Tinggalkan komentar mendukungnya. Makasiiiiiihhhh
Senyumku berseri melihat nomer yang menelfon saat melahap makan siang kali ini. Wanita berumur yang mendadak memiliki hubungan denganku akibat varian darahnya berada di tubuh janinku. Cucu pertamanya dari putra pertama bajingannya yang kini kabarnya berada di Jepang. Tempo hari Anjar mengatakan hal ini padaku secara eksklusif dengan mimik penuh kesengitan. Keberhasilannya menapaki karir membuatku makin sentimen, sedang aku merasa makin tersuruk oleh keadaan. Padahal kelalaian ini diperbuat oleh kami berdua. Apakah sumpah serapahku belum bekerja dengan baik Tuhan?! "Halo, Sasha?" Suara landainya begitu kalem menyapa telinga. Beliau selalu hangat dan berpikiran terbuka akan segala kesalahan dan keputusan yang kulakukan. Berikut dengan kedua putranya yang eksentrik. "Halo, Tante." "Lagi apa, Sha?" "Makan siang. Tante gimana kabarnya? Maaf Tante, aku sambil makan." "Iya, makan aja. Kabar Tante baik Sha. Oh ya, gimana kabar cucu Tante? Kamu udah USG lagi kan?!" "Sudah Tante, kata
"Hem? Kamu ini kenapa kok tiba-tiba ngomong begini?" "Udah deh Mas bilang aja. Kamu jadi nikahin aku apa enggak?!" Kali ini suaraku terdengar lebih kencang disertai tuntutan agar Affar segera memberi jawaban yang melegakan hati. "Kan kita emang mau nikah." Aku menghela nafas lega karena Affar tidak berubah pikiran sesuai kesepakatan diawal. Biarlah menikah dengannya yang jelas-jelas tidak lagi kucintai. Masa bodoh dengan cinta. Aku butuh kasih sayang dan kemapanannya untuk menjamin kehidupan kami ke depan. Hidup itu butuh uang, apa lagi setelah melahirkan. "Ya udah Mas. Aku ngantor lagi." "Kamu aneh deh Drey." Anakku membutuhkan status dan sosok ayah sambung yang mencintainya. Jika dibandingkan dengan Rado, sepertinya Affar adalah kandidat terbaik. Dia mapan dengan segala gelimangan hartanya, dewasa, matang lahir batin, tidak memiliki gangguan kesehatan mental, dan berpengalaman dalam rumah tangga. Walau kami tidak saling mencintai setidaknya jika menikah dengan Affar aku t
Kedua mata lelahku yang belum ingin memejam hanya bisa menyipit kala lampu kamar hotel bersinar remang-remang. Maklum, aku memiliki fobia dengan kegelapan. Gelap? Fobia? Di awal perkenalan kami, aku pernah begitu takut akan gelap hingga dengan terpaksa menggenggam tangannya untuk membimbingku ke tempat yang lebih terang, saat perayaan ulang tahun pernikahan orang tua Alfonso. Dan satu kenangan manis yang masih terkenang, kala aku memeluknya erat di toko aquarium saat lampu mati. Hanya Kian yang berada di dekatku waktu itu dan aku melakukannya secara spontan. Apalah daya, terkadang naluri ketakutan yang mendominasi tidak bisa membuat seseorang berpikir jernih. Rasa bahagia mengenang itu kuenyahkan dengan menatap Affar dari kejauhan. Dia akan menjadi nahkoda bahterah rumah tangga kami. Dan sudah sepantasnya aku menghapus masa lalu dengan menggunakan Affar sebagai pelipurnya. Setelah memastikan Devan tertidur pulas hingga mulutnya terbuka lucu khas balita, senyum geli menghiasi bi
"Halo Njar.""Hai Drey, gimana kabar lo?" Tanyanya dengan nada ceria."Fine girl. Gue sama Amelia di rumah. Lo lagi ngapain?""Rebahan aja dikamar. Oh ya Drey, lo mau denger cerita heroik dari gue nggak?"Aku mengerutkan dahi. "Apaan? Habis nampol maling lo?"Anjar terkekeh. "Bosnya maling malah.""Maksudnya?"Flashback...Saat itu, jarum jam kantor menunjukkan pukul 14.15 kemudian Anjar mengetuk ruangan Kian yang menjadi satu bersama Pak Rudy. Dua tumpuk dokumen pembelian dalam dekapan Anjar diletakkan dihadapan Kian dengan sopan meski hatinya bergelung marah.Tanpa menyadari perubahan pada ekspresi wajah Anjar, Kian bergegas mengecek dokumen. Beruntung, sebuah panggilan dalam silent mode yang muncul di layar ponsel Kian terbaca jelas oleh kedua mata Anjar.'Lovely Amanda'Anjar, dia bukan perempuan bodoh yang tidak mengerti sebuah panggilan sayang seorang pria pada wanitanya. Hanya saja, Anjar yang dulu dengan yang sekarang sudah berbeda penilaian pada setiap lelaki yang dikenal sej
POV PARALIO Selama di Jepang, aku tidak bisa berkonsentrasi penuh pada pelatihan, tugas, dan lomba yang diadakan. Apa lagi alasannya jika bukan karena aku terus memikirkan Sasha tanpa kuminta sekalipun. Sisi hatiku yang lain selalu berteriak untuk mencari tahu bagaimana kabarnya. Begitu menginjakkan kaki di Indonesia kembali, setelah empat bulan kepergian, aku menemukan kubikelnya yang telah tergantikan oleh orang lain. Pikiranku mulai bertanya-tanya dimanakah dirinya. Hingga pada saat Anjar menemuiku di ruangan, dia mengetahui segalanya tentang hubungan kami di masa lalu. Hingga aku menyadari jika Sasha telah mutasi dari kantor ini. Tepat di hari aku akan pergi ke Jepang. Ada rasa kehilangan bahkan luka yang tidak bisa kujelaskan sama sekali. Belum lagi sikap mama yang makin dingin padaku belakangan ini. Bertanya pada Anjar tentang keberadaan Sasha, bukannya mendapat jawaban, justru aku mendapat penghakiman kembali dari gadis muda seumuran Sasha itu. Bertanya pada mama diman
POV PARALIOKedua mata Sasha memejam sempurna saat aku mengatakan rahasia kami di hadapan Pak Affar. Rahasia yang mungkin selama ini ia tutup rapat-rapat tentang siapa ayah biologis bayi yang dikandung Sasha. Meski aku belum melakukan tes DNA, tapi suara hatiku begitu kuat meyakini jika bayi itu adalah anakku. Keturunanku. Yang akan mewarisi garis wajahku dan yang akan merengek manja padaku saat meminta sesuatu.Aku ingin tahu apakah Sasha menghasut Pak Affar lalu menjadikannya tumbal demi anak yang dikandung? Lalu bagaimana dengan status pernikahan yang sempat ia katakan pada Prita?Sasha membuka matanya perlahan lalu mendongak menatap kedua mataku dengan sorot terluka. Berhasilkah aku nembongkar kebohongannya di depan Pak Affar?Mungkin aku terlihat kejam karena seperti belum cukup menghancurkan hidupnya setelah menelantarkannya saat hamil muda. Apakah aku menyesal membongkar rahasianya di depan Pak Affar?Tidak!Kedua bola mata Pak Affar membulat sempurna kala mendengar pengakuank
POV PARALIODimana ada cinta disitu ada KEHIDUPAN. -Mahatma Gandhi-Rasa cinta Sasha yang teramat besar untukku membuatnya buta akan cinta. Bahkan rela menjadi budak nafsuku. Demi menyenangkan aku, ia rela memberikan kehormatannya padaku.Bagi perempuan setia pada satu cinta sepertinya, berada di dekatku adalah kebahagiaan. Tapi sayang, waktu itu aku tidak menyadari perubahan perasaannya padaku. Lalu dengan egoisnya, aku menghalangi acara kencannya dengan Wildan saat kami bertugas di Yogya. Sadar, ternyata aku cemburu.Sekarang, aku tidak hanya cemburu melainkan tidak terima dengan pernyataan Sasha akan menikah dengan Pak Affar. Shit!!! Aku marah!"Pernikahan kalian harus batal. Saya tidak akan membiarkan pernikahan kalian terjadi. Karena saya yakin keluarga besar Pak Affar yang amat terpandang tidak akan pernah sudi menerima wanita seperti Sasha. Hamil benih pria lain.""Jangan berani-berani menghancurkan hubungan kami Pak Lio!" Sentaknya kemudian Devan mulai merengek karena tidak
POV PARALIO Aku begitu panik ketika Sasha mulai bersandar di dinding sambil menormalkan deru nafasnya yang terlihat seperti orang mengalami asma. Tubuhnya juga mulai melemas. Jujur, aku tidak pernah melihat Amanda seperti ini saat mengandung. "Sha, kamu kenapa?" Tanyaku panik sembari merebahkan tubuhnya di pangkuanku.Apakah dia selalu seperti ini ketika merasa sangat sedih dan tertekan?Matanya mengerjap lemah lalu nafasnya justru melemah. Sedang tangannya memegang perut. "A ... anakku ... Kian."Lalu matanya makin tidak berdaya untuk sekedar melihatku. "Sasha?!! Buka mata kamu! Sasha!"Aku begitu panik.Aku takut kehilangan anakku kembali setelah kebodohan yang kulakukan dengan meninggalkan mereka berdua. Tuhan, tolong maafkan dan selamatkan mereka.Dengan segera aku membopong tubuhnya masuk ke dalam mobil. Aku berharap Tuhan menolong mereka berdua, memberinya waktu untuk hidup lebih lama agar aku bisa melihat anakku tumbuh penuh kasih sayang dan mengobati luka hati Sasha. Meski