Aku membulatkan mataku karena kaget akan pernyataan Violla."Aku?"Violla mengangguk."Jujur aku cemburu sama kamu, Anna. Kamu hanya bertemu sekali di kejadian yang tidak direncanakan seperti itu dan mampu memutar balikkan hati Captain yang kupikir sudah mati." Violla menyimpan gelas tehnya ke atas meja."Jujur saja itu memalukan. Tolong jangan membuatku mengingat kejadian itu." Aku menutup wajahku.Violla terkekeh."Tapi di hari itulah aku tau kalau hati Captain masih hangat seperti biasanya."Aku mengintip Violla di sela jariku."Memangnya sebelumnya dia seperti apa?" Tanyaku penasaran.Violla mengubah ekspresinya."Dingin. Aku mengenalnya sebagai sosok yang sering melampiaskan kekesalannya dengan meniduri banyak wanita. Baginya wanita hanyalah seonggok daging pemuas nafsu yang bisa beli dengan uang. Awalnya aku pikir dia adalah manusia yang paling brengsek di muka bumi. Selain dia galak kalau bekerja, dia tidak pernah ramah pada lawan jenisnya. Tapi ada satu Captain lain yang mengen
Pada akhirnya aku dijemput oleh Daniel yang sudah menungguku di dalam mobil. Dengan tanpa beban aku berjalan melewati lobby yang masih tampak sepi karena kelas pelatihan yang seharusnya kuhadiri belum selesai. Daniel lalu membawaku melaju meninggalkan hotel menuju ke salah satu kawasan apartemen mewah yang berada tidak jauh dari pusat kota. Mobil Daniel berhenti di salah satu pintu utama apartemen yang terlihat megah ini. Dengan cekatan, Daniel lalu turun dan membukakan pintu penumpang untukku."Ah terima kasih, tapi kamu tidak perlu melakukannya." Pintaku tidak enak."Tuan Rayes sudah menunggumu di atas." Jawabnya singkat.Daniel lalu berjalan lebih dahulu di depanku, menyusuri lobi utama hingga ke lift yang membawa kami naik ke lantai yang cukup tinggi. Hingga pada akhirnya Daniel keluar dari lift dan menuju ke salah satu dari empat pintu yang ada di lantai ini. Daniel lalu mengetuk pintu tersebut dan tidak lama, Rayes tampak membukakan pintunya dari dalam."Welcome home, Baby." Sapa
Aku membasuh tubuhku agar rasa kesal yang masih menempel di hatiku ikut lenyap bersama dengan air yang membasuh seluruh tubuhku. Rasanya sedikit menyenangkan bisa membela diri di saat orang lain berusaha menjatuhkanmu. Meskipun itu dengan cara merendahkannya. Bukan berarti aku tidak sadar akan posisiku sekarang, aku sangat sadar kalau hanya seorang sugar dari kedua pria yang sudah mempunyai keluarga. Tapi izinkan aku melakukan sesuatu yang kuanggap benar sekali ini saja.Aku menampik segala rasa kesal dan penyesalan yang masih tertinggal di dalam hatiku dan bersiap menyambut kepulangan Roger. Sesuai janjinya, dia berkata akan mengajakku ke suatu tempat yang menyenangkan malam ini. Dan benar saja, tidak lama setelah aku menata rapi penampilanku, Roger sudah datang dan menjemputku di kamar."Good evening, Baby Girl. You look amazing just as usual." Sapanya memujiku."Aku hanya mengenakan pakaian biasa, Daddy. Lagi pula aku tidak tau kita mau kemana." Balasku memukul lengannya."Bahkan
"Hamil?!" Kagetku.Violla mengangguk pasrah. Lututnya yang lemas membuatnya segera merebahkan diri kembali ke tempat tidurnya dan secara sadar aku membantunya untuk memperbaiki posisi wanita malang ini agar tetap dalam kondisi sadar meski wajahnya semakin memucat.Aku mengambil tombol bantuan agar suster segera datang dan memperbaiki infus di tangan Violla. Aku hanya menatap Violla yang wajahnya terlihat semakin kacau. Setelah suster selesai memperbaiki selang infus dan meninggalkan kami berdua, aku mulai memberanikan diri menanyakan hal yang mengganggu pikiranku dari tadi."Kenapa kamu takut sekali dengan kehadiran Roger di sini? Apa kamu tidak ingin kehamilanmu sampai ketahuan?" Tanyaku menatap sendu wajah Violla.Violla menggigit bibirnya seolah menahan kekecewaannya selama ini."Ada yang lebih kutakutkan dari pada Captain yang mengetahui kehamilanku, Anna." Jawabnya lesu.Aku menatapnya semakin penasaran."Aku tidak tau siapa Ayah dari anak ini." Jawabnya meneteskan air mata.Juju
"Astaga!" Pekikku tidak percaya.Roger hening seolah tau respon apa yang akan keluar dari wajahku."Lalu bagaimana dengan kandungannya?" Tanyaku khawatir."Dokter masih belum bisa memastikan, karena usianya yang masih terlalu dini. Tapi kemungkinan besar, pasti akan tertular." Jawab Roger datar."Lalu Daddy..." Kini mataku lesu melihat matanya."Daddy rutin melakukan medical check up karena itu sudah menjadi syarat pekerjaan Daddy. Daddy juga sudah pernah melakukan suntikan pencegahan, belum lagi Daddy yang selalu pakai pengaman kalau bersamanya jadinya Daddy cukup yakin kalau Daddy sudah terhindar." Balasnya pasti."Tapi tidak ada salahnya memeriksanya kembali. Daddy tidak mau menyeretmu kalau sampai terjadi apa-apa." Tambahnya.Kini tangan Roger meraih tubuhku agar lebih mendekat kearahnya. Aku tidak menolaknya karena aku juga menginginkan sebuah pelukan yang mampu membuat perasaan yang sedari tadi menggangguku ini lenyap seketika."Jangan pernah mengucapkan kata-kata itu lagi, saya
Keesokan paginya, aku ikut menemani Roger ke rumah sakit untuk melakukan pengecekan laboratorium sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Ternyata sudah ada banyak orang yang berdatangan menunggu giliran untuk pengetesan. Aku bisa mengenali beberapa orang yang termasuk anggota dari tim yang dipimpin Roger. Wajah mereka terlihat tegang saat melihat Roger menghampiri mereka.Kuputuskan untuk duduk manis untuk menunggu Roger sembari mengamati mereka satu persatu. Tanpa pakaian seragam mereka terlihat seperti manusia biasa. Hanya saja para wanitanya tampil lebih cantik dengan tubuh mempesona melebihi wanita pada umumnya. Termasuk aku. Ada sedikit rasa minder melihat rekan kerja Roger yang tampil begitu mengagumkan."Baby..." Roger menyapaku.Aku menolehkan kepalaku menatapnya kaget."Daddy sudah mendapatkan nomor antrian. Apa kamu tidak masalah Daddy tinggal sendiri?" Tanyanya khawatir."Tentu Daddy. Aku akan tetap disini menunggumu."Roger tersenyum lalu mengelus kepalaku lembut sebel
Setelah menikmati makan siang yang tenang bersama, Roger lalu kembali ke rumah sakit untuk menerima hasil yang dijanjikan akan keluar setelah jam makan siang. Tanpa menunggu lama karena penasaran akan hasilnya, Roger menyetir dengan sedikit mengebut.Saat tiba di rumah sakit satu persatu rekan Roger menerima hasilnya dengan wajah yang berseri-seri. Tidak satupun dari tim Roger yang ikut terinfeksi penyakit tersebut. Namun beda halnya dengan beberapa orang dari tim lainnya. Wajah mereka pucat pasi sehingga membuat banyak spekulasi negatif tentang yang terjadi pada mereka.Tidak mau memakan berita yang tidak jelas, Roger dengan berani melangkahkan kakinya untuk mendekati mereka dan menanyakan kabar yang sesungguhnya. Dan benar saja, ketiga pria dewasa itu ikut terinfeksi penyakit yang sama dengan Violla. Bahkan salah satu dari mereka disinyalir sebagai penyebar virus tersebut.Apa aku berhak bernafas lega setelah melihat hasilnya sekarang? Artinya Roger bukanlah Ayah dari anak yang Viol
Aku menyusuri lobby yang tampak tidak terlalu ramai ini menuju ke lift yang akan mengantarku ke lantai tempat kamarku berada dan tentu saja tidak lama setelah pintu lift terbuka, aku mendapati Rayes sedang duduk bersantai di sofa yang memang disediakan, tepat depan pintu lift. Wajahnya berubah lebih ceria begitu melihat kedatanganku. Ia segera berdiri dari posisinya dan menyambutku dengan sebuah pelukan dan sebuket bunga di tangannya."Kamu jalan sama siapa? Kenapa tidak mengabari Daddy? Daddy bisa menyuruh Daniel untuk mengantarmu." Ucapnya setelah melepaskan pelukan singkatnya.Jujur aku sedikit kaget mendapati sikap manja Rayes yang tiba-tiba saja memelukku di tempat terbuka seperti ini. Ada apa? Melihat dari pakaiannya, dia tampak belum menggantinya semenjak pulang dari rumah sakit itu. Apa terjadi sesuatu padanya?"Tidak Daddy. Aku tidak mau merepotkanmu." Balasku menggeleng.Rayes tesenyum dan mengecup singkat keningku."Kamu tidak pernah merepotkan Daddy, sayang. Ayo masuk. Dad