Apa perlu aku memaafkan pria ini? Otakku berkata untuk tidak terlibat lebih jauh lagi dengan mereka, tapi anggukan kepalaku berbanding terbalik dengan kemauan otakku. Hatiku mengatakan aku perlu memberikan kesempatan kedua pada pria ini. Roger akhirnya tersenyum lebar melihat anggukanku dan memberanikan diri untuk menarikku untuk kembali duduk disebelahnya. Dan dengan anehnya tubuhku mengikuti kemauan pria dewasa yang satu ini begitu saja. Roger yang melihat wajahku cemberut karena kesal lalu mengelus kepalaku sembari tersenyum lembut. Benar saja perlakuan lembutnya ini berhasil mengendalikan emosiku yang baru saja meledak. "Baiklah, apa yang ingin kamu ketahui?" Tanyanya. "Semuanya tentangmu." Roger tersenyum simpul untuk memantapkan hatinya lalu menarik nafasnya dalam-dalam. "Halo, Nona Joanna Gray. Perkenalan nama saya Roger Cliff, pria matang berusia 42 Tahun yang bekerja sebagai pilot senior di maskapai yang kemarin kamu gunakan waktu itu. Seperti pria pada umumnya, saya jug
Kali ini aku tidak melewatkan seminarku seperti kemarin, berkat alarm pagi yang berhasil membangunkanku dan bantuan Roger yang menyelamatkan perutku dari kelaparan parah hingga menjelang makan siang. Perlakuan manisnya itu merupakan salah satu tak-tiknya agar aku mau menerima penawarannya. Tidak masalah, aku hanya perlu menikmati setiap perhatiannya. Kali ini aku tidak menemukan bayangan Rayes sama sekali di seluruh kegiatanku kali ini. Dan setelah bertanya-tanya dengan beberapa panitia, ternyata jadwal Rayes mendatangi acara ini hanya di hari pertama dan terakhir saja untuk memberikan kata sambutan serta penutup di akhir acara. Berarti aku tidak akan melihatnya beberapa hari kedepan? Hm, sepertinya itu waktu yang cukup untuk berpikir sebelum memberikan jawabanku nantinya. Saat berjalan menuju ke lokasi pengambilan makanan, aku menemukan bayangan Roger yang berjalan mendekati rekan kerjanya yang sedang asik bercerita menunggu mobil jemputan mereka. Dia tampak normal untuk pria seusia
Roger tersenyum smirk sambil menyisipi minumannya. "Apa kamu merasa kalau saya merayumu??" Roger melirikku dengan tatapan nakalnya. Aku ikut melakukan hal yang sama tanpa membalas pertanyaan Roger. "Hm? Kenapa diam?" Goda Roger. "Oh, come on Captain." Aku memukul lengannya. Kami tertawa bersama kemudian sebelum terlibat perbincangan basa basi seperti hari-hari biasanya. Suasana yang cukup menyenangkan dan berbalut dengan kehangatan mampu Roger berikan padaku. "Anna, apa pria itu tidak menghubungimu?" Tanyanya tiba-tiba. "Hm? Siapa?" Bingungku. "Bosmu." Jawabnya singkat. "Oh? Rayes? Tidak. Dia bahkan tidak datang ke pelatihan hari ini. Dia dan aku bagaikan langit dan bumi, Roger. Aku tidak akan mungkin bisa menggapainya." "Tapi kamu bisa berada di sekitarnya." Sanggah Roger. "Maksudku... Lihat aku. Setiap hari aku bekerja di sekitar langit yang kamu andaikan tadi. Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin, Anna." Tambahnya. Aku membulatkan mata. Betul juga kata katanya. "Bukan
Jadi di sinilah kami, saling berbagi ranjang sembari rebahan berhadapan. Aroma maskulin Roger tercium jelas di hidungku saat ini. Mataku terus menatap netranya yang terus menatapku. Kini tubuh kami saling berhadapan sembari berbaring di ranjang yang sama. Sejujurnya aku bingung dengan keinginan aneh Roger yang sangat mendadak ini. Tapi jujur aku tidak bisa menolaknya karena ia terlihat sangat menginginkanku malam ini. Terlebih hatiku luluh saat melihat bola mata yang berbinar itu. Baiklah, salahkan aku karena tidak tegas. Tapi aku percaya pria ini tidak akan melakukan sesuatu yang berbahaya bagiku."Tidurlah, Anna. Ini sudah malam." Ucapnya menatap lekat mataku."Bisakah aku tidur dengan tenang? Aku takut akan ileran atau bahkan suara ngorokku yang bisa membuat tidurmu tidak nyaman." Candaku.Roger tersenyum."Kamu tidak sama sekali mengkhawatirkan dirimu sendiri? Apa kamu tidak takut kalau saya akan melakukan sesuatu yang akan merugikanmu?" Tanya Roger tersenyum lembut."Aku rasa kamu
Aku berangkat kembali ke pelatihanku yang berada di Lobby hotel berbintang ini dengan di antar oleh Roger yang terus tersenyum lebar ketika mendengarkanku memanggilnya Daddy sepanjang hari. Senyumannya tidak luput bahkan ketika pintu lift tertutup. Ia masih setia menatapku sembari melambaikan tangannya. Sungguh pemandangan yang sangat lucu dan menggemaskan. Pelatihanpun pada akhirnya di mulai. Aku harus kembali memfokuskan pikiranku pada pekerjaanku. Roger juga akan berangkat bekerja ketika jam makan siang. Tak luput, nasehatnya selalu terngiang-ngiang di kepalaku mengenai mulut manis pria yang tidak boleh dipercaya begitu saja. Hingga tanpa sadar jam makan siangpun tiba. Aku segera keluar dari ruangan dan kembali menemukan bayangan Roger yang masuk ke dalam mobil yang menjemputnya. Aku memutuskan untuk naik ke kamar karena siang ini aku berjanji akan bertemu dengan Rayes di kamarku untuk makan siang bersama. Sesampainya di kamar, aku menemukan sebuket bunga yang menghias kamarku. De
Malam kini mulai menjelang saat aku kembali ke kamarku setelah lelah mengoperasikan otakku selama pelatihan hari ini. Aku memutuskan untuk ikut bersantai bersama dengan rekan kerjaku dari daerah lain untuk menikmati malam ini. Lebih tepatnya kami menghabiskan waktu di tempat hiburan malam yang memang terkenal dengan alunan musik serta para pengunjungnya yang luar biasa mencuci mata. "Anna! Apa bajumu tidak ada yang lebih terbuka lagi?" Tanya teman wanitaku yang selama pelatihan ini duduk tepat di samping mejaku. "Tidak. Aku tidak suka baju terbuka." Balasku sedikit berteriak. "Tapi begitu saja sebenarnya kau sudah sangat menggoda sih." Balas rekan kerja priaku yang lain. Aku hanya bisa tertawa renyah mendengar ucapan mereka yang sepertinya hanya sebuah lelucon. "Minum-minum. Nih di traktir kepala suku!" Ucap salah seorang rekan kerja pria yang yang memang satu ruang pelatihan denganku. "Asyik!! Thank's Mike!" Seru mereka kegirangan. Mike yang menjabat sebagai kepala suku atau ke
Kukumpulkan seluruh tenagaku untuk membalikkan kepalaku menatap siapa yang sudah berani memeluk tubuhku, melihat tampaknya aku berakhir tidur di kamar hotelku sendiri."Ngh?" Lenguhku keluar saat badanku berputar dan menghadap ke arah Roger yang kini ikut terbangun dari tidurnya."Baby? What's wrong?" Suara parau pria khas baru bangun tidurnya menggetarkan sesuatu yang ada di dalam diriku."Air..." Ucapku singkat.Bibir dan tenggorokanku terasa sangat kering. Aku butuh minum tapi badanku masih sangat lemas untuk mengambilnya sendiri. Bahkan untuk membalikkan badanku saja kepalaku sudah pusing setengah mati.Roger dengan sigap segera melepas tautan tangannya dari perutku dan beranjak mengambil segelas air dari kulkas. Baiklah, sekarang aku sadar kalau ini kamar Roger."Minumlah." Ucapnya membantuku sedikit terduduk dari tempat tidur.Aku meneguk air yang Roger tawarkan padaku untuk menyegarkan tenggorokanku. Setelah itu ia kembali merebahkan diriku ke posisi semula. Rogerpun kembali tid
Aku diam sejenak sebelum menghembuskan nafas kasarku."Pria semalam... Dia Alexandre Rayes. Anak tertua dari Gerald Rayes." Balasku yang mencengkram erat sapu tangan hitam dengan ukiran nama keluarga Rayes berwarna emas di pinggirannya."It's okay, Baby. Itu hanya sapu tangan. Kamu tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Nothing to worry." Roger berusaha menenangku dengan mengelus lembut punggung tanganku.Aku berusaha mempercayai kata-kata Roger yang meyakinkanku untuk tidak khawatir hingga suara ponsel Roger berbunyi dengan lantangnya mengagetkanku."Maaf sayang. Sebentar ya." Ucap Roger yang segera beranjak mengambil ponsenya lalu berjalan ke arah balkon yang memang tersedia di kamar kami.Aku menatap bayangan Roger, mungkinkah itu telepon dari istrinya? Karena kalau diperhatikan Roger tidak pernah sama sekali menghubungi sanak keluarganya setiap ia menghabiskan waktunya bersamaku.Kualihkan fokusku yang mulai terpecah belah dengan menikmati hidangan yang sudah sedari tadi menungg