-Cinta itu bersabar, bukan tergesa gesa. Bersabar menunggu orang yang tepat mengisi kekosongan di hati.- Audrey
"Hai baby." Affar merengkuh tubuhku lalu mencium pipi dan bibirku.
"Hai daddy."
"You look so fresh and ...... hot." Bisiknya kala Samsul sudah menjalankan mobil Affar keluar kantor.
"I have prize for you." Imbuhnya.
"Apa?"
Affar menyuruhku pindah ke kursi belakang. Apa lagi kalau bukan untuk...... Dia perlu 'kehangatan' secara batiniah.
"Far, jangan diremas kenceng kenceng." Bisikku.
Affar tersenyum jahil. "Junior sudah tegang."
Affar menuntun tanganku menyentuh kejantanannya yang keras.
Setelah selesai makan malam, dia menarikku kembali ke mobil lalu melanjutkan aktivitas 'hangat' yang sempat tertunda. Aku senang jika Affar hanya mendapat kehangatan dariku saja.
Tidak jauh dari tempat kami
-CINTA itu menggenapkan yang ganjil, dan menyempurnakan yang kosong.- Audrey Pria dewasa yang kucintai ini sedang tidur dengan pulasnya setelah merengkuh kenikmatan dunia. Seperti bukan Bapak Affar yang terhormat ketika berjalan dengan wibawanya di area perkantoran. Aku mengambil baju kerja yang dibuang Affar sembarangan dekat sofa. Setelah memakai semua pakaian aku menatap seonggok kunci mobil baruku dengan gantungan menara Eiffel. Mobil yang Affar berikan secara cuma cuma asal aku menjadi gadis pemuas nafsunya. Ketika perempuan lain merasa biasa dengan label itu asal mendapat hujaman harta dari pasangannya, tapi itu tidak berlaku bagiku. Aku perempuan tidak haus atau gila harta. Cinta masih menjadi prioritasku hingga hari ini bersama pasangan. Karena dengan cinta aku bisa menjalani hubungan tanpa kepura puraan. Namun
"Aaah...baby....lebih cepat sayang." Aku mengulum cepat milik Affar. "Aaahhhh...baby... Ganti di atas sayang." Aku merapatkan kedua gunungku dengan tangan. Lalu Affar membuka kakinya lebar agar miliknya terjepit. Kini, ukuran dadaku tidak lagi kecil karena perawatan yang Affar 'paksakan' untuk kujalani. Lalu Affar memaju mundurkan pinggulnya sambil meracau nikmat. "Aaah....baby..." Cairan kenikmatannya menyembur ke wajahku lalu kubersihkan dengan tisyu yang sudah siap di meja. Belum selesai membersihkan wajah,Affar merubah posisiku dengan membungkuk diatasnya, memudahkan dia m
-Akan ada laki laki yang baik untuk wanita yang terus mau memperbaiki diri sendiri.- Audrey "Aduuuh." Ringisku merasakan nyeri dan panas di lubang a**s. Bersamaan dengan itu mataku memanas mengingat kejadian dua malam lalu. Karena ulah Affar yang brutal dan kesetanan, dia memaksaku untuk melayaninya seperti wanita murahan di club malam. Padahal aku ini perempuan baik-baik yang telah ia rusak. "Tega kamu Far." Ucapku lirih sambil mengusap air mata yang menetes. Dengan kondisi seperti ini, aku tidak mungkin pergi ke kantor. Gaya berjalanku saja mirip bebek betina selepas bertelur. Jika aku memaksa berangkat kerja, itu hanya mengundang atensi rekan-rekan kerja lalu mereka menertawa
Tidak biasanya Affar tidak menghubungiku meski ia sedang sibuk rapat. Setidaknya, ia akan menghubungiku untuk sekedar memberitahu kesibukannya atau bertanya aktivitasku. Tapi kali ini ia seperti menghilang tiba-tiba. Kepergiannya selama satu minggu ke Malaysia pun tanpa ada kabar apapun. Setidaknya jika kami berbeda negara, dia bisa mengirim surat elektronik padaku. Tapi ini tidak, surelku pun tidak menunjukkan ada kotak masuk dari Affar. Basa-basi, aku bertanya tentang Affar ketika naik ke lantai lima, namun sekretarisnya menjawab jika Affar belum kembali dari cuti. Kemungkinan lusa, dan itu tidak membuatku merasa lega. Seperti sebuah pertanda, hatiku terus berkata jika Affar mulai tidak beres. Dia seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Hingga lusa itu tiba, hari dimana Affar seharusnya sudah mulai masuk kerja, tidak ada pesan atau telfon darinya. Aku sangat gusar dan risau, kali ini aku tidak bisa mengabaikan kata hatiku untuk tidak menyelidiki Affar.
Akhirnya Affar meninggalkanku tanpa alasan jelas setelah kebutuhan biologisnya tuntas. Perempuan mana yang tidak meradang mendengar kekasihnya mengucapkan kata perpisahan padahal sebelumnya kami baik-baik saja.Alibiku hanya berani menduga jika Affar sudah menemuka yang jauh lebih menggoda dariku. Benar kata Amelia, jika Affar pria dewasa banyak harta yang tidak akan mempermasalahkan jumlah uang yang ia berikan pada pasangan asal ia terpuaskan. Setelahnya ia bebas meninggalkan mangsa dengan harta yang telah ia berikan.Manis janjinya di awal hanya berakhir kiasan. Tidak ada keseriusan. Dan aku menganggapnya sebagai akhir dari pelabuhan.Walau selama menjalin hubungan, aku tidak melakukan salah yang berarti. Malah Affar lah yang sering memaksakan
Hari ini aku pergi ke kantor dengan penuh percaya diri. Memakai setelan kerja terbaik, make up sedikit glamour, dan mengendarai mobil pribadi. Meski mobil hasil pemberian pria kurang ajar itu. Reputasiku yang hanya seorang staf keuangan biasa, bisa membeli sebuah mobil adalah pencapaian luar biasa. Terkadang bisik-bisik rekan sampai ke telinga perkara bagaimana bisa penampilanku makin hari makin cetar membahana dengan gaji yang tidak jauh berbeda dari mereka. Bahkan ada beberapa mata karyawan laki-laki yang secara tidak langsung mengagumi kecantikanku. Tapi sayang, saat itu aku masih ada yang punya. Lalu, bagaimana dengan sekarang? Sudah pasti, sekarang aku seorang perempuan single. Namun penampilan cantikku kali ini tidak untuk siapapun, hanya untuk ekspresi diri setelah galau berpisah dari Affar. Jika ada yang me
Semakin aku menghindari sesuatu maka takdir membuatnya semakin mendekat. Menyebalkan! Masalahnya, aku tidak yakin bisa berbicara dengan nada yang santun padanya meski itu konteksnya mengenai pekerjaan. Karena bagaimanapun, perpisahan kami diakhiri dengan pertengkaran yang membuatku tidak bisa menerimanya dengan mudah. "Bu, saya … eh … saya merasa kurang kompeten menghandle mega proyek ini." "Kamu harus siap dengan segala proyek, Drey. Nggak bisa pilih-pilih proyek sesuai kapabilitas kamu. Itu nggak profesional namanya." See!!! Beliau sudah mengeluarkan taringnya tanpa mau mendengar keluhanku. Dan sebagai bawahan aku bisa apa? Jika aku tetap menolak menghandle proyek ini sudah pasti Bu Fatma akan jauh lebih murka dan imbasnya pada kinerja dan nasib kontrakku. "Baiklah, Bu. Mohon bimbingannya selama mengerjakan laporan ini." Jika sudah begini itu artinya aku akan sering melakukan rapat atau berkonsultas dengan bajingan tengik itu. Melihat wajahnya saja aku sangat emosi dan geram.
"Hei! Hentikan!!!" Terima kasih, Tuhan. Akhirnya bantuan datang. Tetapi Maling itu justru menarik tubuhku lalu melingkarkan pisau tajamnya ke leherku. Nampak di depan mataklu jika ujung pisau itu nampak sangat mengkilap meski mengandalkan penerangan dari lampu yang terpancar dari lobby kantor. Dan itu cukup menciutkan nyaliku yang sebelumnya tidak pernah bermain-main dengan senjata tajam. ‘Jangan ambil nyawaku Tuhan! Bertemu jodoh saja belum,’ bisikku dalam hati dengan hati ketakutan. "Lepaskan dia!!" Lengan perampok itu mendesak leherku hingga aku merasa sulit bernafas. "Jangan ikut campur! Atau aku habisi perempuan ini!" "Pak Lio! Tolong saya, Pak! Saya takut!" “Diam cerewet!” ujung pisau itu justru digoyangkan dihadapanku. "Ambil yang kamu mau. Lalu lepaskan perempuan itu," ucap Pak Lio dengan sikap waspada. "Mundur! Atau aku bunuh dia!" Jambret itu menarikku mundur karena Pak Lio melangkah pelan ke arah kami. Kejadian heroik seperti di film ini membuatku takut