"Eh ... eh ..." tetiba aku hilang keseimbangan saat mengapungkan diri di private pool yang ada di kamar Kian. Dan kini, basahlah sekujur tubuhku. Lalu terdengar suara Kian terkekeh senang. Sialan sekali atasan tampanku yang satu ini. Tapi bagaimana lagi, ini adalah private pool miliknya dan aku hanya numpang meminjam. Dia berjongkok dengan kemeja biru berlengan panjang, jam tangan maskulin yang melingkar di pergelangan tangannya, dan kaca mata bening yang bertengger di wajah penuh kharismanya itu makin menambah kadar ketampanan seorang Paralio Kian Mahardika. Astaga Tuhan, kenapa dia begitu tampan menawan?! Tapi sayangnya tidak bisa kumiliki. "Kok udah balik? Cepet banget?" tanyaku dengan berdiri di tengah private pool dengan sekujur tubuh yang sudah basah. Aku sedikit kecewa karena kepergian Kian yang kurang lama. Sedang aku masih ingin menikmati waktu lebih lama di dalam private pool tenang miliknya ini tanpa gangguan. Beruntung tadi aku sempat melihat acara tivi berlangganan l
Aku tidak punya pilihan selain mengatakan keinginanku untuk mutasi pada Kian. Alasan tersembunyi yang tidak akan pernah kukatakan padanya adalah karena aku tidak mau kami terlalu dekat seperti ini. Sadar diri, aku kalah dari perempuan manapun yang mendekatinya. Aku tidak masuk kriteria sama sekali. Juga, cinta segitiga seperti ini hanya menambah beban di hati karena hanya bisa bersama tanpa bisa memilikinya. Kian berbalik menatapku lekat sambil meremas tanganku yang masih digenggam. "Lo masih mikir mutasi? Because of what?" "Aku ... kayaknya ..." Jawabanku terhenti karena tidak memiliki alasan kuat. "Nggak ada mutasi dan gue nggak akan bantu. Lo udah gue maafin soal Alfonso. So, just right here!" Tanpa menunggu jawabanku, ia menyuruhku berjalan lebih dulu menuju kolam besar. Kemudian Kian mengekoriku. Hingga terdengar umpatan lirihnya yang membuatku berhenti melangkah. "Shit!" "Kenapa, Kian?" tanyaku sambi menoleh. "Udah jalan sana!" Kian sedikit nyolot. Sikapnya yang ber
Bohong jika aku tidak bahagia saat Kian mengajakku menambah satu malam di Yogya. Ditambah, ia mengajakku saat kami tengah berpelukan di dalam air pinggiran kolam. Hati perempuan mana yang tidak meleleh mendengar ajakan manis lelaki tercintanya? Meski kenyataannya aku adalah kandidat yang sudah terlihat kalah. Tapi, perlakuan manis Kian mengaburkan penilaianku yang sebelumnya menganggap 'dia tidak mencintaiku'. Bisa jadi aku masih memiliki kesempatan untuk kembali meraih hatinya. Jika dia mengajakku menambah satu malam lagi apakah itu pertanda dia menyukaiku? Jika menerima ajakan bermalam itu aku bisa mengetahui isi hati Kian padaku, mengapa tidak mencobanya saja? Aku menatap mata Kian dengan perasaan gugup. Jujur ini adalah pengalaman terjauhku bersama Kian. "E ... emang bisa, Kian?!" "Besok itu minggu kalau lo lupa. Kantor masih libur, ngapain kita nggak manfaatin waktu disini lebih lama." Aku masih diam menunggu ucapan selanjutnya. "Nanti biaya hotelnya biar gue yang tang
"So? It's challenge. How about you? Atau lo cuma kelihatan sok berani diluar aja, Sha?" Dari awal tantangan, aku sangat yakin akan kalah karena kemampuan berenangku sangat terbatas. Tapi menolak tantangan Kian itu sama dengan menurunkan harga diriku di depan lelaki super perfeksionis sepertinya. Dan aku memiliki gengsi walau sudah tahu akan kalah. "Kamu nantang cewek untuk adu renang?" Kedua bahunya terangkat, "Banyak kok cewek yang lebih kuat dan cerdas dari laki-laki. Jadi, nggak ada istilahnya nantangin lo berenang lalu kesannya kayak gue laki-laki yang beraninya sama cewek doang." Aku menunjuk dadanya, "Kamu punya otot yang keras. Sedang aku?" Tanpa disangka, Kian mendekatkan bisikannya di telingaku, "Lo punya otot yang seksi kalau lo nggak tahu, Sha?" Aku segera mendorong tubuhnya dengan ekspresi kesal. Sedang Kian justru tertawa senang karena berhasil membuatku memanyunkan bibir. Betapa malunya aku ketika dia memujiku seksi. Walau sebenarnya di dalam hati aku bersorak bahag
Tato adalah seni ekspresif yang dituangkan di atas kulit pencintanya. Tato tidak selalu berkonotasi negatif karena kenyataannya banyak orang yang membubuhkan tato di atas tubuhnya dengan berbagai alasan. Seperti Kian, dia memilih mengabadikan momen persahabatannya saat SMA di balik punggung mulusnya yang menggoda. Ada kesan little bad guy dan itu membuatku makin mencintainya. Sinting! Iya, aku memang tergila-gila padanya. Saat perempuan lain memilih menjauh dari pria 'setengah nakal' seperti Kian, aku malah mendekat bahkan bersedia menerimanya singgah di dalam hati. Cinta memang segila ini dan aku yakin perempuan manapun akan berbuat hal yang sama gilanya sepertiku ketika berhubungan dengan lelaki pujaan hati. "Kenapa kamu milih di punggung?" Kian menatapku lekat dengan kedua matanya yang memancarkan tatapan memikat, "Gue pengen apa yang menjadi harapan gue nggak banyak diketahui orang, biar gue aja yang tahu." "Apa harapanmu?" tanyaku lagi karena semalam Kian juga bertanya h
Lelaki tampan selalu dikelilingi wanita-wanita menawan. Bahkan Kian bebas memilih satu dari beberapa wanita yang terang-terangan mengejarnya. Kebanyakan wanita-wanita itu memiliki wajah dan level sosial yang bagus. Maklum, Kian sendiri juga seorang arsitek handal dengan ekonomi yang mapan. Sejauh mengenal Kian, ada tiga wanita cantik nan prestisius yang mendekatinya. Audrey yang berasal dari Australia, Elea, dan terakhir adalah wanita yang menjadi tangan kanan customer kantor kami saat perjalanan bisnis kami saat ini. Tapi, benarkah ia tidak memiliki hubungan dengan wanita tangan kanan customer perusahaan? Jika di aplikasi pesannya saja dia tidak memiliki riwayat chat dengan wanita manapun, pantaskah aku mempercayainya? Masih ada kah harapan untukku merebut hatinya? Suasana hatiku seperti pergantian waktu siang dan malam. Jika mendapat sinar mentari yang hangat, aku pasti bersemangat untuk terus maju mendekatinya. Tapi jika mendapat dinginnya malam, aku akan meringkuk sendirian l
Perempuan adalah makhluk ciptaan Tuhan paling perasa dan berhati lembut. Mereka lebih mudah diperdaya oleh lelakinya. Apa lagi perasaan cintanya begitu besar hingga tidak sadar bahwa tidak hanya raga yang sanggup diberikan, tapi juga nyawanya. Hanya untuk sesuatu yang bernama ... CINTA. Yang salah hanyalah saat tahu bahwa cinta itu tidak dialamatkan untuknya, ia masih bersikukuh mengejarnya hingga tidak sadar hatinya telah terluka begitu dalam namun masih tetap abai. Itulah kekuatan cinta yang bisa mengalahkan logika. Apakah itu salah? Tidak! Karena cinta itu tidak pernah salah, yang salah adalah pemiliknya yang tidak bisa menjaga hatinya dengan baik. Ditatap Kian begitu lekat dengan jarak sedekat ini, ditambah pertanyaan yang dilontarkan terdengar seperti berbisik mesra, lalu aku bisa apa? Seluruh sel syaraf yang berada di sekujur tubuhku seakan telah tunduk pada titahnya. Dihadapannya aku selalu lemah dan menyerah seperti seorang hamba sahaya. Sebesar itulah cintaku padanya hi
Ada bermacam-macam jenis perempuan di dunia ini, dan aku adalah salah satu perempuan yang mudah jatuh hati pada sosok dewasa yang mengayomi. Tingkat kesetiaanku pada pasangan hampir tidak perlu diragukan lagi. Namun justru aku kerap kali dimanfaatkan untuk membuat mereka senang kemudian aku tak dianggap berarti. Kini, ketika sentuhan dan buaian Kian sanggup membangkitkan naluri bucin ini. Kemudian mengontrol pergerakan jiwa dan ragaku seenak hati. Jadi benar kata pepatah jika cinta itu buta. Akhirnya dia hanya meraba-raba. Munafik jika aku tidak menginginkan Kian melakukan ini lebih dari sekedar sentuhan dan pelukan karena begitu mencintainya. "Sha? Boleh?" tanya Kian berbisik lembut dihadapanku sambil mengusap sudut bibirku. Bagaimana menjawabnya sedang aku takut terlihat murahan apa lagi ia sampai tahu bila selama ini aku memendam rasa cinta ini sendiri. Mungkin dengan memilih diam tanpa memberi jawaban itu lebih baik karena takut jawaban yang kuberikan justru menjadi boomerang