Aku berpikir memberi jawaban terbaik tentang harapanku di lorong harapan ini. "Em.... Keluargaku sehat. Kerjaku lancar. Rezekiku banyak. Jodohku orang baik. Itu mungkin." "Ya udah." Aku melemas mendengar jawaban Kian yang tidak mengasyikkan. "Kalau kamu?" "Gue nggak ada harapan." Aku berdecak kesal. "Kalau nggak ada harapan itu artinya mau mati." "Ayo foto sekali lagi." Kian mendekat dan mengacak rambutku. Cekrek! "Duh Kian, rambutku berantakan dodol!" Kian tertawa puas lalu meninggalkanku. Aku berlari mengejar dan balik mengacak rambutnya lalu menggelitik pinggangnya. "Rasain ya!" "Ampun Sha!" Pekiknya sambil tertawa. "Nggak ada ampun!" Setelah puas bersenang senang di lorong harapan, kami mengunjungi rumah hantu dan mencoba becak mini yang dipenuhi lampu warna warni. Sembari bersenang senang, aku terus menahan ledakan bahagia saat bersamanya demi menjaga perasaan agar tidak sedih sendiri. Kian ingin bersenang senang denganku, bukan mencintaiku. Jika Kian tidak
Ada debaran tidak jelas ketika Kian melihat Audrey berpakaian begitu minim dengan menampilkan paha ramping kuning mulusnya. Juga dengan pakaian berlengan pendek. Kaum hawa selalu memiliki daya tarik kuat untuk membuat para kaum adam terpesona diam-diam hingga tidak bisa berkata apa-apa. Kian, dia hanya pria biasa, seorang duda yang telah lama 'puasa' dengan tidak pernah merasakan apa itu surga dunia. Dia bukan duda sembarangan yang menjajakan hasratnya pada wanita jalang yang haus rupiah. Melainkan pria terhormat dengan harga diri dijunjung tinggi. Tapi, Audrey mulai merobohkan pertahanannya perlahan tanpa disadari. Kian berada di lokasi proyek dengan Pak Sam untuk menunjukkan hasil desain terbarunya. Lalu Pak Sam mengangguk puas dengan hasil revisi design bestek itu. Pak Sam tidak sendiri, ada Wildan yang selalu setia mengikuti sang bos kemanapun pergi. Kian mendadak sangat tidak menyukai Wildan bahkan saat ketiganya membahas kelanjutan desain proyek untuk tiap lantai mall, Kia
"Eh ... eh ..." tetiba aku hilang keseimbangan saat mengapungkan diri di private pool yang ada di kamar Kian. Dan kini, basahlah sekujur tubuhku. Lalu terdengar suara Kian terkekeh senang. Sialan sekali atasan tampanku yang satu ini. Tapi bagaimana lagi, ini adalah private pool miliknya dan aku hanya numpang meminjam. Dia berjongkok dengan kemeja biru berlengan panjang, jam tangan maskulin yang melingkar di pergelangan tangannya, dan kaca mata bening yang bertengger di wajah penuh kharismanya itu makin menambah kadar ketampanan seorang Paralio Kian Mahardika. Astaga Tuhan, kenapa dia begitu tampan menawan?! Tapi sayangnya tidak bisa kumiliki. "Kok udah balik? Cepet banget?" tanyaku dengan berdiri di tengah private pool dengan sekujur tubuh yang sudah basah. Aku sedikit kecewa karena kepergian Kian yang kurang lama. Sedang aku masih ingin menikmati waktu lebih lama di dalam private pool tenang miliknya ini tanpa gangguan. Beruntung tadi aku sempat melihat acara tivi berlangganan l
Aku tidak punya pilihan selain mengatakan keinginanku untuk mutasi pada Kian. Alasan tersembunyi yang tidak akan pernah kukatakan padanya adalah karena aku tidak mau kami terlalu dekat seperti ini. Sadar diri, aku kalah dari perempuan manapun yang mendekatinya. Aku tidak masuk kriteria sama sekali. Juga, cinta segitiga seperti ini hanya menambah beban di hati karena hanya bisa bersama tanpa bisa memilikinya. Kian berbalik menatapku lekat sambil meremas tanganku yang masih digenggam. "Lo masih mikir mutasi? Because of what?" "Aku ... kayaknya ..." Jawabanku terhenti karena tidak memiliki alasan kuat. "Nggak ada mutasi dan gue nggak akan bantu. Lo udah gue maafin soal Alfonso. So, just right here!" Tanpa menunggu jawabanku, ia menyuruhku berjalan lebih dulu menuju kolam besar. Kemudian Kian mengekoriku. Hingga terdengar umpatan lirihnya yang membuatku berhenti melangkah. "Shit!" "Kenapa, Kian?" tanyaku sambi menoleh. "Udah jalan sana!" Kian sedikit nyolot. Sikapnya yang ber
Bohong jika aku tidak bahagia saat Kian mengajakku menambah satu malam di Yogya. Ditambah, ia mengajakku saat kami tengah berpelukan di dalam air pinggiran kolam. Hati perempuan mana yang tidak meleleh mendengar ajakan manis lelaki tercintanya? Meski kenyataannya aku adalah kandidat yang sudah terlihat kalah. Tapi, perlakuan manis Kian mengaburkan penilaianku yang sebelumnya menganggap 'dia tidak mencintaiku'. Bisa jadi aku masih memiliki kesempatan untuk kembali meraih hatinya. Jika dia mengajakku menambah satu malam lagi apakah itu pertanda dia menyukaiku? Jika menerima ajakan bermalam itu aku bisa mengetahui isi hati Kian padaku, mengapa tidak mencobanya saja? Aku menatap mata Kian dengan perasaan gugup. Jujur ini adalah pengalaman terjauhku bersama Kian. "E ... emang bisa, Kian?!" "Besok itu minggu kalau lo lupa. Kantor masih libur, ngapain kita nggak manfaatin waktu disini lebih lama." Aku masih diam menunggu ucapan selanjutnya. "Nanti biaya hotelnya biar gue yang tang
"So? It's challenge. How about you? Atau lo cuma kelihatan sok berani diluar aja, Sha?" Dari awal tantangan, aku sangat yakin akan kalah karena kemampuan berenangku sangat terbatas. Tapi menolak tantangan Kian itu sama dengan menurunkan harga diriku di depan lelaki super perfeksionis sepertinya. Dan aku memiliki gengsi walau sudah tahu akan kalah. "Kamu nantang cewek untuk adu renang?" Kedua bahunya terangkat, "Banyak kok cewek yang lebih kuat dan cerdas dari laki-laki. Jadi, nggak ada istilahnya nantangin lo berenang lalu kesannya kayak gue laki-laki yang beraninya sama cewek doang." Aku menunjuk dadanya, "Kamu punya otot yang keras. Sedang aku?" Tanpa disangka, Kian mendekatkan bisikannya di telingaku, "Lo punya otot yang seksi kalau lo nggak tahu, Sha?" Aku segera mendorong tubuhnya dengan ekspresi kesal. Sedang Kian justru tertawa senang karena berhasil membuatku memanyunkan bibir. Betapa malunya aku ketika dia memujiku seksi. Walau sebenarnya di dalam hati aku bersorak bahag
Tato adalah seni ekspresif yang dituangkan di atas kulit pencintanya. Tato tidak selalu berkonotasi negatif karena kenyataannya banyak orang yang membubuhkan tato di atas tubuhnya dengan berbagai alasan. Seperti Kian, dia memilih mengabadikan momen persahabatannya saat SMA di balik punggung mulusnya yang menggoda. Ada kesan little bad guy dan itu membuatku makin mencintainya. Sinting! Iya, aku memang tergila-gila padanya. Saat perempuan lain memilih menjauh dari pria 'setengah nakal' seperti Kian, aku malah mendekat bahkan bersedia menerimanya singgah di dalam hati. Cinta memang segila ini dan aku yakin perempuan manapun akan berbuat hal yang sama gilanya sepertiku ketika berhubungan dengan lelaki pujaan hati. "Kenapa kamu milih di punggung?" Kian menatapku lekat dengan kedua matanya yang memancarkan tatapan memikat, "Gue pengen apa yang menjadi harapan gue nggak banyak diketahui orang, biar gue aja yang tahu." "Apa harapanmu?" tanyaku lagi karena semalam Kian juga bertanya h
Lelaki tampan selalu dikelilingi wanita-wanita menawan. Bahkan Kian bebas memilih satu dari beberapa wanita yang terang-terangan mengejarnya. Kebanyakan wanita-wanita itu memiliki wajah dan level sosial yang bagus. Maklum, Kian sendiri juga seorang arsitek handal dengan ekonomi yang mapan. Sejauh mengenal Kian, ada tiga wanita cantik nan prestisius yang mendekatinya. Audrey yang berasal dari Australia, Elea, dan terakhir adalah wanita yang menjadi tangan kanan customer kantor kami saat perjalanan bisnis kami saat ini. Tapi, benarkah ia tidak memiliki hubungan dengan wanita tangan kanan customer perusahaan? Jika di aplikasi pesannya saja dia tidak memiliki riwayat chat dengan wanita manapun, pantaskah aku mempercayainya? Masih ada kah harapan untukku merebut hatinya? Suasana hatiku seperti pergantian waktu siang dan malam. Jika mendapat sinar mentari yang hangat, aku pasti bersemangat untuk terus maju mendekatinya. Tapi jika mendapat dinginnya malam, aku akan meringkuk sendirian l