MINGGU ini Gerombolan Siberat sibuk mengambil barang. Di akhir pekan, ruang kelas yang dijadikan gudang sudah penuh. Pengumpulan sumbangan dari murid dipercepat agar paket segera bisa dibuat. Jenis dan jumlah sumbangan termasuk uang ditempel di pintu. Setiap ada barang masuk, datanya ditulis di kertas yang ditempel di pintu. List-nya yang terus memanjang membuat semua bersemangat.
Di awal pekan, sumbangan bibit tanaman datang. Vlad membuat jadwal menyiram bibit-bibit itu pagi dan sore. Penjaga sekolah merangkap petugas kebersihan dan tukang kebun hanya menjadi pengawas saja. Vlad menyerahkan jadwal yang dia buat pada Pak Bon dengan perintah, laporkan padanya kalau ada yang absen tugas menyiram.
Di akhir minggu kedua setelah ujian, semua sumbangan telah lengkap sesuai data. Vlad tersenyum menstempel kartu terakhir. Dia memasukkan kartu itu ke dalam kotak sepatu, tapi dia menyelipkan stempel lucu ke dalam kantung celananya. Ponsel operasional akan dia kembalik
Ababil galau. Belum pisah sudah sakit rindu.
VLAD tidak merasa perlu menyembuyikan diri ketika mengikutiku dari belakang. Mengikuti jadwal kerja guru artinya terlalu pagi bagi dia untuk ke kantor. Entah ke mana dia setelah menjadi penguntit. Ketika aku sampai di sekolah, dia langsung pergi tanpa berpamit meski hanya membunyikan klakson. Di mobil, aku memastikan riasanku cukup apik menyembunyikan kekacauan sisa kemarin. Kupulas lagi bedak dan dengan eye shadows sedikit lebih terang dari biasanya. Kelopak yang masih bengkak kututup dengan warna silver. Eye liner sedikit lebih tebal membentuk garis mata. Blush on pink untuk menyegarkan wajah. Sudah. Hari ini akan menjadi hari yang berat yang harus aku lalui sebelum aku bisa menyepi di rumah. Tapi mengingat rumah, tentu bayangan Bhaga melintas cepat. Bayangan yang makin merusak suasana hatiku. Aku ingin menangis. Dan bayangan Vlad memperburuk semuanya. Aku tidak bisa lagi menyembunyikan empatiku pada apa yang dia rasa selama sembilan tahu
MENJELANG sore ketika Anna pulang dia singgah ke toko peralatan menjahit. Dia membeli flanel warna abu-abu gelap, abu-abu terang, merah menyala, kuning cerah, dacron, dan benang wol dengan warna-warna senada. Ada yang harus dia kerjakan dengan bahan-bahan itu. Tadi Vlad mengingatkan janjinya. Anna yakin, Vlad yakin dia akan memperoleh nilai cukup bagus untuk menagih janji pada Anna. Anna ingin hadiahnya sudah siap saat pengumuman. Malam itu, saat Vlad merindukan Anna, membayangkan jauh dari Anna, Anna sendiri sedang menyiapkan hadiah istimewa untuk Vlad. Buatan tangan seperti yang Vlad mau. Memang hanya buatan tangan yang bisa menjadi hadiah istimewa untuk anak seperti Vlad. Vlad bisa membeli barang bagus tanpa berkedip sementara Anna harus bekerja jungkir balik. Seperti Vlad yang rindunya tidak selesai dalam satu malam, prakarya Anna pun tidak selesai satu malam. Rindu Vlad bertahan bertahun, prakarya Anna selesai di malam kedua. Dia cukup puas dengan hasil karyanya
WAKTU kembali berputar pada porosnya dalam putaran konstan sepanjang masa. Menggilas tanpa peduli manusia-manusia yang entah merasa dikejar waktu atau merasa memiliki terlalu banyak waktu. Seperti aku. Aku membiarkan Vlad mengurusiku. Chat atau teleponnya seperti jadwal minum obat. Sehari tiga kali. Itu minimal. Aku juga membiarkan dia mengirimi makan. Tapi aku meminta untuk makan siang jangan terlalu sering. Aku tak mau rekan-rekanku curiga. Akhirnya dia hanya mengirimkan makan siang saat aku piket saja. Aku juga sering mengirimkan hasil masakanku. Entah lauk atau kue. Kadang hanya pisang goreng atau bakwan. Tak terasa sudah sebulan yang lalu peristiwa memalukan itu terjadi. Sejak kami berpisah, begitulah yang terjadi pada kami. Kami memang tidak pernah bertemu. Aku memang tidak mau dan Vlad tidak pernah menyinggung urusan itu. Bhaga? Dia hanya sesekali mengirimkan pesan. Otw Sulawesi. Otw pulang. Pulang
TIDAK ada aksi mencoret-coret baju. Sekolah menyuruh mereka melepaskan seragam lalu mengumpulkan seragam itu untuk disumbangkan di perpisahan nanti. Tanpa seragam, sekarang mereka memang resmi bukan anak SMP lagi tapi belum SMA. Vlad dan kawan-kawan menghabiskan sisa hari di tempat biasa mereka berkumpul. Dia tidak bisa mengelak dari todongan mentraktir teman-temannya. Bukan masalah. “Gila lu, Nyong, kok bisa nyalip di tikungan gitu.” Erlan yang duduk di depannya entah sudah berapa banyak gorengan berpindah ke perutnya. Tapi Vlad menyuruh pemilik warung menghitung isi piring. Jangan berharap anak-anak ini menghitung yang mereka makan. Makan tiga lapor satu. “Gue kasihan juga lihat mukanya si Juna. Sudah ngarep banget juara satu tuh pas dua dan tiga namanya nggak keluar,” sambar Candra di samping Vlad. Tapi yang dibicarakan hanya mendengus tertawa kecil saja. Dia asyik menghisap rokok sambil menyeruput kopi dengan sebelah kaki di atas kursi kayu panjan
AKU mengirim foto paket makan malam yang siap kukirim pada Vlad dengan caption; ‘Dikirim ke rumah. Kalau nggak ada orang ya buat sekuriti aja’, lengkap dengan tangkap layar order kurir online yang menjelasan pesanku itu. Panggilan video darinya langsung masuk. “Anna, ke kantor aja kek. Aku masih di kantor nih.” Dia menggerutu sambil terus bekerja. “Aku sudah order untuk ke rumah. Nih lagi tunggu driver datang. Sudah dulu ya.” “ANNA! Astaga ni cewek. Tega amat sih.” Aku tertawa lepas. “Kalau mau makan, pulang cepetan sana.” “Anna, astaga… kerjaan aku masih banyak nih.” Dia menatapku putus asa. “Aku orderin naspad, oke?” “Anna! Pen tak hiihh ni cewek beneran.” Tapi kulihat dia bergegas merapikan isi meja. Tak lama layar laptop terlihat menghitam. “Aku pulang. Bilang sama driver tunggu di bawah aja.” Sambungan terputus tapi aku yakin dia bisa mendengar tawa lepasku. Aku m
VLAD tetap diam tak lapor prestasinya pada orangtuanya. Membuat Bagas dan Vienna makin bingung. Tapi Bagas mulai melunak. Vienna benar. Vlad sudah menunjukkan dirinya. Meski dia pembangkang, tidak pernah terlihat belajar, selalu keluyuran, sering berulah, menjengkelkan, dan lain sebagainya, tapi nilai ujiannya tidak main-main. Dengan nilai seperti itu, Vlad bisa menjadi raja kecil di rumah ini. Raja feodal yang otoriter. Karena sebelumnya sudah seperti itu, maka tingkat otoriternya bisa naik berkali lipat. Tapi Vlad yang diam tidak melaporkan prestasinya berlaku seperti biasa. Bagas tidak berkutik menegur ini itu ketika yang anaknya kerjakan hanya keluyuran sampai malam. Di rumah hanya untuk makan, tidur, dan olahraga. Vienna memastikan Vlad tidak pernah mengkonsumsi barang haram. Didiamkan seperti itu, tidak pernah ada lagi teriakan-teriakan di antara mereka. Vlad hanya sibuk membuat paket sembako dan mengurus tanaman. Itu saja. &nb
“ANNA…” Aku langsung menoleh. “Ya ampun, ternyata benaran kamu, Na.” Bu Ros. Kami berpelukan erat. “Dari jauh saya bilang, kayak ngenalin deh. Kamu nggak berubah loh, Na.” Dia memegang bahu sambil memandang wajahku. “Ibu juga.” Aku bersalaman dengan suaminya. “Kamu sama siapa? Sendiri?” “Eh,” tergagap, “iy… iya, Bu.” “Suami kamu masih kerja di Kalimantan?” “Iya, Bu.” “Ohh… pantas sendirian aja nge-malnya.” Aku makin menyeringai. “Eh, Na. Mau ada reuni akbar, angkatan yang pas kamu magang masuk. Kamu datang ya.” “Eh,” aku makin tergagap, “nggak enak ah, Bu. Saya kan cuma magang di sana. Sebentar banget.” “Nggak apa-apa. Kamu ingat Vlad kan? Angkatan dia yang paling heboh. Kamu loh yang dampingin angkatan itu. Memang nggak mau ketemu sama anak-anak itu?” “Eh, mau sih, Bu….” Aduuuhhh… satu anak angkatan itu ada di dalam di belakang Ibu. “Ya su
PERPISAHAN hari kedua. Di pagi hari dimulai dengan acara penanaman pohon dipandu LSM lingkungan. Acara dimulai dengan sedikit materi lingkungan di aula. Materi disampaikan sangat santai mengingat mental peserta adalah liburan dan perpisahan. Tapi tetap saja peserta tegang ketika foto dan video menampilkan kerusakan bumi akibat ulah manusia. Setelah video kerusakan, tim pemandu memperlihatkan foto dan video usaha perbaikan yang diadakan individu dan lembaga. Pada sesi ini, peserta diminta aktif menyebutkan hal apa yang sudah mereka lakukan untuk bumi meski hanya sesuatu yang terkesan sepele seperti mematikan kran air wastafel ketika menggosok gigi. Sedikit dari kita berarti banyak bagi bumi. Setelah menyadari bahwa bumi sudah sangat rusak tapi ada yang mereka bisa lakukan, saatnya menanam pohon. Tentu peserta lebih bersemangat akibat materi yang masuk ke otak. Pohon ditanam di sekitar air terjun. Lepas menanam tentu mereka menyerbu air terjun. Mereka kembali ke penginapan men