-Urusan perasaan itu ajaib, bisa membuat perasaan sepi di tengah keramaian, dan membuat perasaan ramai di tengah kesepian.- Tere Liye "Mau kemana, Sayang?" Aku membeku ditempat ketika Affar hampir memergokiku menguping pembicaraannya. Secepat itukah dia menerima telfon? Bukankah jika dihubungi rekan kerja itu setidaknya mereka berbicara selama sepuluh menit? Tapi mengapa ini tidak sampai dua menit? Apa benar dugaanku jika tadi bukanlah rekan kerja? Tapi .... Ya Tuhan, kenapa dia terlalu cepat menerima telfon itu? Sedang aku diselimuti rasa ingin tahu yang membara. Apa aku lebih baik bertanya tentang siapa si penelfon itu atau diam saja? Jika diam maka aku yang akan sengsara karena penasaran, tapi jika aku bertanya maka keharmonisan liburan kami yang menjadi taruhan. Semuanya mengapa serba menjadi dilema. Affar yang tertutup dan aku yang berusaha ingin tahu. "T .... tadi mau ke toilet." Kilahku. "Baru duduk udah ke toilet?" Aku kembali duduk dengan pikiran berkecamuk. La
-Bagian terbaik dari jatuh cinta bukan tentang memiliki dirinya selamanya.- Audrey Aku menggeliat di atas kasur ketika mendengar suara deburan ombak. Kebetulan kamar hotel yang kami tempati menghadap laut. Mataku melirik jam dinding yang ternyata sudah bertengger di angka 05.10 pagi. "Masih subuh." Aku menghela nafas karena ternyata masih cukup pagi. Lalu mataku kembali melirik Affar yang tertidur di sampingku. Bajunya entah dimana. Yeah, dia shirtless. Alasannya karena merasa gerah memakai baju saat tidur. Padahal AC kamar menyala dengan baik. Atau mungkin itu akal-akalan Affar saja? Sedang aku, masih memakai pakaian tidur lengkap. Tidak ada aktivitas gila yang kubayangkan. Dan Affar menepati janjinya padaku akan menjaga batasan. Aku hanya ingin tertidur di dekapan Affar ketika dia sudah menjadi suamiku. Jika kami belum menikah, aku ingin ada batasan dalam hubungan ini. Berhubung aku sangat ingin buang air kecil, akhirnya aku melangkah pelan-pelan agar Affar tidak terbangu
-Untuk saat ini kubiarkan masa lalumu tenggelam beserta seluruh kisahnya. Aku tidak peduli jadi apa dan bagaimana dulu kamu disana.- Audrey Masih jelas di otak jika mama melarangku pacaran. Alasannya agar aku bisa fokus pada karir. Juga, aku tidak yakin mama akan mengijinkanku menjalin cinta dengan pria yang usianya hampir dua kali usiaku. Tapi inilah cinta, tidak memandang apapun selama hati terus menggaungkan namanya. Akhirnya, kubiarkan panggilan dari mama berakhir begitu saja hingga tiga kali. Sebenarnya ada rasa khawatir, siapa tahu mama menelfon karena ada hal penting. Tapi mama pasti curiga dengan keberadaanku di atas kapal di tengah laut menemani Affar diving. Selesai menikmati liburan siang ini, Affar mengajakku kembali ke hotel. Ia sangat lelah sehabis diving. Tentu saja, dia sudah tidak muda lagi untuk melakukan diving. Tenaga dan tulangnya tida
-Rindu itu bukan masalah jarak, melainkan perasaan yang membuatnya seolah olah ada sekat yang nyata.- Audrey Affar menoleh dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan. I feelunsureas to what I choose. Tiba tiba saja ia mendorongku hingga terbaring di ranjang. Aku berada di bawah tubur kekar coklatnya. "Alright, aku terima." Aku tersenyum kaku pasalnya baru kali ini melakukan hand sex. Pilihan sulit yang harus kujalani demi mempertahankan Affar disisiku. "I want to see you naked baby." Pintanya yang langsung membuatku menggeleng tegas.
-Jangan suka mengikat perempuan dengan janji janji manis yang tidak pasti, yang kamu sendiri tidak bisa penuhi dan tepati.- Audrey Hari ini kami pulang dari Lombok dengan senyum mengembang layak ABG baru jatuh cinta. Dia benar benar memanjakanku selama liburan. Tapi sebelum ke bandara Affar kembali memanjakanku dengan pergi ke toko perhiasan mutiara khas Lombok. Tidak tanggung tanggung, ia menyuruhku membeli perhiasan mutiara sesuka hatiku. Bagai kucing diberi ikan gurami, tentu aku tidak menolak. Ini kesempatan untuk memperbanyak logam mulia yang kumiliki beserta surat kepemilikannya. Deretan kalung, gelang, anting, bahkan bros mutiara dipajang di dalam etalase kaca bening. Mana mungkin aku tidak silau melihat kemewahan dunia yang Affar tawarkan dengan cuma cuma. Setali tiga uang, janjiku membelikan Amelia bros mutiara menggunakan uang pribadiku pun
-Bagaimana aku tahu kamu itu sungguh menyayangiku? Mungkin dengan melihat apa yang telah kamu lakukan untukku.- Audrey Seharian aku dibuat mondar mandir karena Mas Fajar jatuh sakit. Alhasil aku harus menghandle pekerjaannya bersama Pak Lio alias Pak Asmen. Ternyata Affar cukup dekat dengan Pak Lio. Bahkan dalam beberapa kesempatan mereka sempat hang out bareng di sebuah cafe ternama. Setelah keluar ruangan Pak Lio, aku mendekati portofolio denah yang tergantung di tembok ruangan Divisi Operasional Dua. "Karya terbaik arsitektur Paralio Kian Mahardika." Bacaku. Di samping namanya ada nama event lomba tahunan perusahaan kami. "Juara dua. Keren." Kini aku sudah berada di dalam mobil Pak Lio menuju lokasi proyek, ditemani music player yang memecah kecanggungan. Sejauh yang kutahu, Pak Lio bukan orang yang pandai basa basi. Mungkin saat kuliah dulu terlalu banyak t
-Cinta itu bersabar, bukan tergesa gesa. Bersabar menunggu orang yang tepat mengisi kekosongan di hati.- Audrey "Hai baby." Affar merengkuh tubuhku lalu mencium pipi dan bibirku. "Hai daddy." "You look so fresh and ...... hot." Bisiknya kala Samsul sudah menjalankan mobil Affar keluar kantor. "I have prize for you." Imbuhnya. "Apa?" Affar menyuruhku pindah ke kursi belakang. Apa lagi kalau bukan untuk......Dia perlu 'kehangatan' secara batiniah. "Far, jangan diremas kenceng kenceng." Bisikku. Affar tersenyum jahil. "Junior sudah tegang." Affar menuntun tanganku menyentuh kejantanannya yang keras. Setelah selesai makan malam, dia menarikku kembali ke mobil lalu melanjutkan aktivitas 'hangat' yang sempat tertunda. Aku senang jika Affar hanya mendapat kehangatan dariku saja. Tidak jauh dari tempat kami
-CINTA itu menggenapkan yang ganjil, dan menyempurnakan yang kosong.- Audrey Pria dewasa yang kucintai ini sedang tidur dengan pulasnya setelah merengkuh kenikmatan dunia. Seperti bukan Bapak Affar yang terhormat ketika berjalan dengan wibawanya di area perkantoran. Aku mengambil baju kerja yang dibuang Affar sembarangan dekat sofa. Setelah memakai semua pakaian aku menatap seonggok kunci mobil baruku dengan gantungan menara Eiffel. Mobil yang Affar berikan secara cuma cuma asal aku menjadi gadis pemuas nafsunya. Ketika perempuan lain merasa biasa dengan label itu asal mendapat hujaman harta dari pasangannya, tapi itu tidak berlaku bagiku. Aku perempuan tidak haus atau gila harta. Cinta masih menjadi prioritasku hingga hari ini bersama pasangan. Karena dengan cinta aku bisa menjalani hubungan tanpa kepura puraan. Namun