Ya… begitulah. Anna ngaku semua. Buat apa lagi ditutup-tutupi? Malah bisa bikin Bhaga mikir dia masih bisa balik ke Anna. Mending disudahi semua dari awal. Atau dari akhir? Ah, Anna cuma mau nggak nyakitin orang lain lagi apalagi itu Bhaga. Nggak mungkin banget dia balik ke Bhaga sementara hatinya dibawa sama Vlad.
NGGAK ada manusia sempurna, kamu nanti bisa cari celah itu dari suami Anna. Masuk dari sana. Apa kita merebut pasangan orang? Bunda nggak tau. Waktu itu yang Bunda rasa, papa kamu milik Bunda. Kami sudah merencanakan semuanya. Lalu mama kamu datang. Bunda cuma mengambil milik Bunda. Seperti kamu, kamu sudah melamar Anna, tapi Anna nikah sama yang lain. Kamu masih bisa ambil milik kamu lagi. Ambil dengan cara elegan tapi lakukan dengan hati. Lakukan semua dengan hati. Ucapan Vienna berulang dan berulang seperti recorded file dalam mode rewind. Bersama dengan tiga kejadian besar yang membelitnya, berputar acak di kepalanya. Dia memang masih terlalu sering melamun, tapi rona kehidupan mulai tampak di wajahnya. *** “Bang Vlad!” Suara ceria mengganggu lamunananya. Mendengar suara itu, Vlad langsung menoleh dan menyunggingkan senyum yang meski masih samar dan lemah tapi senyum itu sampai ke matanya. Melihat itu Vienna berbunga. “Lagi libur?” “Nggak. Bolos. Sama Bunda disuruh ke sini tem
MUNGKIN memang beginilah jalan hidupku.Kami berdua terdiam. Tak ada lagi tanya jawab. Kulihat Bhaga cukup syok dengan pengakuanku. Awalnya dia tidak percaya, tapi makin lama, saat ceritaku makin jelas dan detail, dia percaya orang ketiga itu benar ada.Hari makin di ujung. Langit mulai meredup. Jika hari sudah seredup ini, aku akan menutup semua jendela dan tirai lalu menyalakan lampu. Dan itu yang akan aku lakukan sekarang. Aku berdiri dari tempatku, lalu perlahan melakukan semua ritual sore dengan tatapan Bhaga mengikuti gerakanku.“Sudah sore, Ga. Aku pergi ya.”Dia diam.“Kamu mau aku masakin dulu? Masih ada telur di kulkas. Aku ceplokin aja. Mau?’Dia menggeleng.“Ya sudah, aku pamit ya.”“Aku boleh antar kamu, Na?”Aku tersenyum.“Apa kamu masih ada sayang sedikit aja ke aku?”Kening Bhaga berkerut.“Aku ada di sini sekarang karena aku masih sayang banget sama kamu, Na. Aku mau memperbaiki semuanya.”Aku masih tersenyum.“Kalau gitu, kamu jangan antar aku.”“Kenapa?”“Aku nggak
BAGAS menemukan istri dan anaknya berpelukan dengan wajah Vienna basah air mata. Vlad memeluk perut ibunya, Vienna setengah membungkuk mengecup lama puncak kepala Vlad. Entah apa yang terjadi, tapi Bagas dan Val tidak mau mengganggu romansa ibu dan anak itu. Perlahan dia mendekat ketika melihat bibir Vienna bergerak lamat dengan dagu masih bersandar di puncak kepala Vlad. “Bunda nggak akan tinggalin kamu, Vlad. Kamu percaya kan?” Vlad hanya mengangguk. Merasakan anggukan itu, Vienna mengecup lagi puncak kepala anaknya. Bagas membiarkan mereka sampai akhirnya terasa sudah cukup lama mereka berempat berdiri di sisi depan resto. Memang sudah semakin sepi, tapi tetap saja, Bagas harus membawa keluarganya pulang. Perlahan dia menarik bahu Vienna, lalu dia memastikan Vlad baik-baik saja dengan menatap anaknya sampai berkerut kening. Dia tidak bisa menebak apa yang terjadi, wajah Vlad pun tidak bisa menjawab. “Are you okay, Vladimir?” Vlad hanya mengangguk. “Let’s go back.” Perlahan Vlad
PLUP. Ponsel yang kupegang sebagai tempatku mengetik daftar barang jatuh ke pangkuan. Jantungku berdetak sangat keras dan rindu yang sejak kepergiannya kutekan mendadak mencuat, membuncah, dan meluap. Aku terhipnotis. Total terdiam melihatnya yang berdiri terengah mengatur napas di ambang pintu. “Savannah…” Lirih lembut dan masih sama seperti dulu dia menyebut namaku. Tapi kelembutan itu justru menyakitiku saat aku tiba-tiba tertarik ke masa pertemuan terakhir kami. Saat dia menatapku dengan tatapan sadis dan sinis yang sejak remaja sudah membuatku bergidik. Saat dengan tatapannya itu dia menatapku begitu dingin dan menuduhku hanya perempuan kesepian mencari kehangatan lelaki. Saat itu aku tidak sempat malu, tapi saat ini, rasa itu mendadak hadir. Membuat aku spontan menarik kakiku mendekat dan berakhir aku meringkuk mengecilkan diri memeluk tubuhku. “Savannah…” ucapnya lagi yang membuatku makin kacau. Dalam beberapa langkah lebar dia sudah menjulang di atasku lalu meluruh bersimpu
LIBUR seminggu dan pengawasan intensif dari keluarga tidak serta merta membuat semua baik-baik saja bagi Vlad. Dunianya masih terjungkir balik diserang tiga badai sekaligus. Namun kehadiran keluarga menjadi buhul yang mengikat dia tetap ada di porosnya. Ke mana pun dunianya terpental, tali itu akan menariknya lagi mendekat dan membuatnya tetap waras meski masih limbung.Vlad menolak ajakan Val pulang. Dia akan memulai semua dari awal lagi. Studi dan pekerjaannya. Bagas berhasil melacak Ed. Tentu saja. Di zaman semua terkoneksi seperti sekarang, tentu mudah melacak keberadaan orang apalagi jika nilai yang diambil tidak fantastis. Tidak cukup untuk dibagi-bagi ke sesama maling untuk saling menutupi kebejatan akhlak. Korupsi hanya bisa terjadi jika berjamaah.Vlad tidak mau bertemu Ed. Dia menyerahkan semua urusan pada Bagas apalagi saat dia disibukkan oleh urusan kuliah. Sementara dananya tertahan, dia memulai lagi dari nol dengan modal kepercayaan rekan bisnisnya. Tanpa dia ketahui, Bag
KESADARANKU datang perlahan. Aku berusaha mengenali di mana aku berada. Mataku belum terbiasa dengan situasi di cahaya temaram ini. Sakit di kepala sudah jauh berkurang, mataku bisa terbuka normal meski masih sulit melihat cahaya terang. “Kamu sudah bangun, Anna?” Aku terlonjak mendengar suara itu. Meski pelan, tapi terdengar sangat dekat. Lalu aku sadar, suara itu dari ponselku yang tersambung dalam mode video call. Bersandar di sudut yang hanya bisa menangkap bayangan samar saja. Menyadari kamera itu tersambung dengan Vlad, aku segera memperbaiki pakaianku. Kututupi tungkai dengan kain yang ada. Lalu kusadari, itu sebuah jas. Aku hanya bisa mendesah. Tak lama dia masuk. Lengan kemeja hitam tergulung asal dan tanpa dasi dengan rambut berantakan. Seberantakan wajahnya. “Kapan terakhir kamu makan? Muntah kamu tadi air aja.” Dia sudah bersila di sampingku lalu mengambil ponselku dan menangkupnya dengan kedua belah telapak tangan. Mungkin merasai panas ponsel itu. Entah berapa jam pons
VLAD sudah mengantongi cukup data Bhaga untuk mulai mencari tahu. Sebenarnya dia ingin mencari tahu semuanya sendiri, tapi Bagas benar, jika dia terlalu sering ada di sekitar Bhaga, orang akan lebih mudah curiga. Sebenarnya Bagas mau Vlad terima jadi saja, tapi Vlad tidak mau. Menurut Vlad, ada banyak hal yang tidak bisa orang lain dapatkan. Harus dia yang ke sana melihat keseharian Bhaga. Dari sana dia bahkan bisa membaca ekspresi dan intonasi Bhaga. Akhirnya Bagas menyerah. Dia menyerahkan data sampai di titik di mana Bhaga biasa berkumpul dengan teman-temannya. Anak nongkrong. Vlad sudah terbiasa menjadi anak nongkrong. Seharusnya ini bukan hal yang sulit. Sejauh ini, yang dia rasa sulit adalah mencari alasan kenapa sampai dia ada begitu jauh dari pusat kegiatan masyarakat. *** Dan di sanalah dia sekarang. Di sebuah warung makan sangat sederhana sehingga bisa dibilang hanya berupa bedeng. Dari info yang dia terima, Bhaga paling sering nongkrong di sini. Masih jam sepuluh ketika
“TERIMA kasih,” aku berpamit sambil memasukkan uang ke sling bag. Tapi pekerjaan hari ini belum selesai. Lepas berpamit, aku berjalan perlahan menikmati matahari sore yang sangat redup terhalang rinai hujan. Hanya rinai kecil yang tidak akan membuat kulitku basah. Aku malah mendongak menatap langit. Melihat langsung titik-titik air yang jatuh. Terasa lembut di wajah. Aku tersenyum. Ada kenangan akan hujan. Ah, menurutku nyaris semua orang memiliki kenangan atas hujan. Entah kenangan indah atau buruk, kenangan manis atau pahit. Aku? Aku tak tahu hujan berarti apa. Tapi hujan sering mengingatkan aku pada satu sosok— “Bu Anna, ngapain ngelihatin langit?” Sebuah suara menginterupsi lamunanku. Aku menoleh ke sumber suara. Tetanggaku. “Eh, Bu Tedjo. Nggak kok, Bu. Suka aja.” “Mari, Bu Anna,” ujarnya berpamit. “Mari.” Aku melanjutkan langkah kaki. Sepanjang jalan tak putus senyum, sapa, dan salam. Beginilah kehidupan di gang kecil ini. Rumah berdekatan membuat penghuninya dekat. Saling