Share

Honey Baby - 04

Aku menghembuskan nafasku kasar karena kaget akan sikap Liam yang tiba-tiba berubah menjadi menyebalkan.

"Tidak. Pulanglah. Nanti aku bayarin ongkos taksinya, maaf mereporkanmu dan terima kasih sudah menemaniku." Ucapku tersenyum.

"Oh aku sangat suka ekspresi terkejutmu itu." Tawanya.

"Baiklah kalau begitu. Terima kasih juga sudah memanggilku. Senang bisa menemani malammu, Anna." Tambahnya sambil mulai mengambil barang bawaannya.

"Okay, See you." Ucapku tersenyum dan memencet tombol pembuka kunci pintu dari sisi kanan mobilku.

Sebelum benar-benar turun, Liam tersenyum ke arahku sambil merentangkan kedua tangannya. Aku yang mengerti lalu segera membalas pelukannya. Liam akhirnya memelukku dengan sangat erat sambil sesekali mengelus pungggungku.

Aku tersenyum.

"Kau sudah berjuang sangat keras" Bisiknya.

Tentu saja mendapatkan perlakuan hangat seperti ini mampu membuatku merasa bahagia. Meski hanya sesaat.

Namun tidak kusangka Liam mendekatkan  wajahnya untuk mencium bibirku. Dan entah apa yang merasuki kepalaku, dengan bodohnya aku membalas sapaan bibirnya. Dan akhirnya ciuman lembut itu tidak terelakkan lagi. Belum sempat kewarasanku merutuki diriku sendiri, perasaanku menyatakan bahwa yang kami lakukan ini hanya ciuman kasih sayang karena sedari aku mengenal Liam adalah teman baik Kakakku, aku mulai menganggapnya Kakakku juga. Dan Liam sangat paham kalau aku tidak akan pernah mau menjalani hubungan yang serius dengan seseorang.

Semakin lama kubiarkan, ciuman itu semakin memanas sampai-sampai membuat kaca mobilku berembun. Aku sedikit kewalahan mengimbangi ciuman Liam yang mulai terasa serius.

"Nggh!!" Dengungku sambil menepuk-nepuk bahu Liam untuk memperingatkannya kalau yang kami lakukan ini harus segera dihentikan.

Tapi sayangnya Liam terlalu menikmatinya. Telinganya seakan tertutup dan tidak bisa digunakan. Entah karena alkohol yang membuat kami berdua mabuk atau memang ciuman ini yang memabukkan dan sepertinya sudah mengarah ke hal lain. Entahlah, aku tidak tau dan tidak mau peduli.

Tok.

Tok.

Tok.

"Bu? Bu Anna? Ada apa?" Suara ketukan kaca mobil dan pertanyaan yang satpam penjaga malam lontarkan membuat kami segera melepaskan aktivitas pelekatan kami dan menyeka bibir kami masing-masing karena sedikit membengkak.

"Tidak, Pak. Saya ketinggalan sesuatu." Balasku saat membuka kaca jendelaku.

"Oh, baik Bu. Tolong parkirkan mobilnya di sana ya." Pintanya lalu meninggalkan kami.

Aku memperbaiki rambut dan pakaianku. Begitu pula dengan Liam yang segera membuka pintu dan pamit pulang padaku seperti tidak ada yang aneh.

“Kalau kau butuh bantuan, jangan lupa kabari aku. Aku akan dengan senang hati menemanimu lagi, wahai teman minumku.” Kekehnya.

Aku tersenyum mengangguk dan masih sempat tertawa cekikikan bersamanya karena sadar akan kejadian konyol yang menimpa kami barusan.

“Terima kasih, Liam!” Teriakku melambaikan tangan padanya yang berjalan semakin menjauh.

Liam membalas lambaian tanganku hingga bayangannya menghilang di balik pagar kantor. Setelah memastikan dirinya sudah pergi, segera kubawa mobilku ke arah parkir kantor yang ditunjuk satpam barusan sebelum masuk ke dalam kantorku yang kini hanya diterangi cahaya remang-remang oleh lampu emergency. Tentu saja. Ini masih terlalu larut untuk menyalakan lampu utama. Segera saja kupencet tombol lift yang memang masih beroperasi menuju ke lantai tempat dimana ruanganku berada.

"Duh mana sih." Bisikku kesal setelah sampai di meja kerjaku.

Aku sengaja tidak menyalakan lampu utama karena tidak ingin berjalan jauh hanya untuk mencari saklar demi menghemat waktu. Tapi tanpa disangka, cahaya remang-remang seperti ini semakin membuatku kesulitan mendapatkan barang itu. Kini tangan dan mataku sibuk mengobrak-abrik mejaku yang sudah terlihat sangat berantakan.

"Ini dia! Ish! Gara-gara kamu aku harus balik lagi kesini. Harusnya aku sudah tidur, tau!" Kesalku pada sebuah flashdisc yang berada dalam genggamanku.

"Yakin sudah tidur?" Suara bariton seseorang yang berhasil mengagetkanku.

"OH ASTAGA NAGA!!" Pekikku yang terperanjat lalu mengelus dadaku yang hampir melemparkan jantungku dari tempatnya.

Segera kupalingkan wajahku dan melihat sosok pria dengan tatapannya yang tajam dan penuh makna sedang berdiri dengan menyandarkan bahunya pada sisi pintu kaca sambil menyilangkan tangannya di dadanya. Meski cahaya ruangan yang terbatas ini menyinari wajahnya, aku masih bisa melihat senyumannya yang mulai menggodaku.

"Selamat malam, Tuan Rayes." Sapaku menunduk memberikan hormat dengan sikap sempurnaku seperti biasa.

Tentu saja aku harus hormat. Yang berdiri di hadapanku saat ini adalah Gerald Rayes. Seorang pria berusia sekitar 43 tahun yang masih sangat tampan untuk ukuran seorang pria seusianya. Tubuh cukup besar dengan massa otot yang masih bisa dikatakan rapi. Perawakan yang sangat tegas dan sangat berkharisma. Di usianya yang masih terbilang sangat muda ini dia berhasil menjadi pimpinan utama menggantikan ayahnya yang sudah lebih dulu meninggalkannya. Pria beristri dan tentu saja memiliki anak yang cukup tampan, hampir sama sepertinya. Itulah infromasi mengenai pemimpin utama di perusahaanku yang bisa kudapatkan dari berbagai media.

"Yakin kamu sudah tidur?" Tanyanya sekali lagi.

Aku melihatnya dengan mengedipkan mataku karena bingung.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status