Ziya kembali ke kamar yang sempat ia tinggali beberapa jam yang lalu. Harapannya untuk bisa keluar dari rumah itu musnah sudah setelah Kienan mengerakkan beberapa orang untuk melakukan penjagaan ketat. Sedangkan Ziya untuk sekarang tidak mempunyai pilihan selain bertahan di rumah itu.
“Oke, karena sekarang aku sudah ada di sini maka akan aku manfaatkan untuk mencari kelemahanmu. Dengan begitu akan lebih mudah aku membalas dendam atas nama Kak Zoya,” lirih Ziya tersenyum sinis.
“Aku sungguh tidak sabar menunggu kehancuranmu, Kienan Moreno,” batin Ziya.
“Jangan kamu pikir bisa melarikan diri dari rumah ini, Ziya!”
Ziya tahu suara siapa orang yang berada di belakangnya saat ini, bahkan Ziya tidak ingin hanya untuk menoleh saja.
“Jangan urusi saya, lebih baik urusi saja masalah, Anda!” balas Ziya sedang malas berdebat dengan Kienan.
Dari ucapa
Setelah berkeliling di jalanan tadi, Bian kembali ke Restoran karena masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Langkahnya yang gontai mengundang beberapa pasang mata untuk melihatnya termasuk beberapa karyawan yang sengaja berpapasan. “Bian ...!” panggil seseorang yang sudah menunggunya sejak 2 jam yang lalu. Ya, seseorang itu adalah Maya Ariana gadis yang pernah mengisi hari-hari Bian dengan kebahagiaan tapi karena dia memilih perjodohan makanya Maya memutuskan hubungan dengan Bian. Bian menoleh ke sumber suara dengan malas karena semua otak dan pikirannya sekarang hanya dipenuhi oleh Ziya. “Ngapain kamu di sini?” “Mau bicara sebentar sama kamu,” ucap Maya seraya mengulas senyum. “Bicara apa? Saya gak mau lho, ada gosip yang tidak-tidak karena kehadiran kamu di sini!” Maya mendekat seraya menunjuk salah satu bangku di tempat itu. “Duduk situ, yuk!” “Ay ...!” Maya yang awalnya sudah berjalan di depan
Sungguh, tidak pernah terlintas dibenak Ziya kepergiannya ke kamar Kienan akan membawanya pada kesialannya. Tidak pernah terpikir juga kalau itu hanya akal-akalan Kienan saja untuk menjebaknya.“Jadi, apa yang akan kalian jelaskan sekarang?” tanya seorang wanita paruh baya dengan alis yang terangkat. Dia adalah Kiara Moreno, Mommy dari Kienan.Kiara yang akan pergi ke salah satu pusat perbelanjaan, berniat untuk mengajak Ziya. Sebenarnya wanita yang sudah berumur di kepala 5 itu lebih menyukai Ziya daripada Zoya. Terlepas dari kejadian masa lalu, tapi Ziya orangnya apa adanya tidak dibuat-buat meski terlihat ketus. Berbeda dengan Zoya yang lebih lembut tapi dia punya hati yang jahat walaupun sama adiknya sendiri.Kienan belum juga menjawab pertanyaan Kiara, tapi dia balas bertanya pada Mommy yang sudah geram itu. “Memang Mommy ada perlu apa ke sini?”“Eh, Kien ... apa Mommy kalau mau ke sini harus punya tujuan dulu hah?
Apa yang dirasa Kienan saat ini tidak terbayangkan sebelumnya. Padahal dia jelas tahu bahwa Ziya sangat-sangat membencinya tapi kenapa gadis itu menyetujuinya. Kienan seakan menutup mata dan telinganya hanya karena mempercayai ucapan Ziya.Beberapa kali menghembuskan napas untuk bisa menghalau pikirannya, pikiran buruk yang mendadak datang. Memikirkan kalau saja Ziya merencanakan sesuatu yang buruk dengan pernikahannya nanti.“Ah, harusnya akau tidak boleh berpikiran buruk, siapa tahu itu hanya kekhawatiran menjelang hari pernikahan saja,” gumam Kienan. Memang Allah yang bisa membolak balik hati manusia, buktinya Kienan yang beberapa menit yang lalu cemas sekarang sudah bisa tersenyum lagi.Arman, sang asisten hanya mengulum senyum saja. Melihat atasannya itu hanya menopang wajah dengan kedua tangan dan menundukkan wajahnya ke bawah. Dia tahu bahwa seseorang yang selama ini dicari telah dia temukan kemungkinan hal itulah alasan kenapa a
Entah bagaimana caranya hingga Kienan bisa mendatangkan, seorang designer terkenal di rumah ini. Hanya untuk mengukur dan memberikan masukan baju kebaya yang terbaik untuk dikenakan Ziya.Buat sebagian orang mungkin tersanjung dengan tindakan itu, namun tidak bukan Ziya. Karena gadis itu hanya menganggap, kalau Kienan tidak mau memberikan Ziya kebebasan di luar rumahnya. Seorang Kienan tidak mau mencari masalah dengan mengajak Ziya keluar rumah, karena posisi Ziya sekarang ini layaknya sebagai seorang tawanan.“Kien ... dapat darimana sih, calon kamu ini cantik banget lho!”Larasati Gunawan, seorang designer yang sudah terkenal dan mempunyai beberapa butik yang tersebar di beberapa kota serta ada juga di beberapa luar negeri.Hubungan Larasati dengan Kienan cukup dekat, mengingat sang Mommy adalah pelangan tetap butik Larasati. Dari seringnya Kienan mengantar sang Mommy di butik tersebut mereka berkenalan. Larasati adalah wanita cantik dan suk
“Kak ...!”Panggil Ziya pada Kienan lembut, pertama kalinya Ziya memanggil dengan sebutan itu. Kienan yang sedang fokus dengan layar laptopnya, buyar seketika. Ruang kerja yang semua orang tidak bisa masuk, namun Ziya memilih nekat karena berhubungan dengan nyawa.“Apa?” balas Kienan dengan lembut juga. Rasanya dia tengah di kelilingi dengan kebahagiaan.Kali ini Ziya mengatakan dengan cepat seraya menatap ke mata Kienan dengan sendu. “Kak, Tegar demam. Tolong bawa ke rumah sakit!”Kienan langsung berdiri dan mendekat ke arah Ziya, namun hal tak terduga yang dilakukan Ziya adalah menarik tangan Kienan dan menepuk-nepuk punggung tangannya seolah memohon.“Tolong ... Tegar ... aku takut dia kenapa-kenapa!” tambah Ziya kali ini dengan mata berkaca-kaca.Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, Kienan entah sudah berapa kali memberikan ancaman-ancaman agar Ziya tidak berniat kabur darinya.&ldqu
“Man, siapkan semua berkas yang harus saya tanda tangani dan kirim ke rumah sakit sekarang,” perintah Kienan pada Arman, asistennya.Semalam, Kienan sengaja tidak pulang karena ingin menemani Ziya menjaga Tegar yang harus di rawat. Senyum di bibirnya nampak jelas ketika melihat Ziya yang masih tidur di samping Tegar. Kienan bahkan belum tidur sama sekali karena matanya sulit dipejamkan. Entah rasanya dia takut kalau Ziya akan kabur. Padahal harusnya dia sadar, Ziya tidak bisa melakukan hal itu disaat kondisinya seperti ini.“Selamat pagi?” sapa seorang Dokter tersenyum ramah ketika memasuki ruangan VIP itu. Kienan sengaja memilih ruangan yang private itu untuk membuat Ziya dan Tegar nyaman karena tidak harus bercampur dengan orang lain.“Pagi, Dokter!” balas Kienan berbalas tersenyum ramah juga.“Wah, mamanya mungkin semalam tidak bisa tidur ya?” seloroh Dokter tampan tersebut melihat posisi Ziya yang sedang
“Makanlah, biar aku yang jaga Tegar,” ucap Kienan memberikan 2 kotak nasi yang dia beli di kantin rumah sakit.Ziya tampak malas menerima kotak makanan itu. Sebenarnya Ziya masih tidak bernafsu untuk makan, mengingat Tegar yang masih belum sehat. Tadi sore sudah keluar test darahnya. Tegar yang masih bayi itu di diagnosis terkena deman berdarah. “Ziya ...!” panggil Kienan lembut sambil menyentuh bahunya sebelum meletakkan nasi kotak tadi di nakas.Ziya mendongak menatap Kienan sebentar kemudian kembali menunduk. Dia tahu apa yang akan dilakukan Kienan, karena Ziya sudah meliriknya. Kienan menyendok nasi dan ikan dari kotak makan itu. Menyodorkannya di depan mulut Ziya.“Makanlah, aku suapi ya!”Perlahan Ziya menepis sendok itu dan menimbulkan decakan pada bibirnya. Melihat hal itu Kienan tidak sabar. Ziya yang sudah tidak bertenaga dan pastinya mungkin kelaparan. Semalam tidak makan dan harus menjaga Tegar
“Sudah lama saya mencari kamu, Ziya. Saya mendatangi rumah Zoya yang ternyata dia juga sudah bercerai dengan suaminya,” papar pria yang dulu dia kenal dengan baik sebagai orang kepercayaan keluarganya.“Iya, Pak. Kakak Zoya sudah bercerai.” Ziya membernarnya ucapan mantan pengacara keluarganya, yang bernama Pak Dirman.Sesaat Ziya sadar kalau meninggalkan Tegar makanya tidak bisa berlama-lama. “Maaf. Ada apa ya Bapak mencari saya?”“Ada yang ingin saya jelaskan sama kamu soal surat wasiat, tapi saya tidak bisa bicara di sini. Ah, ini ada kartu nama saya. Hubungi saya kapanpun kamu bisa, tapi secepatnya ya!” Pak Dirman memberikan sebuah kartu nama pada Ziya.Ziya menerima kartu nama tersebut dan langsung memasukkan ke dalam saku celananya meskipun banyak pertanyaan di pikirannya. “Baik, Pak.”“Tapi kalau bisa jangan sama Zoya ya! Karena ini antara saya dan kamu,” tambah Pak Dirm