Share

Honey Baby - 08

"I-iya? Ada apa, Rayes?" Tanyaku penasaran.

"Apa saya masih terlihat seksi di matamu?”

"Hah?"

Aku mengedipkan mataku berkali kali mendengarkan pertanyaannya barusan yang tidak pernah kusangka akan keluar dari mulut seorang pimpinan utama perusahaanku. Aku menelan ludahku kasar dan menutup mataku sebelum menarik nafas dalam dalam.

"Tentu, Rayes." Senyumku menatapnya.

"Tentu. Anda sangat seksi." Tambahku berbohong.

Berbohong?

Well, seorang pria dengan kemeja yang tidak terkancing rapi dengan lengan yang dilipat itu memang terlihat menarik perhatianku. Tapi bagaimana kalau yang memakainya itu orang seperti Rayes? Maksudku memang wajahnya masuk dalam kategori tampan untuk pria matang seusianya. Tapi apakah aku sopan baru saja menyebut pria dewasa yang mempunyai anak dan istri ini sebagai pria seksi?

"Serius? Apa saya lebih seksi ketimbang atasan langsungmu itu?" Tanyanya dengan tatapan yang menyindir.

"Tentu saja. Jangan menyamakan diri anda dengan bawahan anda seperti itu. Anda sudah pasti menang di semua aspeknya." Ucapku membujuknya.

Ia tersenyum puas menatapku.

"Lalu apa tadi itu penilaian jujur dari bawahan saya atau dari seorang wanita bernama Joanna Gray? Hm?" Tanyanya menatapku

Aku cukup terkesima dengan kemampuannya menghafalkan nama bawahannya sendiri. Maksudku, siapa aku yang berharap namaku dihafal oleh pimpinan utama perusahaanku. Bahkan berdiri langsung dan berbicara tidak formal seperti ini saja harusnya aku bersyukur. Tapi pantaskah aku bersyukur?

"Dari seorang bawahan, Rayes. Saya belum sampai di fase di mana saya harus menilai fisik seseorang yang baru saya kenal."

"Oh ya? Terus bagaimana dengan komentarmu malam itu?"

"Malam itu? Kapan? Semalam?" Tanyaku bingung.

"Kamu tidak ingat apapun?" Tanyanya lebih bingung.

Aku menggeleng pasti. Kulihat Rayes mengusap wajahnya kasar seakan kesal dengan jawaban yang kuberikan.

Apa??? Apa yang sudah kulakukan? Tolong seseorang, siapa saja, beri aku petunjuk!

"Sampai mana ingatanmu tentang semalam, Anna?" Ia mulai memperbaiki posisinya duduknya agar terlihat lebih santai.

Aku diam dan berpikir sejenak. Mencoba kembali ke momen di mana aku memutuskan untuk minum dengan teman baikku, Liam di salah satu bar atau lebih tepatnya diskotik yang cukup terkenal di kotaku.

"Saya pulang dari klub malam bersama Liam... Karena saya melupakan sesuatu yang sangat penting malam itu, saya memutuskan untuk kembali ke kantor dan mengambilnya. Saat di kantor, seperti yang sudah anda ucapkan sebelumnya... Saya berciuman dengan Liam sebelum memutuskan untuk naik ke atas. Lalu sesampainya di atas, saya sepertinya bertemu dengan seseorang tapi wajahnya terlalu samar untuk saya ingat. Jadi saya pikir, ini apartemen Liam." Aku kembali melongo, melihat dengan penuh kekaguman betapa luasnya apartemen ini.

Rayes kembali terkekeh melihat ekspresiku.

"Baiklah, ada dua hal yang perlu saya luruskan. Yang pertama, ini bukan apartemen Liam. Tetapi ini apartemen saya. Dan yang kedua, orang yang kamu temui malam itu adalah saya, dan saya juga yang mengantarmu pulang karena kamu tertidur persis di dada saya." Jelas Rayes.

"Tertidur di dada? A-astaga naga! Maafkan saya Rayes." Aku berdiri dan menunduk meminta maaf dengan sangat hormat.

"Tenang, Anna. Kita sedang di luar jam kantor jadi ayolah, berbicara selayaknya teman saja." Tawanya.

"Eh? Tapi... Ba-baiklah, akan saya usahakan." Balasku mencoba memakai bahasa antar teman.

Apakah ini lancang? Ta-tapi dia meminta seperti ini. Jadi kurasa tidak masalah. Terlebih wajah tersenyum Rayes mengembang sempurna di wajahnya. Apa memang pimpinan utama orangnya murah senyum ya?

"Good. It's okay. Jadi apa perlu saya lanjutkan?" Tanyanya meminta izin dariku.

"Si-silahkan Rayes."

Rayes tersenyum lalu kembali mengambil posisinya untuk berbicara lebih serius.

"Jadi waktu kamu tertidur di dada saya waktu itu, saya berniat untuk mengantarkanmu pulang. Tapi sayangnya, saya tidak bisa melepaskan pelukanmu yang sangat kencang itu. Bahkan untuk mengambil ponsel di celana saya saja, saya tidak bisa. Akhirnya saya memutuskan untuk membawamu ke parkiran dan meminta supir pribadi saya untuk mengantarkanmu ke apartemen pribadi saya yang sebenarnya letaknya tidak terlalu jauh dari kantor. Lihat, kamu mengenali gedung pencakar langit di sana bukan?" Tanyanya menunjuk ke arah luar jendela.

Aku mengikuti arahan telunjuknya yang sedang menunjuk sesuatu. Meski samar kulihat gedung kantorku yang terhalangi kabut asap kotaku, aku hanya mengangguk untuk meng-iya-kan pertanyaannya.

"Jadi begitulah ceritanya kenapa kamu bisa sampai ke kamar saya." Jelasnya mengakhiri pembicaraan.

Aku berdehem paham akan penjelasannya yang sepertinya masih kurang lengkap.

"Lalu, pakaian dalam dan bekas di leher ini bagaimana?" Tanyaku menyentuh leherku yang terlihat lebam.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status