Morin terus mengurung diri di kamar, dia bahkan tidak mau sekolah. Dan Darius dilarang oleh semua orang untuk menerobos masuk ke kamar gadis itu. Pelayan hanya boleh meletakkan makanan di depan pintu kamar gadis itu, yang sesekali akan dimakan oleh Morin.Sedangkan Darius mulai kembali bekerja dari Indonesia. Dia tidak bisa meninggalkan Morin dalam kondisi seperti ini. Setiap hari dia akan mampir ke rumah Donny untuk mencoba bicara dengan gadis itu, namun Morin tidak pernah mau bicara dengannya.Dia pergi sekali ke London untuk menghadiri meeting tahunan yang memang sudah diatur sejak dua bulan lalu dan langsung kembali ke Indonesia begitu urusannya disana selesai.Morin akhirnya keluar dari kamar hampir dua minggu kemudian. Tubuhnya kurus dan wajahnya muram. Dia duduk di meja sarapan dan berkata ingin pergi ke sekolah. Donny dan Monika tidak melarangnya. Hanya menyuruhnya memberitahu jika tubuhnya kelelahan karena hanya makan sedikit selama dua minggu ini.“Aku baik baik saja, mama p
Darius baru saja melempar laporan ke atas meja. Suasana di ruangan meeting itu semakin mencekam saat Darius menatap pria yang membuat laporan itu. Selama sebulan ini hidup karyawan disana sudah seperti di neraka. Darius mempercepat deadline mereka dalam semua hal yang membuat mereka bekerja semakin keras, karena selama ini kerjanya juga sudah berat.“Ini kedua kalinya bulan ini anda membuat laporan yang tidak lengkap. Sekali lagi saya terima laporan semacam ini, angkat kaki anda dari sini” kata Darius.“Maafkan saya Pak. akan segera saya bereskan” jawab pria itu panik. Darius melirik semua peserta meeting.“Saya tidak terima kesalahan dalam bentuk apapun” katanya final sebelum dia berdiri dan berjalan meninggalkan ruangan meeting. Setelah pintu ditutup, barulah mereka bisa bernafa
Morin membuka matanya dan menyadari kalau dirinya berada di ruang perawatan. Dia menoleh dan melihat ayah dan ibunya yang sedang mengobrol dengan omah dan opah di sofa. Ternyata dia ada di rumah sakit, awalnya dia pikir dia berada di UKS sekolahnya.Tidak lama dia mendengar suara pintu diketuk dan dokter masuk bersama perawat. Dokter langsung menghampiri ranjangnya.“Anda sudah sadar nona Morin. Bagaimana perasaan anda? Apakah ada yang sakit?” tanya dokter. Pertanyaan dokter membuat semua yang di sofa segera menghampiri ranjang, mereka baru menyadari kalau Morin sudah sadar.Morin menggeleng, karena memang rasanya tubuhnya masih lemas, jadi bicara juga malas.“Morin bagaimana keadaan kamu, sayang? Kamu terlalu memaksakan diri belajar hingga pingsan begi
“Kau harus membantuku membuat ide brilian, Sissy” kata Morin dengan nada berkomplot sambil menarik tangan Sissy untuk segera duduk di sisinya.“Memang kau mau apa, Morin?” tanya Sissy penasaran.“Kita harus membuat Om Darius menyadari perasaannya padaku dan mengatakan kalau dia mencintaiku” kata Morin serius.“Hah?! Apa kepalamu terantuk saat kau pingsan tadi siang?” tanya Sissy sambil memegang kening Morin.“Aish. Serius ini. Tadi omah, opah, papa dan mama bilang kalau Om Darius sebenarnya mencintaiku, hanya saja dia lola, jadi ngak ngeh ngeh. Gitu loh” kata Morin sambil menepis tangan Sissy.“Lah, biasa kan kau buat ide sendiri kalau urusan si om” kata Sissy.“Aduh, Waktunya mepet sekarang! Kalau kandunganku semakin besar, nanti mereka pasti memaksaku segera menikah” jawab Morin.“Apa?!” jerit Sissy sambil berdiri seakan dia baru menduduki paku. Dia melotot pada perut rata Morin yang tertutup selimut.“Itu.. itu… ada baby disitu” kata Sissy sambil menunjuk perut Morin dan Morin meng
Dua minggu kemudian…“Kau yakin si om ga akan membunuhku?” tanya Albert untuk kesekian kalinya.“Gaklah. Nanti setelah om datang, kamu berdiri di belakangku saja” jawab Morin yang juga sedang nervous. Ayahnya sudah mengirimkan undangan pernikahannya satu minggu lalu, tapi sampai sekarang omnya tidak kunjung muncul. Dia bahkan sudah didandani seperti pengantin sungguhan. Tidak mungkin omnya tidak datang kan? Nanti kalau pendeta beneran menikahkan dia dengan Albert bagaimana? Itu dokumen semua sudah atas nama dirinya dan si om loh, kalau kalau nanti dia memang harus langsung menikah setelah si om menyatakan perasaannya. Padahal dia berharap si om datang sejak papa mengirimkan undangan pernikahannya. Tapi koq malah ga ada kabar sampai sekarang yang membuat dirinya jadi pengantin begini? Apa mungkin perkiraan keluarganya salah? Ternyata si om sudah lupa pada dirinya? Ih amit amit, jangan sampai deh!Rosaline dan Monika masuk ke dalam ruang tunggu pernikahan di gereja dan melihat Morin y
“Ya ampun Morin! Hati hati kandunganmu!” bentak Darius panik saat Morin sudah berlari dan sekarang berlindung di belakang Rosaline. Dia tahu omnya tidak akan berani pada omah. “Ba-bagaimana om bisa tahu?” tanya Morin panik dan menoleh pada anggota keluarganya yang semua menggeleng. Tidak ada yang terkejut karena Darius tahu, mereka malah bingung kalau Darius tidak tahu, karena mereka yakin selama ini Darius pasti memata matai Morin. “Su-sudah kubilang aku tidak mau menikah dengan om jika om tidak mencintaiku!” kukuh Morin. Dia berusaha menutupi kegugupannya. Karena omnya sudah tahu, dia pasti akan diseret untuk menikah walaupun omnya itu belum bilang mencintainya. “Sudahlah kak. Katakan saja kau mencintainya dan akhiri drama ini” kata Darren sambil tertawa. Dia merasa lucu dengan aksi kejar kejaran di depannya ini. Kakaknya si papan jati yang bilang tidak mau nikah seumur hidup sekarang sedang berusaha menyeret gadis abege ke altar. “Aku mencintaimu” kata Darius datar, sedatar waja
Acara selanjutnya berjalan seperti yang sudah direncanakan Morin. Mereka makan siang di tempat yang sudah disiapkan di Volle Hotel sambil membahas tema acara resepsi yang akan dilangsungkan nanti. Soal resepsi belum direncanakan Morin karena fokusnya saat membuat rencana adalah pernyataan cinta Darius. Bahkan dia tidak berpikir kalau dia akan langsung menikah. Pada saat malam H-1 dan si om belum kelihatan, barulah Morin merencanakan acara makan siang ini, yang dengan optimis dia berpikir omnya akan langsung menikahinya setelah deklarasi cinta yang dia tunggu itu. Dan ternyata memang itulah yang terjadi.Morin sedang duduk di meja teman temannya sambil mengobrol saat Diego menghampirinya untuk pamit karena dia harus segera kembali ke Italia.“Diego. Dimana Rose?” tanya Morin. Setelah pertemuan terakhir mereka, malamnya Rose mengirimkan pesan dan mengatakan kalau dia masih harus menemani Diego hingga pria itu benar benar sembuh. Nah, sekarang Diego sudah terlihat baik baik saja, tapi Ro
“Om, aku harus mengambil pakaianku di rumah dulu” jawab Morin saat masuk ke kamar omnya. Rasanya aneh tiba tiba dia sekarang berada disini sudah sebagai istri. Entah kenapa dia jadi gelisah dan malah ingin kabur dari sini. Padahal dulu dia seenaknya keluar masuk kamar omnya ini.“Barangmu sudah ada di lemari” kata Darius sambil menunjuk sebuah lemari baru yang ada di walk in closet.“Sejak kapan lemari ini ada disini?” tanya Morin sambil membuka lemari itu dan menemukan semua pakaiannya dalam posisi yang sama dengan lemari pakaiannya di kamarnya tadi pagi.“Lemarinya dari minggu lalu. Isinya baru dipindahkan tadi pagi” jawab Darius“Om benar benar sudah merencanakan ini semua ya?” tanya Morin sambil menyipitkan matanya. Dia benar benar merasa dibodohi.“Tentu saja” jawab Darius tersenyum saat melihat Morin yang sedang menggembungkan pipinya. Selama hampir dua bulan dia tidak melihat langsung wajah Morin membuatnya sangat merindukan gadis itu. Dia gemas saat melihat ekspresi Morin yang