-Cinta itu butuh debaran dan getaran, walau hanya dengan melihat bayangannya saja.- Audrey Menikmati waktu luang dengan menonton film di bioskop, sendirian. Benar benar luang setelah seminggu yang lalu aku sempat sedih hingga terpuruk. Bahkan Amelia tidak tahu bagaimana lagi caranya membujukku agar bangkit. Itu semua karena..... Kontrakku tidak diperpanjang. Biasanya di jam segini aku sibuk-sibuknya mengerjakan laporan keuangan dan melakukan kroscek dengan bagian sipil. Namun tidak dengan hari ini atau esok. Aku sangat mencintai pekerjaan sebagai accounting payable di Antara Karya. Setiap hari aku berusaha memperbaiki kinerja agar tidak mendapat teguran dari atasan. Tapi, nyatanya usahaku dipandang sebelah mata. Bahkan rekaman kejadian pemecatan secara halus itu pun, masih membekas kuat di otakku. Aku urung masuk ke ruangan Bu Fatma karena beliau sedang berbicara serius dengan Pak Asmen. Untuk pertama kalinya selama enam bulan bekerja, aku menemukan pria itu disana. Tepat dihar
-Hanya karena dia menunjukkan kemarahannya padaku, bukan berarti aku harus membalasnya dengan cara yang sama.- Audrey Lunch is my favorite part of the work day. Aku, Anjar, dan beberapa staf divisi keuangan yang lain menuju aula untuk menyambut manajer SHE yang baru. Bisik-bisik tentang sosoknya sudah beredar luas ketika aku off job selama seminggu. Bayanganku dia adalah pria berumur lima puluh tahun, gendut, beruban, keriput, dan angkuh. Karena begitulah biasanya tampang para direksi disini. Aula kantor Antara Karya tidak bisa dikatakan sederhana, karena interiornya dihias dengan well-balanced furniture. Membuat siapapun yang berada di aula merasa takjub dan nyaman. Furnitur ergonomis, pencahayaan strategis, dan tempat duduk nyaman. Meja meeting memanjang, boss chair berkelas untuk para manajer. Sedang para staff duduk i sliding seat. Fasilitas yang jauh berbeda. Old habits always die hard. Sudah rahasia umum jika kantor Antara Karya sangat menjunjung tinggi batas antara
-Berburuk sangka tidak membuat bahagia. Berpikir positif atas apa yang sudah terjadi itu jauh lebih baik.- Audrey Proyek baru yang menjadi jatahku kali ini adalah renovasi gedung dinas pariwisata. Sang kepala dinas yang baru menginginkan renovasi besar-besaran khususnya pada tugu kantor dan bangunan inti. Sebagai kantor pariwisata, sudah seharusnya ia menggabungkan beberapa unsur budaya daerah ke dalam ornamen dinding kantor. Tujuannya untuk membuat staff yang bekerja selalu ingat dan mencintai budaya Indonesia. Idenya sangat bagus, tetaoi memusingkan untukku. Karena ada beberapa material yang dibutuhkan untuk pengerjaan kantor yang tidak bisa dipenuhi akibat stok habis. Sedang bagian lapangan berteriak 'lapar material'. Aku harus memutar otak dengan mencari vendor lain yang memiliki bahan tersebut. Belum selesai dengan pekerjaan sendiri, Bu Fatma memberi mandat agar aku menggantikan posisi Mas Fajar rapat di aula untuk membahas mega proyek jalan tol. Rasanya tubuhku hampir te
-Bila bagi orang lain mengagumi diam-diam itu menyesakkan, maka berbeda denganku. Mengagumi diam-diam itu menjadi sebuah harapan.- Audrey Affar Khaleed Dirgantara, seorang manajer SHE baru di kantor Antara Karya. Dia pria dewasa menawan dan mapan berusia 37 tahun. Kedewasaan, kebijaksanaan, dan ketegasan yang tidak berlebihan membuatnya disegani para direksi dan bawahan. Tidak hanya itu, semua yang melekat pada dirinya adalah hal yang sanggup membuatku kembali jatuh cinta. Termasuk gaya berpakaiannya. Sebucin itulah diriku jika berhubungan dengannya. Mulai dari tatapan mata, senyum, cara berjalan, juga sikap dewasanya saat menghadapi masalah di kantor, membuatnya tidak memiliki cela yang patut digunjingkan kecuali kelebihannya. Bahkan aku melabelinya sebagai sosok pembimbing hidup idaman. Aku jelas-jelas mengaguminya. Atau mungkin malah mencintainya? Setelah meminta Mas Fajar mengambil alih kembali proyeknya dengan alasan aku tidak berpengalaman dengan mega proyek, dia tetap mel
-Memotret kepribadian seseorang sama dengan memotret jiwanya.- Audrey Lembur oh lembur. Melelahkan dan menguras pikiran serta tenaga. Di Antara Karya, lembur seperti aktivitas bulanan yang selalu ada karena beragam masalah di lapangan yang membuat input data ke kantor juga tersendat. Sedang pelaporan harus diserahkan setiap hari. Malam ini aku lembur tapi tidak sendiri. Karena sudah diambang batas kelelahan yang maksimal, aku tidak tahan jika dipaksa duduk lebih lama di kursi bundar ini. Setelah berpamitan pada yang lain, aku menuju lift yang akan membawaku ke lobby. Di dalam lift aku memijat tengkuk sendiri dengan memejamkan mata sambil membayangkan ayam geprek pedas dengan segelas lemon hangat. Ting... Terlalu enak memijat tengkuk hingga tidak sadar aku berjalan sambil memejamkan mata. Hingga... Bruuuk!! Aku menabrak punggung tegap yang tertutup kemeja biru dengan tidak sengaja. Tubuh yang lelah ternyata memiliki efek yang besar pada konsentrasi seseorang. Termasuk cara be
-Pria sejati tidak dilihat dari ketampanan wajahnya, tapi dilihat dari dewasanya menghadapi lika liku kehidupan.- Audrey Akhirnya aku tumbang. Entah sudah berapa lama aku ditempat yang dikelilingi tirai hijau yang kuyakini adalah rumah sakit. Hidungku dilingkupi alat bantu nafas. Selang infus menancap di pembuluh darah tangan. Disampingku ada dua perempuan rekan kerja yang kukenal, Nabila dan Mela. Setelah aku siuman dan lebih baik, mereka pamit kembali ke kantor lalu aku dipindah ke ruang rawat inap. Terima kasih untuk perawat yang sudah membawakan ransel kerja dan mendorong kursi rodaku menuju kamar rawat inap. Aku terkulai lemas di ranjang pesakitan sendirian. Hanya ditemani suara televisi yang menyiarkan siaran luar negeri yang tidak terlalu kupahami. Kelelahan karena bekerja dengan pola makan yang tidak tepat membuat tubuhku bereaksi lain. Ia menjerit marah karena aku tidak menjaga asupan nutrisi yang memadai lalu akhirnya raga ini terkulai di lobby kantor. Saat berangkat
-Bukan usia, tapi kedewasaannya. Bukan harta tapi tanggung jawabnya. Dan bukan gelar tapi kebijaksanaannya.- Audrey. Jiwa jomblowatiku tersentil saat Pak Affar dengan baik hatinya menawarkan saudaranya untuk dikenalkan denganku. Dia mengatakannya begitu tenang. Tentu saja tenang, karena Pak Affar tidak memiliki niatan lain padaku karena hubungan kami sebatas atasan dan bawahan. "Tuh sama sodaranya Pak Affar. Pasti cakep orangnya." Bukannya senang mendapat tawaran itu, aku malah bad mood namun tetap menunjukkan senyum palsu terbaik. Hanya sebagai bentuk menghargai tawaran baiknya meski aku tidak tertarik dikenalkan dengan saudaranya. Buat apa? Bila tadi aku berdebar bahagia bahkan sempat besar rasa karena kedatangan Pak Affar ke kamar inapku, kini aku tidak menunjukkan pancaran kebahagiaan seperti di awal. Tawarannya untuk mengenalkanku pada saudaranya cukup membuktikan bila ia tidak memiliki secuil rasa padaku. One side love is tragic. Bagaimana mau ada rasa jika intensitas p
-Laki laki yang baik adalah laki laki yang tidak akan membiarkan orang yang disayangi disakiti orang lain, atau bahkan dirinya sendiri.- Audrey "Malam, Audrey." Aku menoleh begitu suara seksinya mengalun lembut ke dalam telingaku. Aktifitasku membetulkan selang infus pun terhenti. Lalu menatapnya lamat-lamat demi mencari pembenaran bahwa memang yang kini hadir di hadapanku adalah nyata sosoknya. Bukan ilusi atau khayalan sendiri yang sedari siang membayangkan dirinya bersama kegalauan. Karena mustahil bagiku mendapatkan hatinya. Tadi aku juga sempat berkhayal andai dia berada disini, bersamaku, menjagaku kala sakit. Tidak masalah jika bukan mama dan ayah tiriku yang datang, asalkan dia yang datang sudah lebih dari cukup. Bahkan dia adalah mood boster terbaik pilihan Tuhan. Dan kini ia duduk santai di sofa kamar rawat inapku sambil tersenyum manis. "P....Pak.... Affar?" Dia tersenyum lalu menaruh sebuah paper bag coklat agar besar. Entah berisi apa. Jika tadi ia datang bers