Aku membasuh tubuhku agar rasa kesal yang masih menempel di hatiku ikut lenyap bersama dengan air yang membasuh seluruh tubuhku. Rasanya sedikit menyenangkan bisa membela diri di saat orang lain berusaha menjatuhkanmu. Meskipun itu dengan cara merendahkannya. Bukan berarti aku tidak sadar akan posisiku sekarang, aku sangat sadar kalau hanya seorang sugar dari kedua pria yang sudah mempunyai keluarga. Tapi izinkan aku melakukan sesuatu yang kuanggap benar sekali ini saja.Aku menampik segala rasa kesal dan penyesalan yang masih tertinggal di dalam hatiku dan bersiap menyambut kepulangan Roger. Sesuai janjinya, dia berkata akan mengajakku ke suatu tempat yang menyenangkan malam ini. Dan benar saja, tidak lama setelah aku menata rapi penampilanku, Roger sudah datang dan menjemputku di kamar."Good evening, Baby Girl. You look amazing just as usual." Sapanya memujiku."Aku hanya mengenakan pakaian biasa, Daddy. Lagi pula aku tidak tau kita mau kemana." Balasku memukul lengannya."Bahkan
"Hamil?!" Kagetku.Violla mengangguk pasrah. Lututnya yang lemas membuatnya segera merebahkan diri kembali ke tempat tidurnya dan secara sadar aku membantunya untuk memperbaiki posisi wanita malang ini agar tetap dalam kondisi sadar meski wajahnya semakin memucat.Aku mengambil tombol bantuan agar suster segera datang dan memperbaiki infus di tangan Violla. Aku hanya menatap Violla yang wajahnya terlihat semakin kacau. Setelah suster selesai memperbaiki selang infus dan meninggalkan kami berdua, aku mulai memberanikan diri menanyakan hal yang mengganggu pikiranku dari tadi."Kenapa kamu takut sekali dengan kehadiran Roger di sini? Apa kamu tidak ingin kehamilanmu sampai ketahuan?" Tanyaku menatap sendu wajah Violla.Violla menggigit bibirnya seolah menahan kekecewaannya selama ini."Ada yang lebih kutakutkan dari pada Captain yang mengetahui kehamilanku, Anna." Jawabnya lesu.Aku menatapnya semakin penasaran."Aku tidak tau siapa Ayah dari anak ini." Jawabnya meneteskan air mata.Juju
"Astaga!" Pekikku tidak percaya.Roger hening seolah tau respon apa yang akan keluar dari wajahku."Lalu bagaimana dengan kandungannya?" Tanyaku khawatir."Dokter masih belum bisa memastikan, karena usianya yang masih terlalu dini. Tapi kemungkinan besar, pasti akan tertular." Jawab Roger datar."Lalu Daddy..." Kini mataku lesu melihat matanya."Daddy rutin melakukan medical check up karena itu sudah menjadi syarat pekerjaan Daddy. Daddy juga sudah pernah melakukan suntikan pencegahan, belum lagi Daddy yang selalu pakai pengaman kalau bersamanya jadinya Daddy cukup yakin kalau Daddy sudah terhindar." Balasnya pasti."Tapi tidak ada salahnya memeriksanya kembali. Daddy tidak mau menyeretmu kalau sampai terjadi apa-apa." Tambahnya.Kini tangan Roger meraih tubuhku agar lebih mendekat kearahnya. Aku tidak menolaknya karena aku juga menginginkan sebuah pelukan yang mampu membuat perasaan yang sedari tadi menggangguku ini lenyap seketika."Jangan pernah mengucapkan kata-kata itu lagi, saya
Keesokan paginya, aku ikut menemani Roger ke rumah sakit untuk melakukan pengecekan laboratorium sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Ternyata sudah ada banyak orang yang berdatangan menunggu giliran untuk pengetesan. Aku bisa mengenali beberapa orang yang termasuk anggota dari tim yang dipimpin Roger. Wajah mereka terlihat tegang saat melihat Roger menghampiri mereka.Kuputuskan untuk duduk manis untuk menunggu Roger sembari mengamati mereka satu persatu. Tanpa pakaian seragam mereka terlihat seperti manusia biasa. Hanya saja para wanitanya tampil lebih cantik dengan tubuh mempesona melebihi wanita pada umumnya. Termasuk aku. Ada sedikit rasa minder melihat rekan kerja Roger yang tampil begitu mengagumkan."Baby..." Roger menyapaku.Aku menolehkan kepalaku menatapnya kaget."Daddy sudah mendapatkan nomor antrian. Apa kamu tidak masalah Daddy tinggal sendiri?" Tanyanya khawatir."Tentu Daddy. Aku akan tetap disini menunggumu."Roger tersenyum lalu mengelus kepalaku lembut sebel
Setelah menikmati makan siang yang tenang bersama, Roger lalu kembali ke rumah sakit untuk menerima hasil yang dijanjikan akan keluar setelah jam makan siang. Tanpa menunggu lama karena penasaran akan hasilnya, Roger menyetir dengan sedikit mengebut.Saat tiba di rumah sakit satu persatu rekan Roger menerima hasilnya dengan wajah yang berseri-seri. Tidak satupun dari tim Roger yang ikut terinfeksi penyakit tersebut. Namun beda halnya dengan beberapa orang dari tim lainnya. Wajah mereka pucat pasi sehingga membuat banyak spekulasi negatif tentang yang terjadi pada mereka.Tidak mau memakan berita yang tidak jelas, Roger dengan berani melangkahkan kakinya untuk mendekati mereka dan menanyakan kabar yang sesungguhnya. Dan benar saja, ketiga pria dewasa itu ikut terinfeksi penyakit yang sama dengan Violla. Bahkan salah satu dari mereka disinyalir sebagai penyebar virus tersebut.Apa aku berhak bernafas lega setelah melihat hasilnya sekarang? Artinya Roger bukanlah Ayah dari anak yang Viol
Aku menyusuri lobby yang tampak tidak terlalu ramai ini menuju ke lift yang akan mengantarku ke lantai tempat kamarku berada dan tentu saja tidak lama setelah pintu lift terbuka, aku mendapati Rayes sedang duduk bersantai di sofa yang memang disediakan, tepat depan pintu lift. Wajahnya berubah lebih ceria begitu melihat kedatanganku. Ia segera berdiri dari posisinya dan menyambutku dengan sebuah pelukan dan sebuket bunga di tangannya."Kamu jalan sama siapa? Kenapa tidak mengabari Daddy? Daddy bisa menyuruh Daniel untuk mengantarmu." Ucapnya setelah melepaskan pelukan singkatnya.Jujur aku sedikit kaget mendapati sikap manja Rayes yang tiba-tiba saja memelukku di tempat terbuka seperti ini. Ada apa? Melihat dari pakaiannya, dia tampak belum menggantinya semenjak pulang dari rumah sakit itu. Apa terjadi sesuatu padanya?"Tidak Daddy. Aku tidak mau merepotkanmu." Balasku menggeleng.Rayes tesenyum dan mengecup singkat keningku."Kamu tidak pernah merepotkan Daddy, sayang. Ayo masuk. Dad
"Safe flight, see you in 3 days" Ucap Rayes yang mengecup keningku sesaat sebelum masuk ke dalam lift yang akan membawanya menuju ke kantor dini hari."See you Daddy. Take care." Ucapku memberikannya lambaian tangan perpisahan sebelum pintu lift menutup dengan sempurna.Aku berjalan tidak menuju ke kamarku, melainkan ke kamar Roger yang terletak di seberang sana. Kuketuk dan kutekan tombol bel untuk membangunkannya yang masih tertidur. Tidak lama Roger membuka pintu dengan wajah khas orang bangun tidur."G'morning Baby. Come in." Ajaknya menarikku masuk ke kamarnya."I'm sorry, sudah mengganggu jam tidurmu Daddy." Ucapku memeluk tubuhnya."It's okay. I can smell his collogne on your shirt, you know." Ucapnya yang kesal namun tetap membalas pelukanku.Aku mengangguk malas. "Sorry for that too.""Hm? Ada apa? Kamu tidak semangat seperti biasanya." Rayes melepaskan pelukannya untuk melihatku."Pria itu memberikanku kesempatan untuk pulang dan mengambil barang-barangku sebelum memulai keh
"Come on, we drunk that night Li. Itu tidak akan terjadi lagi untuk yang kedua kalinya. Maaf sudah memanfaatkanmu seperti tiu." Ucapku yang kembali mengingat kejadian yang Liam maksud itu."Memanfaatkanku?" Liam terkekeh. "Kalau begitu aku merasa sangat senang sudah dimanfaatkan dengan baik olehmu. Kabari aku kalau kau ingin memanfaatkanku lagi." Racaunya.Entah aku harus menanggapi serius tanggapannya yang satu itu atau aku cukup mengabaikannya. Tapi yang jelas aku tidak akan mungkin mau melakukannya dengan Liam saat aku sudah mempunyai dua pria yang menjagaku dengan sangat baik.Aku terkekeh sampai saat Nathaniel kembali menemani kami dengan membawa potongan buah yang baru ia kupas di dapur. Kami menikmati malam ini dengan bersenda gurau...."Good morning, Daddy." Sapaku saat pintu kamar hotel dibuka oleh Roger."Good morning, sweety. How's your sleep?" Roger memelukku saat aku melangkah masuk untuk menyapanya."Home sweet home." Senyumku."Sure. Bagaimana respon keluargamu?" Rog