Share

Mengenang Masa Lalu

Namun setelah satu persatu tetangga meninggalkan rumah, sekarang Ziya hanya ditemani oleh Bu Dewi. Sejak hari pertama Zoya meninggal, Bu Dewi selalu menginap di rumah Ziya.

“Bu, kalau mau pulang tidak apa! Kasihan Bapak kalau ditinggalkan terus,” ucap Ziya pada Bu Dewi.

Ziya sadar mungkin Bu Dewi ingin pulang tapi kasihan dengannya. Bagaimanapun Bu Dewi mempunyai suami yang harus diurus juga.

“Ibu gak tega harus meninggalkan kamu sendirian dengan Tegar,” jawab Bu Dewi cepat.

“Tidak masalah, Bu. Aku bisa menjaga Tegar dengan baik koq.”

Ziya meyakinkan Bu Dewi agar mau pulang karena dia sudah terlalu banyak merepotkan wanita paruh baya yang sudah baik  itu. 

“Ya sudah, nanti malam Ibu akan pulang tapi kamu janji kalau ada apa-apa langsung telepon Ibu ya?”

Ziya mengangguk dan tersenyum haru mendapat perhatian seperti itu, mungkin kalau orangtuanya masih ada akan melakukan hal yang sama.

Masih membekas diingatannya, kejadian setelah orang tuanya meninggal dunia 2 tahun yang lalu. Seminggu kemudian ada orang dari pihak bank yang menyita rumah mereka beserta isinya. Ternyata tanpa sepengetahuan Ziya, sang Papa-Zain Wijaya telah menjaminkan rumah dan isinya untuk membayar hutang.

Mirisnya, ternyata Ziya baru mengetahui kalau perusahaan sang Papa sudah mengalami kebangkrutan. Seakan seperti direncanakan, perusahaan itu juga telah berpindah tangan ke orang lain. Terlebih rekan bisnisnya sang Papa yang mengambil alih. Sang Papa-Zain tidak pernah memberitahu Ziya karena tidak mau melibatkan anak gadisnya itu. Namun belum sempat Sang Papa-Zain menceritakan yang sebenarnya pada Ziya, nyawanya sudah tidak terselamatkan karena kecelakaan. Saat itu mobilnya yang dikemudikan dengan sang Mama bertabrakan dengan trailer, perjalanan pulang dari bertemu dengan klien.

Semua kejadian yang menimpa sang Papa telah dijelaskan oleh pengacara keluarga.

“Maaf, Mbk Ziya dan Zoya. Pak Zain Wijaya tidak meninggalkan harta untuk kedua putrinya karena beliau sebenarnya ingin menyelesaikan semua permasalahan hutang itu sebelum menceritakan kepada kedua putrinya.” Pak Dirman yang dikenal Ziya sebagai pengacara Papanya itu mengatakan dengan jelas.

Kala itu Ziya tidak paham tentang semuanya hanya bisa menerimanya tanpa protes, toh tidak ada lagi yang harus dipertahankan menurut sang pengacara. Meskipun begitu Ziya tidak akan menyalahkan kedua orang tuanya itu, yang sudah membesarkannya dengan kasih sayang dan kemewahan.

Ziya tidak punya keluarga lain, karena Papa dan Mamanya adalah sama-sama anak tunggal. Hanya Zoya saudara satu-satunya Ziya. Namun sang Kakak itu sudah bersuami yang pergerakannya selalu dibatasi apalagi hubungan dengan mertuanya tidak terlalu baik.

Zoya ingin membawa Ziya untuk tinggal bersamanya. Namun Ziya menolak karena tidak ingin menambah beban sang Kakak. Sebelumnya Zoya selalu curhat dengan Ziya mengenai rumah tangganya. Soal mertuanya yang selalu meminta cucu dan perlakukan Kienan yang akhir-akhir ini kurang baik. Suami Zoya menjadi sangat urig-uringan karena dilema harus memilih istrinya atau kedua orang tuannya yang menginginkan untuk bercerai karena dianggap Zoya tidak bisa memberikan keturunan.

Ziya keluar dari rumah hanya dengan membawa beberapa baju saja. Semua rekeningnya sudah diblokir oleh bank sebelum sempat dia menariknya. Di tangan Ziya ada uang cash satu juta rupiah dan itu pemberian sang pengacara. Padahal Ziya sudah menolak akan tetapi pria yang sebaya dengan Papanya itu memaksa untuk Ziya bawa uang tersebut. Akhirnya, Ziya juga tidak munafik karena ia juga sedang butuh uang. Setelah itu Ziya langsung mencari kos-an dan dan berniat mencari pekerjaan.

Ziya terpuruk, setelah kehilangan kedua orang tuanya setelah itu kehilangan kemewahannya. Mungkin banyak orang yang prihatin dengan kejadian yang menimpah Ziya, tapi dia tidak mau dikasihani. Dalam hati dia sudah berjanji akan bangkit lagi dari keterpurukannya.

Mengingat semua kejadian masa lalunya, tak terasa airmatanya luruh juga. Saat tersadar, buru-buru dia menghapusnya karena dia akan menjadi gadis kuat agar bisa menjalani kehidupan selanjutnya.

***

Malam ini di rumah kontrakan itu hanya Ziya dan keponakannya itu, mereka berada di dalam kamar. Masih teringat jelas kebersamaan dengan Zoya di kamar ini. Tak terasa kesedihannya kembali hadir, tetesan bening meluncur begitu saja tanpa bisa ditahan.

“Kak, bagaimana aku harus menjalani hidup ini selanjutnya tanpa kamu?” gumam Ziya sambil memandangi foto Zoya yang ada di nakas sebelah ranjang.

Memikirkan nasib Kakak yang semasa hidupnya sudah menderita, dipaksa bercerai, tidak dianggap oleh Mertua dan hamil tanpa hadirnya seorang suami dan meninggal tanpa bisa melihat buah hatinya. Perlahan Ziya mengusap airmatanya.

“Aku tidak mau menangisimu lagi, Kak. Kamu sudah menderita di dunia ini, semoga kamu bahagia di sana!” tutur Ziya dengan senyum yang dipaksakan. Dia tahu senyuman itu hanya di bibir saja namun hatinya menjerit kesakitan.

Zoya sengaja menjauh dari orang-orang yang berhubungan dengan mantan suaminya termasuk menyembunyikan kehamilannya. Biarkan dia dianggap buruk oleh mereka sedangkan ada anak yang akan menemaninya nanti. Maka dari itu Zoya mengajak Ziya tinggal di kontrakan setelah bercerai dari suaminya. Ziya yang awalnya tinggal di kos-an akhirnya menyetujui usulan Zoya.

Buat Zoya, Kienan Moreno yang statusnya telah menjadi mantan suaminya itu tidak lebih dari seorang pengecut. Dia rela menuruti keinginan orangtuanya, menceraikan Zoya dan menganggap istrinya itu mandul karena sudah 3 tahun menikah belum juga dikarunia anak.

Zoya sudah bersedia untuk mengikuti pemeriksaan ke Dokter atas keinginan sang Mertua. Membuktikan siapa yang bermasalah diantara dirinya atau suaminya. Namun Kienan tidak pernah mau untuk pergi ke Dokter, lelaki itu ketakutan sendiri kalau ternyata nanti dirinya yang bermasalah.

Perlahan mata Ziya mulai mengantuk dan tanpa sengaja dia sudah tertidur dengan mendekap keponakannya itu tidur dengan lelap.

Ziya terbangun oleh suara adzan Subuh. Sedikit mengeliat kemudian memandang bayi yang masih terlelap. Semalaman Tegar tidak rewel mungkin kebetulan juga Ziya tidur dengan pulas. Mumpung Tegar belum bangun, Ziya segera menuju kamar mandi. Setelah memastikan memberikan bantal dan guling di pinggir ranjang agar bayi itu kalau jatuh masih ada bantal atau guling di bawahnya. Meski kemungkinan jatuh sangat kecil karena dia masih bayi, ruang geraknya masih belum banyak dan besar.

Akhirnya Ziya dapat menyelesaikan sholatnya tanpa ada gangguan.

Tok ... tok ... tok ...

Terdengar ketukan pintu.

“Iya,” jawab Ziya dari dalam.

Ziya dapat menebak siapa yang mengetuk pintu itu, kalau bukan Bu Dewi.

Ternyata dugaannya benar, wanita paruh baya itu terlampau baik padanya hingga masih Subuh saja sudah datang ke rumahnya.

“Kamu sudah sholat?” tanya Bu Dewi ketika pintu sudah di buka oleh Ziya.

“Sudah barusan,” jawab Ziya singkat seraya mengangguk.

“Ya sudah. Kamu kalau mau ngerjakan yang lain, biar Ibu yang nungguin Tegar!”

Tanpa menunggu jawaban Ziya, Bu Dewi langsung nyelonong masuk ke kamar dan duduk di samping bayi tampan yang mulai terusik.

“Semalam apa rewel? Kamu apa bisa tidur?” rentetan pertanyaan Bu Dewi terdengar di indra pendengaran Ziya.

Bersambung.......

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status