Elang mengatur napas mencoba untuk mengontrol emosinya.“Baiklah. Tapi mulai sekarang, aku akan memerintahkan salah satu anak buahku untuk menjagamu. Baik di rumah atau kemanapun kau pergi!”“Maksudmu, ada yang mengawalku ke mana-mana?”“Iya!”“Aku tidak mau!”“Kau harus mau karena aku tak bisa menjagamu jika kau sedang bekerja. Tapi kau tak usah khawatir karena mata-mataku akan ada di sekitarmu! Kau pasti aman. Semua ini demi kebaikanmu. Mengerti?”Zahra terpaksa mengangguk dan menurut apa kata suaminya. Jika mengingat kenekatan Jessica, membuat Zahra merinding.Baskoro bisa bernapas lega saat melihat anak dan menantunya sudah layaknya sepasang suami istri yang sesungguhnya. Ternyata tak sia-sia pengorbannya selama ini, bahkan hingga saat ini menantunya masih mendiamkannya. Baskoro rela menanggung semua itu demi kebahagiaan putranya.“Kalau begitu, Papah mau ke kamar dulu!” Baskoro berpamitan kepada Elang.‘Tunggu, Pah!” Elang menahan papahnya untuk tidak pergi.“Ada apa?”Elang meng
Bab 119 BERSITEGANG DENGAN VEROBeberapa saat keduanya larut dalam kenangan. Tatapan yang bertemu menyiratkan kerinduan yang membuncah. Ada rasa haru dan juga bahagia setelah sekian lama berpisah. Ingin mengulang kembali kebersamaan, tapi waktu tak dapat diputar kembali. Jalan keduanya sudah berbeda.“Kau baik-baik saja?” tanya Budi dengan lembut.Zahra menegakkan kepala saat merasakan cairan hangat pada punggung tangannya.“Mas Budi!” Zahra melihat kelopak mata mantan kekasihnya penuh dengan genangan air mata.“Zahra. Maafkan aku!” tanpa sadar Budi memeluk gadis yang pernah mengisi hari-harinya.Zahra tak menyangka akan mendapatkan pelukan hangat itu. Dia hanya mematung. Namun tanpa terasa sir mata juga mulai membasahi pipinya. Zahra sendiri tak dapat mengerti arti dari tangisannya.“Mas, Budi!”Suara teriakan seorang wanita menyadarkan keduanya untuk melepas pelukan.“Vero! Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Tadi aku hanya ....”“Diam kamu, Mas! Tak usah mengelak. Apa yang kalia
“Vero! Diamlah!” Budi menutup mulut istrinya rapat. Dia tidak suka dengan ocehan istrinya yang sengaja memanas-mnasi mantan kekasihnya. Budi masih tidak rela jika ada yang menyakiti Zahra. Apalagi saat melihat mendung menyelimuti wajah gadis yang begitu dicintainya hingga kini.Elang tak tinggal diam. Bukan Elang namanya kalau tak bisa membalas hal yang sama.“Oh, ya? Vero, aku rasa suamimu menidurimu hanya melaksanakan kewajibannya saja sebagai suami. Berbeda dengan ranjang kami yang selalu hangat dengan lenguhan istriku yang begitu menikmati permainan kami. Bukan hanya setiap malam. Pagi, siang ataupun setiap detik saat kami bertemu hanya ranjang yang kami cari untuk mencapai puncak kenikmatan!”“Elang cukup! Tak ada gunanya meneruskan perdebatan ini!” Zahra mencoba menengahi. Sekilas menatap wajah Budi yang terlihat sedih. Zahra yakin pasti ada luka dalam hatinya saat mendengar ucapan suaminya.Zahra tahu apa yang Elang katakan hanya untuk membela harga dirinya di depan Vero. Namun
Zahra masih membisu. Pertanyaan dari suaminya sangat sulit untuk dijawab.“Oke! Dengan kebisuanmu sudah cukup membuatku mengerti!” Elang hendak melangkah meninggalkan istrinya. Namun langkahnya terhenti oleh nada suara yang membuat dadanya berdenyut.“Tunggu! Aku harap kau mengerti, kalau keadaan ini terasa sulit untukku. Aku ingin kau menemaniku untuk melewati hari-hari yang tak nyaman ini!”Elang memejamkan mata untuk menetralisir perasaannya. Lalu membalikkan badan dan menatap sang istri dengan tajam.“Apa yang membuatmu tidak nyaman?”“Kau ingin aku jujur atau tidak?” tanya Zahra kembali.“Jujurlah walau itu menyakitkan!” jawab Elang sembari berusaha mengontrol emosinya.“Pertemuan tadi membuatku kembali teringat tentang masa lalu yang pernah kami jalani. Dan saat ini aku tak tahu apa aku masih mencintainya atau tidak. Tapi yang kurasakan, aku bahagia kembali bertemu dengannya. Dan aku berusaha melawan rasa suka cita ini. Tapi sangat sulit untuk mengendalikan perasaan ini. Tolong
“Apa kau kini bahagia dengan pernikahanmu?”Pertanyaan Budi membuat Zahra terkejut. “Apa ini ada hubungannya dengan pernyataan suamiku tadi?” Zahra balik bertanya kepada Budi.“Mmm aku ... aku ....” Budi terlihat gugup. Dia tak menyangka wanita di hadapan akan menanyakan apa yang membuatnya resah.“Sebenarnya, Aku juga punya pertanyaan yang sama untukmu, Mas!” Zahra berusaha mencairkan suasana yang mulai kaku.“Oh, ya? Kau atau aku dulu yang akan menjawabnya?”“Aku dulu.” Jawab Zahra sembari membuang pandangan jauh. Kini pikirannya terfokus dengan apa yang ingin diungkapkan kepada mantan kekasihnya.“Jujur, aku sangat sedih dengan pernikahanmu, Mas. Untung saja suamiku memberi kekuatan supaya aku bisa menerima kenyataan bahwa kau sudah bukan milikku. Hingga aku tak begitu lama larut dalam kesedihan.!”“Maafkan aku, Zahra!” ucap Budi lirih. Dia merasa sangat bersalah dengan keputusannya yang tanpa pemikiran panjang.“Setelah itu aku mencoba untuk mencari kebahagiaan. Setelah kau menika
“Aku bahagia dengan istriku! Sangat bahagia! Kau puas?!” Budi menjawab dengan kesal. Kemudian pergi menjauh meninggalkan Zahra seorang diri.“Kini Zahra menangis seorang diri. Ada rasa penyesalan karena sudah berbohong hingga membuat pria tampan itu tersakiti. Namun Zahra tak punya pilihan. Dia juga harus menjaga nama baik suaminya.Tiba-tiba ada seseorang yang memeluk Zahra dengan erat hingga membuat gadis itu terkejut dan memberontak.“Lepaskan aku!”“Tenanglah. Ini aku!”Saat sudah memastikan betul siapa orangnya, Zahra pun memeluknya lebih erat dan menumpahkan tangis di dadanya.“Tenanglah. Aku sudah mendengarnya. Terimakasih karena kau sudah menjaga nama baikku sebagai suami, walaupun kau harus menanggung rasa sakit.” Elang mengecup puncak kepala sang istri.“Sudahlah. Lupakan semua. Aku kesini untuk mengajakmu makan siang. Kau mau’kan?” Elang melonggarkan pelukan dan mengusap air mata di pipi istrinya.Zahra menganggukkan kepala. Dia masih syok dan hanya bisa bersandar pada san
Sementara Zahra masih terus terjaga. Walau waktu sudah menunjukkan hampir jam satu dini hari.Tiba-tiba ponsel Zahra berdering dan membuat Zahra terkejut. Dia sangat takut akan ada kabar yang sangat penting. Dengan gerakan cepat, Zahra beranjak dari tempat tidur dan mengambil ponsel yang berada di atas nakas.“Astaga!” Elang terbangun karena pergerakan istrinya yang begitu cepat. Pria itu menggelengkan kepala dengan cepat.“Elang. Benar’kan ada telepon di tengah malam begini. Ini pasti mengabarkan berita buruk. Apa ada yang terjadi dengan ibu atau ayah?” Zahra bertanya kepada suaminya. Dia tak berani menerima telepon tersebut. Bahkan untuk membaca siapa yang menelpon saja dia tidak berani.“Dari siapa?” tanya Elang sembari duduk di ranjang dan mengucek matanya.“Tidak tahu. Aku tidak berani membacanya!”“Sini aku yang angkat! Tolong nyalakan lampunya!” Elang mengambil ponsel istrinya sembari memijit keningnya.“Dari dr. Rio! Kau saja yang angkat. Barangkali penting!” Elang membaca nam
Zahra mulai sadarkan diri. Sedikit demi sedikit mencoba membuka mata dan merasakan silau oleh cahaya lampu yang berpendar. Kembali memejamkan mata sembari memegang kepala yang terasa berat.“Kau sudah sadar, Sayang? Syukurlah!” Elang tersenyum dan bahagia melihat pujaan hati sudah siuman..“Apa yang terjadi? kenapa Mamah dan Papah ada di sini? kepalaku juga sakit sekali? Ssss!” Zahra mendesis menahan rasa sakit.“Tidak ada apa-apa. Kau hanya kelelahan! Sekarang istirahatlah. Aku akan menjagamu di sini!” Elang membetulkan letak selimut istrinya hingga sebatas leher.Dengan terpaksa, Elang takkan memberitahu tentang keadaan Budi. Bukan berarti dia tidak peduli. Namun kesehatan dan kondisi kejiwaan sang istri lebih utama. Dia bertanggung jawab penuh atas istrinya. Sedangkan Budi punya keluarga dan saat ini mereka pasti sudah berada di sana.Zahra kembali memejamkan mata.Elang bisa bernapas lega setelah mendengar suara seperti dengkuran halus sang istri.“Elang, apa sebenarnya yang terja