Enjoy reading... Bubuhkan komentar dan bintangnya. Makasiiiiihhhh
"Audrey, bisa ke ruangan saya sebentar?" Aku yang tengah mengerjakan laporan keuangan proyek pembangunan jalan usaha tani pun terhenti. "Iya, Pak.""Sekarang. Penting."Sejak Affar membelaku terang-terangan di kantor ini, tidak ada satu pun rekan kerja yang berani berkata jelek padaku. Bahkan Pak Teguh sendiri selalu bermulut manis dan berwajah ramah padaku yang hanya seorang staff keuangan biasa. Begitu aku mendudukkan diri di kursi yang berseberangan dengan Pak Teguh, beliau membuka sebuah map tepat dihadapanku. "Ini surat untukmu. Dari pusat."Mendengar kalimat itu hatiku bergejolak. Kali ini, apa yang akan terjadi pada nasibku?Apakah Affar sebegitu marahnya padaku hingga membuat keputusan yang bisa menghancurkan aku sekali lagi? Tapi, ini bukan salahku. Kian yang datang tanpa diundang lalu mengacaukan segalanya. "Pe...pemberhentian kerja? Apa maksudnya, Pak?" "Surat pengunduran dirimu telah disetujui kantor pusat, Drey." Aku menatap surat dan wajah Pak Teguh bergantian. "S
Sudah jelas tertulis jika aku hanya diberi waktu satu minggu untuk mengalihkan laporan keuangan proyek yang kutangani pada rekanku yang lain. Apa yang bisa dilakukan oleh seorang staf keuangan biasa sepertiku jika yang mempermainkan jalannya karirku adalah manusia-manusia tidak punya hati seperti Kian?Aku hanya pion, dan dialah rajanya. Sekeras apapun mengadu pada pusat, mungkin Kian hanya mendapat teguran karena memanipulasi dataku. Perusahaan terlalu sayang memberhentikannya untuk seorang kacung sepertiku. Semalam, Mama untuk pertama kalinya menelfonku dan memaksa untuk menerima lamaran Kian akhir bulan ini. Sepicik itu kah pria itu hingga berhasil mencuci otak Mama dan Ayah? Kata-kata manis apa yang dia pakai?Rencananya, setelah cuti melahirkan aku akan kembali mencari pekerjaan untuk menghidupi anakku. Mama sempat protes dan melayangkan amarahnya. Bagaimana mungkin aku dan bayiku bergantung pada orang tuaku? Tidak mungkin aku selalu meminta uang pada mereka untuk membeli popok
Jari telunjukku masih menempel di depan bibir Kian yang masih setia berada di atasku. Pria ini selalu saja tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya ketika berada di dekatku. "Please beri aku waktu buat ngomong, Kian."Kian meraih tanganku lalu menciumnya penuh kesungguhan hingga kedua matanya memejam. Perlakuan Kian selalu saja memabukkan untukku. Terlebih wajah tampannya yang berjarak begitu dekat denganku. "Kamu mau bilang apa? Aku dengerin sayang.""Stop perhatian sama gue." Ucapku lirih.Lalu raut wajahnya berubah sedih tanpa melepas tanganku yang berada dalam genggamannya. "Jangan minta hal-hal yang nggak mungkin bisa aku turuti, Sha. Aku nggak mungkin bisa jauhi kamu dan anak kita.""Tapi lo nyakitin gue, Kian. Kepercayaan gue udah hilang. Sekeras apapun lo berusaha, gue nggak bisa percaya.""Nggak, Sha. Kali ini aku janji aku nggak bakal ninggalin kalian. Aku janji, Sha. Janji!"Aku menggeleng tidak mau. "Beri aku kesempatan, Sha. Aku nggak bisa hidup bahagia kalau bukan sama
"Syarat yang gue minta bukan sesuatu yang besar untuk lo, Kian. Tapi ini besar buat gue.""Katakan. Apa yang kamu minta?" Ucapnya tanpa melepas tangan kiriku yang ia genggam dengan kedua tangannya. "Gue minta satu dari cabang toko aquascape lo jadi milik gue sepenuhnya. Lo nggak bakalan miskin cuma karena kehilangan satu toko itu buat gue. Calon istri lo."Kian, dia memiliki banyak toko cabang aquascape dan distro yang dijalankan bersama si tajir Alfonso. Aku tahu bagaimana uletnya seorang Alfonso mengatur keuangan dan menjalanlan bisnis agar tidak macet di tengah jalan. Dia putra seorang pebisnis dan darah itu mengalir dalam tubuhnya. Aku tidak heran jika Kian bisa semapan ini karena ia pandai menginvestasikan hartanya bersama Alfonso yang ulet."Gue nggak mau nggak punya uang kalau lo ninggalin gue sama anak gue. Karena lo udah ambil karir gue. Sampai sekarang gue masih belum percaya lo baik-baik ke gue, Kian. Gue masih takut, suatu saat ketika gue lemah lo buang gue.""Dan soal ja
POV PARALIOAku lega hari ini Sasha telah diperbolehkan pulang. Kata dokter ia harus banyak istirahat dan tidak boleh beraktivitas terlalu berat apalagi stres.Semua pakaian yang akan dibawa pulang ia sendiri yang memasukkan. Katanya ia tidak mau menerima bantuanku yang dirasa memiliki maksud lain."Astaga Sha, aku serius ikhlas bantuin kamu.""Bagi gue nggak. Lo tetep kayak bunglon."Dan apa yang harus kulakukan selain menuruti kemauannya? Aku tidak mau ia tidak nyaman bersamaku."Aku cuma pengen kamu nggak capek biar anak kita tetep sehat.""Lo pikir gue jompo?!""Aku cuma mau bantuin, Sha.""Gue bilang nggak ya nggak! Lo punya telinga nggak sih?!"Baiklah jika nada bicara ibu hamil mulai meninggi, mungkin itu artinya aku harus mengalah. Dan kini jadilah aku menjadi penonton ketika ia membereskan baju-bajunya sendiri.Dia berubah menjadi Sasha yang mandiri, ketus, dan keras kepala. Wajar, karena aku sendiri yang membuatnya berubah seperti ini. Dan kini aku menyesal membuatnya beruba
POV PARALIO Sepulang dari menonton film kesukaan Rado di bioskop, aku dan Mama melancarkan aksi untuk mengajaknya berbincang penuh kepengertian. Aku dan Mama sama-sama khawatir jika Rado tiba-tiba menolak kehadiran Sasha diantara kami. Bagi penderita attachment disorder seperti Rado, rasa ketidakpercayaan yang timbul pada orang lain sangatlah besar. Ia menganggap orang lain tidak layak dipercaya dan hanya membawa masalah dalam kehidupan keluarga kami. “Rado, sini dulu. Mas sama Mama mau bicara penting.” Sebelumnya aku telah memberi tahu Mama jika Rado sempat mengukir nama ‘Sasha’ dengan indah di sebuah kertas. Tapi ukiran indah itu berakhir menyedihkan ketika Rado memberinya warna merah darah dan gambar pisau menghunus di tengahnya. Jujur, aku takut Rado berbuat hal yang tidak kuinginkan seperti sedia kala. Berani menyakiti diri sendiri demi membuatku memilihnya dan meninggalkan tujuan awalku. Tapi masalahnya, Sasha dan anak kami adalah nyawa keduaku. Tanpa mereka aku tidak yakin
POV PARALIO "Mama tahu kan, Sasha dan calon anak kami udah jadi bagian penting dalam hidupku. Tanpa mereka aku kosong, Ma. Tapi aku juga nggak bisa abai sama Rado. Dia adikku, saudaraku." "Mama minta maaf. Karena pertengkaran Mama dan Papamu, Rado jadi korban." "Lalu gambar nama Sasha yang diukir Rado, itu artinya apa?" "Deketin dia. Rayu dia sampai mau cerita. Cuma itu satu-satunya cara, Kian." Dan setelah malam itu aku benar-benar berusaha mendekati Rado dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang. Dia terus menjaga jarak denganku karena jawabannya tetap sama. Dia menolak kehadiran Sasha di rumah ini bahkan dalam susunan kartu keluarga kami. Akibat gangguan kelekatan itu, Rado tidak memiliki seorang teman. Meski Mama telah mengajaknya ke panti asuhan berkali-kali, nyatanya trauma yang terpatri cukup dalam ingatan Rado membuatnya tidak bisa berperilaku seperti pemuda pada umumnya. Dan kini di sebuah sore, aku baru saja datang dari kota. Tubuhku cukup lelah setelah digempur
POV PARALIO "Yang ini lebih bagus, Kian." "Aku suka warna peach, Ma. Sasha nggak cocok pake baju warna biru." "Kalau yang ini nanti perutnya nggak keliahatan buncit." "Yang peach aja, Ma. Buncit juga nggak masalah kan dia emang hamil." "Hah... ya udah lah. Mama capek ngasih kamu saran." Kini aku dan Mama sedang berada di salah satu butik ternama dengan agenda memilihkan gaun yang cantik untuk Sasha kenakan di malam pertunangan kami. Rencananya siang ini juga aku akan mengirimkan gaun ini ke alamat rumah orang tuanya. Kemungkinan esok lusa sudah sampai. Sekalian aku membeli baju batik untuk acara melamarnya. "Gimana Rado? Udah kamu bujuk?" Kini kami sudah di dalam mobil, perjalan ke kantor pos untuk mengirim gaun yang telah dibungkus rapi oleh penjualnya. "Udah, tapi dia nggak mau jawab mau nerima Sasha apa nggak." "Rado itu nggak bisa dipaksa. Semua butuh proses. Semakin kamu paksa, semakin dia nggak suka sama Sasha." "Ya, aku bakal rayu pelan-pelan." "Sasha? Dia udah