“Alhamdulillah, kalau semua sudah selesai, Kien!” ucap syukur Kiara. Untuk semua keberhasilan Kienan dalam meyakinkan para investor.
Kienan tersenyum. “Iya, Mom.”
“Jadi ketiga ART kita bagaimana, tetep lanjut, kan?” tanya Kiara memastikan karena sebelumnya akan di rumahkan.
“Terserah sih, Ma kalau itu. Kalau mereka masih mau kerja di sini ya gak masalah, kalau mau ke luar juga aku gak akan menahan. Biarkan mereka yang menentukan sendiri.” Kienan pasrah untuk memberi kebebasan pada ARTnya.
“Ya sudah, besok biar Mommy yang bilang sama mereka. Mau lanjut atau berhenti,” putus Kiara menyudahi obrolan dan memulai makan malamnya.
Setelah makan malam, Kienan mengikuti sang Mommy yang sedang duduk di sofa ruang tengah sambil menonton TV.
“Mom, gak tidur?” tanyanya. Menemani duduk di samping Kiara yang sedang fokus melihat acara talkshow
“Kien ...!” panggil Kiara saat membuka pintu ruangan Kienan. Setelah menerima telepon dari Tika, wanita itu segera datang untuk menemui Kienan.Kiara mendekat, berjongkok di bawah meja Kienan. Hanya untuk memastikan mata Kienan tertutup. Hal itu malah membuatnya ketakutan. Kiara berdiri di samping Kienan, perlahan dia menguncang-nguncang bahu Kienan dengan juga memanggil namanya.“Kien ... Kien ... Kienan, bangun ....”Kienan masih bergeming. Akhirnya dengan bantuan Tika, Kiara mengangkat kepalanya dan menyandarkannya di pinggang Kiara. Tidak ada pergerakan dari Kienan, sudah bisa dipastikan Kienan sedang pingsan.“Tik, tolong panggil ambulans!” pekik Kiara dengan suara yang bergetar menahan tangis.Tiba di rumah sakit, Kienan langsung dibawa ke ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan.“Kenapa ini?” sang Dokter yang datang langsung mendekat ke ranjang Kienan. Saat mobil ambulans tiba ada perawa
Beberapa kali ponsel Bian berbunyi saat pria itu tengah tertidur pulas di sofa ruang VIP. Ziya yang mendengarnya merasa terusik. Apalagi melihat Tegar yang sudah mulai mengerakkan tubuhnya yang artinya bayi itu juga sama terganggunya. “Heran deh, koq bisa sih tidur sampai gak bangun denger berisik begitu,” gerutu Ziya yang memaksakan dirinya untuk turun dari ranjang. Menuju sumber bunyi untuk mematikannya. Sejak semalam Ziya tidur di ranjang yang sama dengan Tegar, karena harus mendekap Tegar saat keponakannya itu tidur.“Mas, bangun! Ada kebakaran tuh!” seru Ziya dengan menguncang keras bahu Bian.Bian langsung terkesiap, berdiri dan memindai sekitar. Tapi tatapannya berubah menjadi kesal saat ada senyum lebar Ziya bahkan sambil tertawa pelan. Tanpa Ziya sadari Bian sudah di depannya dan menarik pinggang Ziya mengikis jarak diantara mereka.Ziya mendorong pelan dada Bian. Baru kali ini Bian seberani ini hal ini membuatnya takut. Takut me
Bian tersenyum puas, rencananya untuk membuat Kienan jatuh sebentar lagi akan menjadi kenyataan.Memikirkan tentang menikah dengan Ziya dan melihat kehancuran Kienan adalah tujuannya saat ini. Bian sadar dirinya kini menjadi orang jahat yang menghalalkan segala cara tapi semua dilakukan karena dendamnya di masa lalu. Secara tidak langsung Ziya juga mendukung rencananya itu, karena dendamnya atas perlakukan tidak baik Kienan terhadap sang Kakak.Tanpa Kienan tahu. Bian telah merubah siasat. Dengan kematian Arman, membuat Bian sedikit bisa bernapas lega. Ketakutan Bian kalau setiap saat Arman bisa membocorkannya pada Kienan, kini sudah tidak ada.Dengan memberi sedikit kebahagiaan untuk Kienan. Menyuruh para investor Kienan tersebut untuk membatalkan gugatan namun melayangkan pengambilan laba dimuka. Ulah para investor itu dipicu oleh kejadian kebakaran tempo hari.Tanpa membutuhkan waktu lama sekarang Kienan, tidak sadarkan diri karena kaget mengetah
“Ziya, aku ada meeting penting pagi ini,” seru Bian membangunkan Ziya yang kembali tidur, padahal sejak Subuh dia sempat bangun tadi.Ziya terperangah lalu menatap Bian cepat, “Ya sudah berangkat saja,” jawab Ziya sambil mengerutkan kening, binggung sudah terlambat koq masih terlihat santai begitu.Bian menatap aneh pada Ziya. Kenapa Ziya seolah cuek saja padahal bisanya Ziya yang sedikit manja akan kesal karena Bian meninggalkannya tiba-tiba. Semalam setelah mengatakan tentang kondisi Kienan, tidak terlihat keterkejutan di mata Ziya dan membuat Bian menyimpulkan bahwa Ziya tidak mendengar ucapannya dengan Taka.Bian kembali melihat perubahan Ziya sekarang, seolah Ziya yang malas menanggapinya.“Sayang, kamu gak lagi sakit kan? Koq aku merasa dari tadi malam kamu aneh ya, apa ada sesuatu yang aku tidak tahu?” tanya Bian sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.Ziya mendongak hanya untuk melihat reaksi a
“Mommy!” desis Ziya seraya tertegun.Secara tidak sengaja tadi di lobi rumah sakit, Kiara melihat seseorang yang sedang menyeret tangan Ziya. Kiara yang hendak menolongnya tidak bisa karena jarak mereka terlalu jauh. Merasa penasaran, akhirnya Kiara mengikuti dan hingga sekarang berhasil menemukan Ziya.Kiara yakin seseorang tadi memang berniat jahat, buktinya sekarang Ziya seperti ketakutan dikejar seseorang. Kienan tidak tahu rencana sang Mommy untuk mengikuti Ziya. Jika tahu pasti pria itu tidak akan setuju karena dia sudah tidak mau lagi berhubungan dengan Ziya.Kienan yang duduk di bangku belakang, matanya tidak mampu mengalihkan pandangan dari wajah cantik Ziya yang sekarang terlihat dari kaca jendela taxi yang sedang terbuka. Hatinya berdebar kencang, meski bibirnya mengatakan tidak tapi hatinya merasa bahagia bisa melihat orang yang dicintainya ada di depan mata. Bisa saja dia ke luar untuk menghadang taxi tersebut agar Ziya mau masuk dimobil
“Ini,” Kienan memberikan botol susu yang siap minum.Ziya mengambil botol itu sambil mengangguk ragu. Segera dia berikan pada Tegar yang sudah menunggunya dari tadi.“Sabar, sayang!” panggil Ziya pada Tegar karena isapan bayi itu yang terlalu kencang. Ziya takut saja kalau Tegar akan tersedak.“Dia sudah terlalu haus, Ziya!” sahut Kiara tiba-tiba yang memperhatikan dari depan sedangkan Kienan sampai sekarang masih bergeming saja.“Iya, Mom,” jawab Ziya seadanya.“Panggil Nyonya! Sadarilah batasanmu,” ujar Kienan, melirik Ziya dengan tatapan sinis.Refleks Ziya langsung menoleh Kienan yang langsung mengalihkan pandangannya karena tidak mau memandangnya. Ada rasa nyeri di hati Ziya ketika Kienan bicara mengenai batasan. Ziya pernah meninggalkan Kienan harusnya mereka tidak bertemu lagi. Ziya berjanji setelah ini dia tidak akan mengusik Kienan dan Kiara lagi apapun alasannya. Han
“Umi, apa saya bisa tinggal di sini untuk beberapa hari saja bersama Tegar?” tanya Ziya pada Umi Diana. Ucapan Ziya terjeda, lalu kembali bibirnya mulai bergerak. “Selama saya belum punya tempat tinggal.”Wanita bernama Diana itu, alisnya terangkat menjadi tanya baginya. “Kenapa begitu? Kamu dan Tegar bebas di sini selama kamu mau.”Ziya tersenyum ragu, dia pikir wanita itu akan keberatan dengan keberadaannya. Sungguh Ziya juga tidak tahu apa yang membuatnya nyaman sekali di tempat yang baru aja ia singgahi ini. Mungkin karena penghuni di tempat ini statusnya sama dengannya, yatim pistu. Ah, entahlah dia tidak yakin itu. Namun yang jelas di sini tidak ada dendam seperti dalam hatinya.“Tapi saya tidak enak kalau membebani Umi dan pengurus di sini karena kehadiran saya!” kembali Ziya menyampaikan apa yang ada di dalam hatinya.“Kamu lihat!” Umi Diana menunjuk di mana ada beberapa anak sedang berse
Hari ini Ziya akan diajak oleh Umi Diana mengunjungi usaha yang sudah dirintisnya sejak lama, tepatnya sejak masih muda. Butik baju muslimah, semua baju-bajunya dirancang sendiri oleh beliau. Sebenarnya dia tidak punya bakat untuk menjadi desainer, namun karena rasa penasarannya hingga bisa menciptakan baju-baju muslim tersebut.Sebelum hijrah, Umi Diana adalah seorang pengguna baju-baju terbuka dan bisa dikatakan baju yang kurang bahan tapi karena hidayah sekarang penampilannya berubah dratis.Kehidupan Umi Diana dulu adalah seorang yang tidak patut ditiru. Kehidupan malam dan mabuk adalah kesehariannya. Memiliki harta yang berlimpah pemberian orang tuanya membuatnya lalai bahwa seorang muslim harus meninggalkan menjauhi yang dilarang Allah.Sampai kejadian itu menyadarkannya dan harus segera meninggalkannya.Kala itu dirinya yang baru pulang dari club karena sedikit mabuk, ada beberapa pemuda mengodanya. Penampilannya yang terbuka dan kesadarannya tidak