“Oke. Papah akan berusaha menuruti ucapanmu! Jadi hubungan kalian sekarang benar-benar seperti suami istri yang sesungguhnya? Artinya sebentar lagi kalian akan memberikan cucu kepada Papah?” tanya Baskoro penuh harap.Elang tersipu malu. “Do’akan saja, Pah. Sekarang Elang mau ke kamar dulu!”“Oke! Jangan lupa, sampaikan permintaan maafku pada istrimu!” Bakoro bangkit dan memeluk putranya. Ada secercah harapan dalam dadanya.***Elang masuk ke dalam kamar. Terlihat sang istri sedang duduk bersandar pada ranjang. Saat melihat suaminya, Zahra menarik selimut untuk menutup tubuh bagian bawah.“Kau belum tidur?” tanya Elang kepada istrinya.“Aku belum ngantuk,” jawab Zahra dengan singkat. Dia merasakan jantungnya berdegup sangat kencang saat sang suami menuju ke arahnya. Dengan cepat gadis itu menundukkan kepala“Boleh aku duduk di sampingmu dan satu selimut denganmu?” tanya Elang dengan lembut dan penuh harap.Tentu saja hal itu membuat degup jantung Zahra berpacu sangat kencang. Wajahnya
BAB 115 MEROBEK SURAT PERJANJIAN“Kalau itu yang membuatmu ragu, ikutlah denganku sekarang juga!”“Ke mana?”Elang tak menjawab pertanyaan dari istrinya. Pria dengan dada bidang itu melangkah ke arah ruang kerjanya tanpa melepaskan lengan sang istri.Saat tiba di sana, Elang menyuruh istrinya untuk duduk di sofa. Lalu bergegas mengunci pintu dengan rapat seolah tak ingin ada seseorang yang akan mendengarkan pembicaraannya.“Kau mau apa?!” Zahra merasa khawatir. Suaminya terlihat memendam amarah.‘Kenapa dia yang harus marah. Seharusnya aku yang kesal!’ ujar Zahra bermonolog dalam hati.Elang menoleh ke arah istrinya sekilas. “Tunggulah sebentar!” kemudian dia melangkah menuju foto keluarga yang berukuran cukup besar.Elang menurunkan foto tersebut dengan perlahan dan diletakkan di lantai tak jauh dari tempatnya berdiri.Ternyata di belakang foto tersebut ada lemari tanam berukuran kecil. Kemudian Elang mengambil kunci kecil yang tersembunyi di belakang foto. Ternyata pria ini orang ya
Elang melonggarkan pelukan dan menangkup wajah sang istri.“Aku berjanji takkan mengulangi kebodohanku. Atau kalau kau mau hukum aku supaya bisa menebus kesalahanku!”Zahra menggelengkan kepala. “Tidak! aku hanya ingin hidup tenang tanpa masalah. Kehilangan Mas Budi sangat membuatku terpuruk. Jadi tolong, jangan membuatku sedih. Itu saja yang aku inginkan!”Elang tersenyum sembari menganggukkan kepala. “Baiklah. Aku berjanji takkan pernah mengecewakanmu. Oh, ya sebentar. Aku ada hadiah untukmu!”Elang melangkah ke arah brankas untuk mengambil benda kotak berwarna merah. Wajahnya terlihat gembira saat membawanya ke hadapan sang istri.“Ini untukmu. Bukalah!” Elang memberikan kotak perhiasan kepada istrinya.“Untukku?” tanya Zahra seperti tak percaya.“Iya. Ini untukmu. Aku sudah mempersiapkannya beberapa hari lalu. Tapi belum sempat memberikan kepadamu! Sekarang, bukalah. Aku harap kau menyukainya!”Zahra mencoba tersenyum walau sedikit dipaksakan.Perlahan, gadis itu membuka kotak per
“Bagus sekali!” Zahra memegang kalung yang melingkar di lehernya.“Kau suka?” tanya Elang.“Iya. Aku suka. Tapi maaf, kalau aku belum bisa menjalankan kewajibanku sebagai istri yang seutuhnya. Aku masih butuh waktu. Kuharap kau mau mengerti,” ujar Zahra sembari menatap ke arah suaminya. Dengan penuh harap semoga sang suami memahami dirinya.“Aku mengerti dan tidak masalah bagiku. Aku akan berusaha lebih keras lagi supaya kau bisa jatuh cinta berkali-kali kepadaku. Dan aku tak akan bosan untuk menanti saatnya tiba.” Elang tersenyum sembari memberi usapan lembut pada pipi wanita yang membuatnya jatuh cinta berkali-kali.“Terimakasih.” Zahra menyentuh jemari Elang yang tengah mengusap pipinya.“Sebenarnya aku ingin kau tidak usah cape-cape bekerja. Aku ingin kau menjadi seorang istri yang ada setiap aku berangkat dan pulang kerja. Seperti Mamah. Bagaimana?” tanya Elang dengan berhati-hati karena takut akan menyinggung istrinya.Benar saja wajah sang istri berubah masam. Elang, maaf tapi
Elang mengatur napas mencoba untuk mengontrol emosinya.“Baiklah. Tapi mulai sekarang, aku akan memerintahkan salah satu anak buahku untuk menjagamu. Baik di rumah atau kemanapun kau pergi!”“Maksudmu, ada yang mengawalku ke mana-mana?”“Iya!”“Aku tidak mau!”“Kau harus mau karena aku tak bisa menjagamu jika kau sedang bekerja. Tapi kau tak usah khawatir karena mata-mataku akan ada di sekitarmu! Kau pasti aman. Semua ini demi kebaikanmu. Mengerti?”Zahra terpaksa mengangguk dan menurut apa kata suaminya. Jika mengingat kenekatan Jessica, membuat Zahra merinding.Baskoro bisa bernapas lega saat melihat anak dan menantunya sudah layaknya sepasang suami istri yang sesungguhnya. Ternyata tak sia-sia pengorbannya selama ini, bahkan hingga saat ini menantunya masih mendiamkannya. Baskoro rela menanggung semua itu demi kebahagiaan putranya.“Kalau begitu, Papah mau ke kamar dulu!” Baskoro berpamitan kepada Elang.‘Tunggu, Pah!” Elang menahan papahnya untuk tidak pergi.“Ada apa?”Elang meng
Bab 119 BERSITEGANG DENGAN VEROBeberapa saat keduanya larut dalam kenangan. Tatapan yang bertemu menyiratkan kerinduan yang membuncah. Ada rasa haru dan juga bahagia setelah sekian lama berpisah. Ingin mengulang kembali kebersamaan, tapi waktu tak dapat diputar kembali. Jalan keduanya sudah berbeda.“Kau baik-baik saja?” tanya Budi dengan lembut.Zahra menegakkan kepala saat merasakan cairan hangat pada punggung tangannya.“Mas Budi!” Zahra melihat kelopak mata mantan kekasihnya penuh dengan genangan air mata.“Zahra. Maafkan aku!” tanpa sadar Budi memeluk gadis yang pernah mengisi hari-harinya.Zahra tak menyangka akan mendapatkan pelukan hangat itu. Dia hanya mematung. Namun tanpa terasa sir mata juga mulai membasahi pipinya. Zahra sendiri tak dapat mengerti arti dari tangisannya.“Mas, Budi!”Suara teriakan seorang wanita menyadarkan keduanya untuk melepas pelukan.“Vero! Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Tadi aku hanya ....”“Diam kamu, Mas! Tak usah mengelak. Apa yang kalia
“Vero! Diamlah!” Budi menutup mulut istrinya rapat. Dia tidak suka dengan ocehan istrinya yang sengaja memanas-mnasi mantan kekasihnya. Budi masih tidak rela jika ada yang menyakiti Zahra. Apalagi saat melihat mendung menyelimuti wajah gadis yang begitu dicintainya hingga kini.Elang tak tinggal diam. Bukan Elang namanya kalau tak bisa membalas hal yang sama.“Oh, ya? Vero, aku rasa suamimu menidurimu hanya melaksanakan kewajibannya saja sebagai suami. Berbeda dengan ranjang kami yang selalu hangat dengan lenguhan istriku yang begitu menikmati permainan kami. Bukan hanya setiap malam. Pagi, siang ataupun setiap detik saat kami bertemu hanya ranjang yang kami cari untuk mencapai puncak kenikmatan!”“Elang cukup! Tak ada gunanya meneruskan perdebatan ini!” Zahra mencoba menengahi. Sekilas menatap wajah Budi yang terlihat sedih. Zahra yakin pasti ada luka dalam hatinya saat mendengar ucapan suaminya.Zahra tahu apa yang Elang katakan hanya untuk membela harga dirinya di depan Vero. Namun
Zahra masih membisu. Pertanyaan dari suaminya sangat sulit untuk dijawab.“Oke! Dengan kebisuanmu sudah cukup membuatku mengerti!” Elang hendak melangkah meninggalkan istrinya. Namun langkahnya terhenti oleh nada suara yang membuat dadanya berdenyut.“Tunggu! Aku harap kau mengerti, kalau keadaan ini terasa sulit untukku. Aku ingin kau menemaniku untuk melewati hari-hari yang tak nyaman ini!”Elang memejamkan mata untuk menetralisir perasaannya. Lalu membalikkan badan dan menatap sang istri dengan tajam.“Apa yang membuatmu tidak nyaman?”“Kau ingin aku jujur atau tidak?” tanya Zahra kembali.“Jujurlah walau itu menyakitkan!” jawab Elang sembari berusaha mengontrol emosinya.“Pertemuan tadi membuatku kembali teringat tentang masa lalu yang pernah kami jalani. Dan saat ini aku tak tahu apa aku masih mencintainya atau tidak. Tapi yang kurasakan, aku bahagia kembali bertemu dengannya. Dan aku berusaha melawan rasa suka cita ini. Tapi sangat sulit untuk mengendalikan perasaan ini. Tolong