“Elang! Apa yang sudah kau lakukan terhadap adikmu?!” tanya Baskoro dengan geram. Dia menyapukan pandangan dan melihat pecahan kaca yang berserakan.
“Itu karena kebodohan dia yang sok menjadi pahlawan dengan melindungi si pencuri itu?!”
“Siapa yang kau maksud dengan pencuri, Elang?!” Baskoro memegang kedua bahu putranya. Tapi ditepis dengan kasar oleh Elang.
“Siapa lagi kalau bukan wanita yang sudah papah umpankan kepadaku!”
“Lancang sekali mulutmu! Jaga bicaramu anak sombong!” Baskoro makin geram dengan ulah sang putra. Rahangnya mulai mengeras dan tangannya mengepal. Dia merasa harus memberi pelajaran kepada putranya.
Perlahan tangan yang mengepal mulai terangkat dan siap melayangkan tinju ke arah putra pertamanya. Namun sebelum itu terjadi, Widya berhasil menahan dengan mencekal pergelangan tangan suaminya.
“Lepaskan tanganku!”
“Tenang, Pah. Biar Ma
“Oh, ya. Ada lagi yang mau Mamah tanyakan. Kenapa sampai ada pecahan kaca dan juga luka pada bahu adikmu?”Elang tak langsung menjawab pertanyaan. Sejenak terdiam dan tampak berfikir. Sebenarnya dia juga menyesali perbuatannya. Hingga tanpa sengaja melukai Yunus. Walau keduanya tidak terlalu akrab, tapi Elang tetap manyayangi sang adik.‘Jawab, Elang!” tepukan pada bahu Elang membuyarkan lamunannya. Lantas beranjak dari tempatnya semula menuju jendela yang terbuka lebar. Dia tak pernah melakukan hal itu sebelumnya. Si Mbok lah yang terbiasa membuka jendela setelah dia berangkat kerja.Otak pria sombong itu terus memikirkan siapa yang sudah melakukannya. Dan dia melirik ke arah sprei dan juga bed cover yang sudah tertata rapi. Siapakah yang telah membereskannya. Assisten rumah tangganya tak pernah datang ke kamarnya di pagi hari kecuali kalau dia yang memintanya. Apa wanita itu yang melakukannya. Tapi rasanya tidak mungkin. Pria itu masih
“Hmm, Saya ... Saya ....” Zahra terlihat gugup. Dia tidak sadar kalau apa yang dilakukannya bisa membongkar jati dirinya yang sesungguhnya. Dan parahnya lagi dia sendiri belum mempersiapkan profesi apa yang tepat untuk penyamarannya. Hal ini belum pernah terpikirkan. Dia juga tak pernah membicarakan masalah ini dengan ayah mertuanya. Zahra mendadak jadi gelisah dan sangat gugup.“Aku juga punya pertanyaan yang sama!” ucap Widya.Saat mendengar suara dari ibu mertuanya membuat Zahra semakin gugup. Dia memilin ujung jilbabnya dan tak tahu harus menjawab apa.“Mana mungkin dia bisa menjawab. Karena pekerjaannya adalah mencuri!” jawab Elang dengan sinis.“Jaga mulutmu! Aku dilahirkan dari rahim seorang wanita mulia hingga harus menjaga nama baik dari wanita itu. Tak mungkin aku melakukan perbuatan serendah itu. Tidak seperti dirimu yang tak bisa menjaga nama wanita mulia yang telah melahirkan dan membesarkanmu karena
“Lalu kenapa kau berusaha membuka lemariku? Apa lagi yang akan kau lakukan selain mencuri!” Elang memotong pembicaraan Zahra yang sangat tidak penting baginya. Dia terbiasa dengan sesuatu yang langsung pada pokok pembicaraan tanpa berbelit-belit.“Aku berinisiatif untuk menyiapkan pakaian kerjamu. Hanya itu saja!”Widya terlihat puas dengan jawaban dari menantunya. Walau baru saja mengenalnya, sepertinya Widya mulai menyukainya. Gadis itu terlihat polos dan jujur. Tak ada kebohongan yang terlukis pada matanya.Kini wanita itu menatap ke arah sang putra.“Elang, kau sudah dengar sendiri jawaban dari istrimu. Apa yang kau tuduhkan adalah sebuah kesalahan. Sekarang, kau minta maaf pada istrimu!” perintah Widya kepada putranya.‘Tapi, Mah ....”“Minta maaf sekarang juga!” Widya menaikan suaranya satu oktaf. Hal itu membuat nyali Elang menciut. Dia sangat mencintai dan menghormati wanita
“Sepuluh menit saja!”“Maaf!” jawab dr. Budi singkat. Dia tetap melanjutkan langkahnya.“Aku memang sudah menikah kemarin. Tapi keadaan tetap sama. Aku masih Zahra yang dulu. Kami juga tidur terpisah. Jadi tidak ada yang berubah pada diriku!” Zahra mencoba menjelaskan walau mungkin takkan didengar oleh kekasihnya.Budi seketika menghentikan langkahnya. Membalikkan badab dan menatap tajam ke arah kekasihnya.“Kau pikir aku percaya? Kau pikir aku bodoh? Pria mana yang tidak ingin bermalam pertama dengan istrinya? Kau itu terlalu naif. Buang semua bualanmu jika hanya menginginkan simpati dariku!” Budi menaikan nada suaranya.“Tapi itulah kenyataannya. Tak ada yang terjadi antara aku dan suamiku. Hal itu akan tetap sama sampai kami berpisah!” Zahra melangkah dan berdiri di hadapan kekasihnya.“Cukup, Zahra! Aku tak ingin mendengar penjelasan apapun darimu! Bagiku kau sudah menghia
“Sebenarnya dia itu ....” Baskoro menghentikan ucapannya. Dia ragu untuk kembali berbohong. Berkata jujur juga tidak mungkin. Istrinya bukan orang yang bodoh yang mudah percaya begitu saja.“Pah! Tolong, jangan ada kebohongan lagi.”Baskoro menundukkan kepala. Dia berfikir lebih keras untuk mencari jalan keluar. Jujur ataukah masih harus menutupi kenyataan yang sesungguhnya.Setelah menimbang-nimbang, diapun memutuskan untuk berkata jujur.“Widya! kau tahu’kan aku sangat menyayangi putraku?”“Iya, Aku tahu.’‘Tak mungkin aku melakukan sesuatu yang bisa merusak masa depannya. Semua yang aku lakukan demi kebaikannya, termasuk dengan memilihkan jodoh untuknya.”“Aku mengerti. Lalu kenapa pilihan papah jatuh kepada gadis itu? Dan apa profesi dia sebenarnya?” tanya Widya penuh selidik. Dia sangat penasaran dengan pekerjaan sang menantu.“Zahra adalah
Zahra terlihat begitu lelah. Bukan hanya karena pekerjaan, lebih kepada pikiran. Ya, dia masih saja memikirkan sang kekasih yang terlihat sangat membencinya. Padahal dia sudah menjelaskan semuanya. Namun tetap saja pria yang sangat dicintainya tidak mau mengerti dengan keputusannya.Setelah menaruh peralatan kerja di rumah orangtuanya, dia lalu berpamitan untuk pulang ke rumah suaminya. Sangat berat untuk kembali berpisah dengan keduanya. Namun dia sekarang sudah menyandang status sebagai seorang istri. Apapun yang terjadi pernikahan itu tetap dianggap sebuah perjanjian dengan yang kuasa. Zahra harus tetap memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang istri dan juga menantu.Setelah menyeruput teh hangat dan pisang gorng buatan ibunda tercinta, Zahra segera berpamitan. Dia lebih memilih menggunakan kendaraan umum daripada membawa mobil pribadinya. Bisa-bisa mengundang curiga.Zahra tiba di rumah suaminya sebelum sang suami kembali ke rumah. Dia memang punya komitme
“Mah, itu lemari baru? Kenapa diletakkan di kamarku? Apa untuk mengganti lemari pakaianku?” tanya Elang beruntun.“Tidak. Lemari pakaian itu bukan untukmu. Lemarimu’kan masih bagus,” Jawab Widya dengan santai sembari terus menata pakaian putranya.“Lalu kenapa diletakkan di kamarku? Mamah tahu’kan aku tidak suka kalau ada barang-barang yang bukan milikku berada di sini!”‘Itu dulu. Sekarang kamu harus terbiasa untuk berbagi kamar dengan yang lain.”“Maksud mamah apa? apa Yunus akan tinggal satu kamar denganku?! Aku tidak setuju, Mah! Dia’kan sudah punya kamar sendiri!’“Siapa yang bilang Yunus yang akan tinggal di kamarmu?”“Lalu siapa lagi kalau bukan dia?”“Kau’kan bisa membuka sendiri lemari itu. Lihat saja baju siapa yang berada di dalam sana!” perintah Widya kepada putranya.Elang menarik nafas panjang, m
“Kau benar-benar wanita tidak tahu diri! Kau bukan hanya merusak masa depanku, tapi kau juga berhasil merebut wanita yang selama ini menyayangiku. Karena dirinyalah aku bertahan di rumah ini dan hidup dengan pria yang paling aku benci. Kau benar-benar seorang penyihir yang hebat! Penipu kamu!”“Kau salah sangka! Aku tidak seperti yang kau tuduhkan!”“Lalu siapa lagi yang menginginkan untuk pindah ke kamarku kalau bukan dirimu sendiri! Apa kau ingin aku menidurimu hingga kau hamil dan punya keturunan dariku, lalu merebut warisanku? Apa kau merindukan lelaki untuk menidurimu? Dasar wanita jalang! Jangan pernah berharap aku akan sudi menyentuh tubuhmu yang menjijikkan itu!”“Astaghfirulloh hal,adzim, kotor sekali mulutmu seperti comberan!” ucap Zahra dengan kesal. Dia mencoba bersabar dan mengelus dadanya berkali-kali.“Yang aku bicarakan itu benar, kau itu wanita yang haus akan sentuhan dan kau juga ....