Darius kesal setengah mati. Dia menyadari kalau dia sudah masuk jebakan keponakan bandelnya. Selain harus mengurus keponakannya selama di Inggris, nanti dia juga harus mengantarkan anak ini pulang tanpa cacat* sedikitpun, atau dirinya akan habis oleh ibunya. Dan sekarang dia harus tahu apa yang sebenarnya membuat anak itu memaksa tetap disini.
“Apa yang kau inginkan Morin?” tanyanya. Matanya menyipit curiga menatap keponakannya.
“Melihat kampus tempat aku kuliah. Kan barusan Morin sudah bilang” jawab Morin polos sembari mengerjapkan bulu matanya. Padahal dalam hatinya sudah deg deg-an melihat cara Darius melihatnya.
“Yang sebenarnya Morin?” kalimat itu lebih mirip tuduhan daripada pertanyaan.
“Tentu saja sebenarnya” Jantungnya sudah seperti mau copot melihat ekspresi dingin Darius.
“Aku tahu ada yang kau rencanakan” sekarang suaranya-pun sedingin cuaca di luar.
“Kan sudah aku
Darius tidak menolak saat Morin menggandeng tangannya yang membuat gadis itu senang, padahal sebenarnya Darius tidak mempermasalahkan hal itu karena masih menganggapnya anak kecil yang sedari dulu suka menggandeng tangannya.Saat menunggu lift, Morin yang sudah penasaran sedari tadi akhirnya bertanya“Bagaimana cara om menemukan aku?”“Tentu saja dari GPS tracking yang kamu pasang di ponsel om” itu adalah tracking dua arah, jadi kedua belah pihak bisa saling memantau.“Om tahu?” mata Morin membelalak kaget. Darius yang melihat reaksi keponakannya menjadi bingung.“Bukannya memang kamu sengaja memasang itu untuk memberi tahu saya dimana posisi kamu. Agar saya bisa mengetahui dimana mencari dirimu?” tanyanya.Morin hanya diam. Tidak mungkin dia mengakui kalau GPS itu dia pasang untuk memata matai omnya. Malah sekarang omnya berpikir dia memasang GPS itu karena takut menjadi anak hilang di negara
Darius segera menyelesaikan makannya dan langsung masuk ke kamarnya, tepatnya ke kamar mandi. Dia sengaja mandi dengan menggunakan air dingin untuk meredakan panas yang tiba tiba datang tadi, padahal sekarang sedang musim dingin. Dia harus mengeyahkan pemandangan pinggang ramping dan mulus Morin dari otaknya. Namun bukannya bayangan itu hilang tapi malah ditambah bayangan tengkuk dan bahu mulus Morin yang dilihatnya semalam.Darius masih berdiri di bawah pancuran air dingin. Dia bingung dengan reaksi tubuhnya sendiri. Setelah sekian lama dia hidup sendiri dan tidak pernah menyentuh wanita, mengapa baru sekarang tubuhnya bereaksi seperti saat dirinya puber? Dan mengapa harus tubuh keponakannya yang bisa membuat pikirannya kemana mana? Tiba tiba sebua
Tiga puluh menit kemudian mobil itu berhenti di lobby Volle Tower. Morin turun dan masuk ke dalam bangunan itu. Dia memperhatikan tidak ada perubahan yang signifikan dari terakhir kali dia kesini tiga tahun lalu. Dia berdiri di lobby menunggu Raymond yang memakirkan mobil.Sekali lagi penampilannya menarik perhatian orang orang disana, selain karena rambutnya yang berwarna ungu, dia juga tidak menggunakan pakaian kerja, dia lebih tampak seperti artis yang sedang mau syuting film.Suasana lobby itu agak sepi karena sekarang baru jam tiga. Tidak lama kemudian, Raymond sudah masuk ke dalam lobby dan menghampirinya.“Mari ikut saya nona” kata pria itu dan Morin berjalan di belakang pria itu dan ikut naik lift menuju ruangan omnya.Namun sepertinya hari ini
Morin hampir menangis terharu saat Darius berbisik di telinganya“Begini cara kerjanya”Eh? Cara kerja?“Jika kau menekan berlian yang berada di bagian atas, dia akan langsung merekam dan rekaman itu akan langsung masuk ke ponselku.” Darius menekan berlian itu untuk memberi contoh.Rekaman apaan?“Dan jika kau dalam bahaya. Kau bisa menarik bandulnya seperti ini dan akan ada alarm bahaya yang masuk ke ponselku dan lokasi ter-akurat-mu akan terlihat.” Darius menarik bandulnya hingga terlepas. Dan ponsel darius langsung berbunyi pip pip pip pip“Awww” ringis Morin saat anting itu ditarik paksa hingga bandulnya lepas.“Apa kau mengerti?” tanya Darius.“Mengerti apa?” tanya Morin masih syok. Otaknya sedang mencoba mengerti apa yang sebenarnya terjadi?“Cara kerja alat ini” jawab Darius sembari menunjukkan bandul yang sudah l
deg deg degMorin menutup matanya dan semakin mendekatkan bibirnya ke bibir Darius. Morin menyentuhkan bibirnya ke bibir Darius. Seakan masih penasaran, dia mengulum pelan bibir bawah pria itu. Lalu dia merasakan pergerakan pria itu, Morin langsung melompat mundur. Untunglah dia melihat omnya mata omnya masih tertutup, dan dia langsung kabur keluar dari ruangan itu dan berlari ke kamarnya, dia takut pria itu nanti terbangun.Begitu Morin keluar dari ruangan itu, Darius membuka matanya, sekarang dia menggosok wajahnya dengan sebelah tangannya. Jantungnya masih berdetak cepat, dia terkejut dengan apa yang dilakukan Morin tadi.Sebenarnya tadi dia hanya bermaksud untuk mengistirahatkan matanya sebentar dan dia menyadari saat Morin mendekat. Dia penasaran apa yang ingin gadis itu lakukan dengan mengendap mendekatinya. Di
Morin tidak membuang waktu. Begitu sambungan telepon dengan ayahnya terputus, dia langsung berselancar di dunia maya. Tentu saja pencariannya berkisar mengenai ciri ciri pria gay, perilaku pria gay, bagaimana membedakan pria gay yang memang berperan sebagai pria dengan pria tulen asli? bagaimana cara menyembuhkan pria gay? bagaimana cara membuat pria gay kembali menyukai wanita? Terapi untuk pria gay, dan seterusnya seterusnya seterusnya…Tanpa terasa waktu terus berjalan hingga cacing di perutnya berdemo, ternyata sekarang sudah jam dua belas siang, dia bahkan melewatkan sarapannya. Sekarang buku catatannya sudah habis berlembar lembar untuknya membuat berbagai skenario cara membuktikan kalau omnya itu belok atau tidak?Karena ini adalah masalah yang sangat krusial untuk masa depannya, Morin berencana untuk ke kantor omnya nanti sore. Dia harus memperhatikan dengan seksama bagaimana omnya berinteraksi dengan stafnya. Karena memang di kantor omnya, terutama di l
Morin tiba di Graph Tower satu jam kemudian. Dari informasi yang diberikan Raymond, perusahaan yang dimiliki keluarga Pak Raphael itu menempati hampir setengah dari gedung Graph Tower ini.Dia memperhatikan interior gedung ini tidak jauh berbeda dengan Volle Tower. Hanya saja Volle Tower lebih mewah dan hanya diisi perusahaan Volle Group.Karena baru makan banyak di tempat Diego, Morin memilih menunggu di sofa yang ada di lobby Graph Tower. Sofa itu tepat menghadap lift, Morin sengaja memilih duduk disana agar bisa langsung mengetahui kalau omnya sudah keluar dari lift. Raymond duduk di sofa yang berada di sisi yang berbeda. Morin sudah memintanya untuk duduk di sofa yang berada di dekatnya, namun pria itu menolak.Morin mengisi waktunya dengan bermain game di ponsel, dia bosan karena obrolannya dengan teman temannya masih seputar Diego. Mereka masih terus merengek agar Morin pulang membawa Diego ke Jakarta, mereka tidak peduli dengan Darius.
Sekarang mereka sudah berada di Harrods, salah satu mall elite yang sudah melegenda di London. Morin menautkan jemarinya dengan jemari Darius yang membuat pria itu berhenti berjalan dan mengernyit tidak suka melihat jemari mereka yang bertautan. Namun suara Morin terlebih dahulu menghentikan segala protes yang akan keluar dari bibir pria itu.“Om sudah janji kemarin, jadi tidak boleh komplain” kata Morin.“Janji apa?” kerutan di kening pria itu semakin dalam.“Om akan jadi sugar daddyku selama kita disini” jawab Morin dengan senyum liciknya. Morin tidak pernah menyembunyikan sifat aslinya dari keluarganya. Seperti sekarang, dia tahu kalau omnya pasti sudah menyadari kalau dirinya sudah diperdaya. Jadi untuk apa dia berpura pura lagi? toh omnya sudah menyetujui permintaannya.“Kau sudah merencanakan ini ya?” kata Darius. Sekarang matanya menatap Morin curiga. Ini adalah perkataan semua orang yang telah dimani