Elang berjalan mondar mandir di dalam kamar. Sudah lebih dari jam sebelas malam, tapi sang istri belum juga pulang. Bahkan seharian tak memberi kabar. Tentu saja hal itu bukan hanya membuat Elang marah, tapi juga khawatir. Suami mana yang tak khawatir saat hampir tengah malam sang istri belum juga pulang. Dan dia juga sudah jelas sedang bersama mantan kekasihnya.Elang melihat ke arah ponsel yang berada di tangan. Nomor sang istri terakhir membuka aplikasi berwarna hijau pada siang hari saat masih bersamanya. Jelas saja hal itu membuat Elang kebingungan. Mau berusaha untuk menelpon lebih dulu, tapi gengsi.“Ya, Tuhan. Bagaimana ini?” Elang memijit pelipisnya. Kepalanya terasa sangat berat.Terdengar suara pintu gerbang yang dibuka. Terlihat seorang wanita yang dinanti masuk ke dalam rumah. Ada sedikit lega dalam dadanya.“Aku tak mau berdebat. Lebih baik berpura-pura tidur saja.”Elang meletakkan ponsel di atas nakas. Lalu bergelung dalam selimut dan memejamkan mata. Dia sengaja tak m
“Elang! aku mau minta maaf, karena baru pulang di tengah malam begini dan tak mengabarimu seharian. Kau pasti marah dan cemburu. Tapi Demi Alloh, tak terjadi apa-apa antara aku dan Mas Budi.”Elang mengepalkan tangan saat sang istri menyebut nama mantan kekasihnya. Mulai timbul rasa kekesalan dalam dadanya.“Bagiku Mas Budi hanya masa lalu. Kau sudah sangat baik terhadapku hingga tak mungkin aku menghianati kesetiaanmu.”Elang bisa bernapas lega saat mendengar ucapan sang istri. Itu artinya perjuangannya tak sia-sia karena sang istri mulai menghargainya.“Kalau aku boleh jujur, aku mulai merasa selalu ingin bersamamu. Seperti seharian ini, aku sangat merindukanmu. Dan setiap detik pikiran ini tak bisa lepas dari bayang-bayangmu. Aku tak tahu apa artinya perasaanku ini.”Elang sangat terkejut sekaligus bahagia saat mendengar ungkapan hati sang istri yang selalu dinanti. Tak menyangka jika wanita mengagumkan itu sudah mulai bisa menerima kehadirannya. Bukan hanya menerima tapi juga menc
Namun Elang harus menelan kekecewaan saat sang istri menghentikan aksinya dengan menutup bibir Elang yang siap untuk menyatukan kenikmatan yang tiada tara.“Maaf. Aku belum siap,” ucap Zahra lirih sembari memalingkan wajah.“Kenapa?” tanya Elang sembari menahan gejolak hasratnya yang menggebu.“Aku tidak tahu. Tolong, beri aku waktu.” Zahra memejamkan mata. Sebenarnya dia pasrah saja jika sang suami mau melakukannya karena sudah terdesak oleh syahwatnya. Sebagai seorang istri tak mungkin menghindar jika sang suami meminta.Sungguh Zahrapun menginginkan sentuhan itu. Namun entah kenapa bayangan Budi melintas begitu saja. Rasanya tak tega jika dia bersenang-senag di atas penderitaan mantan kekasihnya.Elang bangkit dan duduk di tepi ranjang. Pria itu menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Dia mencoba membuang hasratnya. Rasanya sangat tidak mengenakkan bagi seorang pria jika hasrat yang tengah memuncak, tak tersalurkan. Namun Elang berusaha untuk menetralisir perasaann
“Tiga huruf yang aku minta?” Elang bertanya pada diri sendiri sembari mengingat-ingat apa yang baru saja dimintanya. Diapun mencoba menebak dengan iseng.“Oh, aku tahu. Maksud kamu yang depannya S’kan? s*x maksudnya?”“Iih jangan diomongin. Gak pantas tahu!” pipi gadis cantik itu merona.Elang tertawa. Ternyata istrinya benar-benar masih polos. Bahkan untuk menyebut kata itu saja dia tidak berani.“Oke. Hubungan suami istri maksud kamu’kan?“Iya!”“Seberapa penting bagi aku pribadi atau sebagai suamimu?”“Ya dua-duanya!”“Oke. Sebagai seorang pria yang sudah beristri, jelas saja hal itu sangat penting. Karena sebagai Suami dia punya kewajiban akan hal itu. Menjadi sebuah kewajiban karena ada yang menanti haknya, yaitu seorang istri. Dan bagiku pribadi, aku akan menunaikan kewajiban jika istriku meminta haknya. Dan aku pastikan selama kau tidak meminta hakmu, aku juga takkan menunaikan kewajibanku dalam hal hubungan suami istri. Karena itulah aku takkan pernah memaksamu.” Elang mencoba
“Mas Budi. Kenapa kau terlihat sedih? Bukankah seharusnya kau bahagia karena hari ini keadaanmu sudah membaik dan diperbolehkan untuk pulang.” Tanya Zahra sembari membantu Budi untuk duduk di kursi roda.“Apa kau pikir aku bahagia dengan kehilangan Vero dan juga kakiku yang cacat? Apa yang bisa membuatku bahagia? Apa?!” Budi memukul ranjang dengan kesal. Kelopak matanya tak mampu membendung air mata yang menggenang.Zahra mensejajarkan diri dengan Budi yang duduk di kursi roda.“Mas Budi. Kau harus semangat dalam menjalani hidup. Dan ....”“Apa yang bisa membuatku semangat? Istriku meninggal, sedangkan aku cacat. Apa lagi yang bisa membuatku semangat dalam menjalani kesendirianku!” Budi terlihat begitu putus asa.Zahra sangat iba kepada mantan kekasihnya. Rasanya ingin bisa berbagi kesedihan. Namun dia juga tak tahu apa yang harus dilakukannya.“Mas Budi. Apa yang bisa aku lakukan untukmu supaya kau bisa kembali semangat dalam menjalani hidup?” Zahra mencoba untuk terus memompa semang
“Ada yang mau aku bicarakan sama kamu.””tentang apa?” tanya Elang sembari mematikan laptop. Lalu membalikkan kursi dan menyuruh sang istri untuk duduk di pangkuan dengan kode menepuk-nepuk pahanya.“Di sana aja sambil tiduran.” Zahra menggelengkan kepala sembari menunjuk ke arah ranjang.“Oke. Ayo!” Elang menggendong tubuh istrinya dan menidurkannya di atas ranjang.Semkain hari Zahra merasa makin mencintai suaminya yang sangat romantis. Mulai dari perlakuannya yang selalu membuat hatinya meleleh, dinner romantis juga hadiah yang bernilai fantastis selalu diberikan oleh suami kepadanya. Gadis itu merasa diperlakukan bak seorang ratu.Elang mengecup kening sang istri dan bergelung dalam satu selimut.Pasangan suami istri ini lebih suka membahas sebuah masalah aataupun hanya sekedar mengobrol di atas ranjang. Walau tak diakhiri dengan permainan ranjang, setidaknya keduanya bisa lebih intim. Dengan harapan sang istri tergerak hatinya untuk menjalankan kewajiban yang belum ditunaikan.“K
“Katakan padaku dengan cara apa kau bisa membuatku percaya bahwa kau takkan menghianatiku. Kalian takkan mengulang apa yang pernah terjalin dahulu!” Ucap Elang dengan dingin.“Jadi kau mengijinkan aku?” tanya Zahra dengan wajah berseri. Lalu berdiri di samping suaminya.“Jujur. Sebagai seorang suami aku tak rela kau terus berdekatan dengan mantan kekasihmu itu. Tapi di satu sisi aku ingin mencoba percaya jika kau takkan pernah menghianati cinta kita.”“Elang. Aku sangat mencintaimu. Bagiku Mas Budi adalah masa lalu. Dan saat bersamanya, aku tak merasakan lagi getaran seperti yang aku rasakan dulu. Itu artinya aku sudah tak mencintainya. Aku hanya mencoba peduli kepadanya. Itu saja.”“Baiklah. Mulai kapan. Dan bagaimana kau mengatur waktu. Jangan lupa, kau juga harus membagi waktumu untukku. Itu yang paling penting.”“Sepulang bekerja aku akan ke rumah Mas Budi. Dan saat kau pulang ke rumah, aku pastikan aku sudah berada di rumah dan mempersiapkan segala keperluanmu.”“Oke. Aku pegang
Tatapan Budi menerawang jauh. Dia mencoba untuk mengingat kejadian naas yang menimpanya hingga merenggut nyawa sang istri tercinta.“Kalau kau tak siap untuk bercerita, lebih baik tidak usah. Namun kalau Kau ingin berbagi denganku, aku siap mendengarkannya,” ucap Zahra dengan lembut. Gadis itu dengan tulus ingin membantu memulihkan trauma pada diri sang mantan.“Aku akan cerita. Waktu itu, kami bertengkar sangat hebat di dalam mobil. Penyebabnya sangatsangat sepele.”“Kalau boleh aku tahu karena apa?”“Karena dirimu.” Budi menatap wajah Zahra dengan serius.“Aku?!” Zahra menunjuk ke wajahnya sendiri sembari mengerutkan kening. Jawaban Budi membuatnya makin penasaran.“Iya. Saat itu tanpa sengaja, Vero melihat foto kita berdua pada profil di ponselku. Dan Vero sangat marah dan cemburu.”Zahra terlihat tidak nyaman. Dia tak menyangka jika penyebab terjadinya kecelakaan adalah dirinya.“Tapi ini bukan salahmu.” Budi melihat wajah Zahra yang berubah.“Kenapa kau tak menggantinya dengan fo