tapi malah ditambah bayangan tengkuk dan bahu mulus Morin yang dilihatnya semalam.Darius masih berdiri di bawah pancuran air dingin. Dia bingung dengan reaksi tubuhnya sendiri. Setelah sekian lama dia hidup sendiri dan tidak pernah menyentuh wanita, mengapa baru sekarang tubuhnya bereaksi seperti saat dirinya puber? Dan mengapa harus tubuh keponakannya yang bisa membuat pikirannya kemana mana? Tiba tiba sebua
Tiga puluh menit kemudian mobil itu berhenti di lobby Volle Tower. Morin turun dan masuk ke dalam bangunan itu. Dia memperhatikan tidak ada perubahan yang signifikan dari terakhir kali dia kesini tiga tahun lalu. Dia berdiri di lobby menunggu Raymond yang memakirkan mobil.Sekali lagi penampilannya menarik perhatian orang orang disana, selain karena rambutnya yang berwarna ungu, dia juga tidak menggunakan pakaian kerja, dia lebih tampak seperti artis yang sedang mau syuting film.Suasana lobby itu agak sepi karena sekarang baru jam tiga. Tidak lama kemudian, Raymond sudah masuk ke dalam lobby dan menghampirinya.“Mari ikut saya nona” kata pria itu dan Morin berjalan di belakang pria itu dan ikut naik lift menuju ruangan omnya.Namun sepertinya hari ini
Morin hampir menangis terharu saat Darius berbisik di telinganya“Begini cara kerjanya”Eh? Cara kerja?“Jika kau menekan berlian yang berada di bagian atas, dia akan langsung merekam dan rekaman itu akan langsung masuk ke ponselku.” Darius menekan berlian itu untuk memberi contoh.Rekaman apaan?“Dan jika kau dalam bahaya. Kau bisa menarik bandulnya seperti ini dan akan ada alarm bahaya yang masuk ke ponselku dan lokasi ter-akurat-mu akan terlihat.” Darius menarik bandulnya hingga terlepas. Dan ponsel darius langsung berbunyi pip pip pip pip“Awww” ringis Morin saat anting itu ditarik paksa hingga bandulnya lepas.“Apa kau mengerti?” tanya Darius.“Mengerti apa?” tanya Morin masih syok. Otaknya sedang mencoba mengerti apa yang sebenarnya terjadi?“Cara kerja alat ini” jawab Darius sembari menunjukkan bandul yang sudah l
deg deg degMorin menutup matanya dan semakin mendekatkan bibirnya ke bibir Darius. Morin menyentuhkan bibirnya ke bibir Darius. Seakan masih penasaran, dia mengulum pelan bibir bawah pria itu. Lalu dia merasakan pergerakan pria itu, Morin langsung melompat mundur. Untunglah dia melihat omnya mata omnya masih tertutup, dan dia langsung kabur keluar dari ruangan itu dan berlari ke kamarnya, dia takut pria itu nanti terbangun.Begitu Morin keluar dari ruangan itu, Darius membuka matanya, sekarang dia menggosok wajahnya dengan sebelah tangannya. Jantungnya masih berdetak cepat, dia terkejut dengan apa yang dilakukan Morin tadi.Sebenarnya tadi dia hanya bermaksud untuk mengistirahatkan matanya sebentar dan dia menyadari saat Morin mendekat. Dia penasaran apa yang ingin gadis itu lakukan dengan mengendap mendekatinya. Di
Morin tidak membuang waktu. Begitu sambungan telepon dengan ayahnya terputus, dia langsung berselancar di dunia maya. Tentu saja pencariannya berkisar mengenai ciri ciri pria gay, perilaku pria gay, bagaimana membedakan pria gay yang memang berperan sebagai pria dengan pria tulen asli? bagaimana cara menyembuhkan pria gay? bagaimana cara membuat pria gay kembali menyukai wanita? Terapi untuk pria gay, dan seterusnya seterusnya seterusnya…Tanpa terasa waktu terus berjalan hingga cacing di perutnya berdemo, ternyata sekarang sudah jam dua belas siang, dia bahkan melewatkan sarapannya. Sekarang buku catatannya sudah habis berlembar lembar untuknya membuat berbagai skenario cara membuktikan kalau omnya itu belok atau tidak?Karena ini adalah masalah yang sangat krusial untuk masa depannya, Morin berencana untuk ke kantor omnya nanti sore. Dia harus memperhatikan dengan seksama bagaimana omnya berinteraksi dengan stafnya. Karena memang di kantor omnya, terutama di l
Morin tiba di Graph Tower satu jam kemudian. Dari informasi yang diberikan Raymond, perusahaan yang dimiliki keluarga Pak Raphael itu menempati hampir setengah dari gedung Graph Tower ini.Dia memperhatikan interior gedung ini tidak jauh berbeda dengan Volle Tower. Hanya saja Volle Tower lebih mewah dan hanya diisi perusahaan Volle Group.Karena baru makan banyak di tempat Diego, Morin memilih menunggu di sofa yang ada di lobby Graph Tower. Sofa itu tepat menghadap lift, Morin sengaja memilih duduk disana agar bisa langsung mengetahui kalau omnya sudah keluar dari lift. Raymond duduk di sofa yang berada di sisi yang berbeda. Morin sudah memintanya untuk duduk di sofa yang berada di dekatnya, namun pria itu menolak.Morin mengisi waktunya dengan bermain game di ponsel, dia bosan karena obrolannya dengan teman temannya masih seputar Diego. Mereka masih terus merengek agar Morin pulang membawa Diego ke Jakarta, mereka tidak peduli dengan Darius.