Hari ini aku pergi ke kantor dengan penuh percaya diri. Memakai setelan kerja terbaik, make up sedikit glamour, dan mengendarai mobil pribadi. Meski mobil hasil pemberian pria kurang ajar itu.
Reputasiku yang hanya seorang staf keuangan biasa, bisa membeli sebuah mobil adalah pencapaian luar biasa. Terkadang bisik-bisik rekan sampai ke telinga perkara bagaimana bisa penampilanku makin hari makin cetar membahana dengan gaji yang tidak jauh berbeda dari mereka.
Bahkan ada beberapa mata karyawan laki-laki yang secara tidak langsung mengagumi kecantikanku. Tapi sayang, saat itu aku masih ada yang punya. Lalu, bagaimana dengan sekarang?
Sudah pasti, sekarang aku seorang perempuan single. Namun penampilan cantikku kali ini tidak untuk siapapun, hanya untuk ekspresi diri setelah galau berpisah dari Affar. Jika ada yang me
Semakin aku menghindari sesuatu maka takdir membuatnya semakin mendekat. Menyebalkan! Masalahnya, aku tidak yakin bisa berbicara dengan nada yang santun padanya meski itu konteksnya mengenai pekerjaan. Karena bagaimanapun, perpisahan kami diakhiri dengan pertengkaran yang membuatku tidak bisa menerimanya dengan mudah. "Bu, saya … eh … saya merasa kurang kompeten menghandle mega proyek ini." "Kamu harus siap dengan segala proyek, Drey. Nggak bisa pilih-pilih proyek sesuai kapabilitas kamu. Itu nggak profesional namanya." See!!! Beliau sudah mengeluarkan taringnya tanpa mau mendengar keluhanku. Dan sebagai bawahan aku bisa apa? Jika aku tetap menolak menghandle proyek ini sudah pasti Bu Fatma akan jauh lebih murka dan imbasnya pada kinerja dan nasib kontrakku. "Baiklah, Bu. Mohon bimbingannya selama mengerjakan laporan ini." Jika sudah begini itu artinya aku akan sering melakukan rapat atau berkonsultas dengan bajingan tengik itu. Melihat wajahnya saja aku sangat emosi dan geram.
"Hei! Hentikan!!!" Terima kasih, Tuhan. Akhirnya bantuan datang. Tetapi Maling itu justru menarik tubuhku lalu melingkarkan pisau tajamnya ke leherku. Nampak di depan mataklu jika ujung pisau itu nampak sangat mengkilap meski mengandalkan penerangan dari lampu yang terpancar dari lobby kantor. Dan itu cukup menciutkan nyaliku yang sebelumnya tidak pernah bermain-main dengan senjata tajam. ‘Jangan ambil nyawaku Tuhan! Bertemu jodoh saja belum,’ bisikku dalam hati dengan hati ketakutan. "Lepaskan dia!!" Lengan perampok itu mendesak leherku hingga aku merasa sulit bernafas. "Jangan ikut campur! Atau aku habisi perempuan ini!" "Pak Lio! Tolong saya, Pak! Saya takut!" “Diam cerewet!” ujung pisau itu justru digoyangkan dihadapanku. "Ambil yang kamu mau. Lalu lepaskan perempuan itu," ucap Pak Lio dengan sikap waspada. "Mundur! Atau aku bunuh dia!" Jambret itu menarikku mundur karena Pak Lio melangkah pelan ke arah kami. Kejadian heroik seperti di film ini membuatku takut
Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata usianya terpaut sebelas tahun di atasku. Tapi wajahnya sama sekali tidak terlihat setua usianya. Pantaskah aku menyebutnya 'hot duda'? Masih 33 tahun sudah menyandang status duda dengan wajah tampan memikat. Dialah Paralio, arsitek idola para perempuan di kantor yang menyimpan banyak rahasia unik *** Hari itu juga Pak Lio dipindahkan ke ruangan rawat inap VVIP. Karena ia telah menyelamatkanku maka aku yang bertugas menjaga dan memberikan pelayanan kesehatan terbaik untuknya. Meski sudah pindah kamar, Pak Lio tetap tertidur dengan baju yang sama. Lalu perawat meninggalkan pakaian ganti untuknya jika sudah siuman. Malam itu pula, aku menghubungi Amelia sambil menjaga Pak Lio di kamar. Aku menceritakan runut detail kejadiannya lengkap dengan rasa bersalah dan menyesalku. Ini semua karena aku yang terlalu syok dengan kehadiran Affar bersama perempuan lain di lobby kantor. Amelia menasehatiku untuk benar-benar melupakan Affar atau
Kata orang, cinta sejati itu meskipun jauh dari seseorang yang dicintai tapi posisinya tidak akan bisa terganti. Tapi, untuk apa mempertahankan cinta yang diingini jika itu hanya melukai hati dan diri sendiri. Seperti yang kualami saat ini. Aku terluka secara hati tapi Pak Lio yang harus terluka secara fisik. Teman-teman kantor berencana menjenguk Pak Lio hari ini setelah pulang kerja. Tadi siang, pihak kantor, keamanan, bahkan Bu Fatma menginterogasiku secara langsung untuk mengetahui kronologi penjmabretan yang berakhir dengan penusukan. Syukurlah kantor segera melimpahkan masalah ini pada pihak kepolisian untuk ditangani dan meminta bagian keamanan kantor agar tidak lalai dan memperketat penjagaan. "Malam, Pak," salamku di depan pintu. Setelah dia menganggukkan kepala, kemudian kembali fokus pada siaran berita luar negeri yang sedang tayang di televisi kabel rumah sakit. Tas kecil berisi beberapa keperluan, kuletakkan di dekat sofa kemudian aku memilih duduk di sana sambil me
-Cinta sejati itu tidak mudah dan harus diperjuangkan. Karena jika sekali saja berhasil ditemukan ia tidak akan bisa digantikan.- Audrey Setelah selesai menandatangani administrasi pengobatan yang Pak Lio jalani, aku mendengar kegaduhan mereka dari luar pintu. Penasaran dengan apa yang mereka ributkan, aku tergerak untuk menguping dari celah pintu yang kubuka sedikit. Tampak Pak Lio menatap sinis ketiga temannya yang tadi sok mendekatkan kami. Pandangan sinis yang sanggup membuat para bawahan di kantor, memancarkan ketidaksukaan yang teramat.Jika teman-temannya meributkan soal hubungan kami, itu salah besar. Karena kami bisa bertemu dan berinteraksi seperti ini murni karena kecelakaan dan aku tidak memiliki rasa apapun pada Pak Lio selain menghormatinya sebagai atasan.Atasan yang berdedikasi tinggi pada profesinya sebagai arsitek ternama di kantor. Tidak ada unsur yang lain apa lagi cinta. Untuk saat ini masih Affar-lah yang membekas dihatiku. Bukan lelaki atau pria manapun.Since
Baru saja aku melangkah menuju pintu kafe, tampak seorang perempuan memakai dress navy melambai ke arahku. Bagaimana dia bisa tahu jika aku yang bernama Audrey? Apakah sebelumnya dia sudah mengenal aku atau ... memata-matai aku? Padahal aku dan perempuan itu tidak pernah saling mengenal sebelumnya.Wajah dewasa cantiknya dihiasi make up tipis yang yang tetap menawan. Membuatku tahu sekali bahwa ia bukan perempuan biasa. Belum lagi tentengan tas branded miliknya yang berdiri tegak di atas meja makan.Siapa perempuan ini?Merasa tidak mau kalah gaya, aku berjalan elegan menghampirinya. Menunjukkan padanya bahwa aku juga memiliki kharisma sebagai seorang wanita karir. Jika ia menatapku dengan senyum setengah sinis maka aku membalasnya dengan ekspresi sombong tanpa senyum.Setelah meletakkan tas kerjaku di sebelah bangku yang kududuki, aku memandangnya datar sambil bersedekap. "Mau pesan apa, Audrey? Pilih aja."Wow!! Dia benar-benar tahu namaku! Dan aku benar-benar tidak mengenal dia sam
"Perempuan laknat!" Pekiknya.Aku terkekeh dengan santainya. Baru kali ini aku merasakan nikmatnya melawan istri sah mantan kekasihku. Semua terasa bagai di atas awan saat dia begitu marah dengan deretan perhatian Affar yang sempat tercurah hanya untukku."Lo lihat ponsel gue?' Aku menunjukkannya. "Ini pemberian Affar seharga 15 juta secara cuma-cuma. Dia bahkan nyuruh gue milih yang lebih mahal tapi gue menolak dengan gaya sok imut. Yaah, biar nggak dikira mantre-matre amat lah.""Dasar perempuan tidak tahu diri!""Hey calm madam. Malu dikit kenapa?"Sebenarnya aku cukup gemetar mengingat pengunjung menatap kami risih. Aku hanya tidak mau
Luka hati karena telah dikhianati Affar jauh lebih menyakitkan dari pada Alex. Bayangan kami akan hidup bahagia setelah banyak kenangan indah nan panas yang kamu lalui, ternyata menguap bagai asap. Lalu terbawa angin dan menghilang.Ada banyak kelebihan Affar yang sanggup membuatku bertekuk walau hanya dengan sekali lirikan. Dia terlalu sempurna dimataku dengan kedewasaannya yang begitu mengayomi bagai sosok papa yang telah lama hilang dalam kehidupanku.Papa meninggalkanku dan mama demi perempuan tidak tahu diri. Dan imbasnya aku tidak mendapat kasih sayang yang seharusnya. Hingga menemukan hal itu dalam diri Affar."Bangsat! Bajingan lo Far!" Aku menangis dengan memukul stir mobil.Lalu