Untuk pertama kalinya aku menampar seseorang dan dia adalah Gerald Rayes, seseorang yang yang paling loyal yang pernah kukenal. Tanganku dengan sangat beralasan sudah berani mendarat di pipi bersih nan kokoh Rayes yang dengan beraninya menyentuhku tanpa izin. Sebenarnya bukan kali pertamanya Rayes melakukan itu padaku, tapi kini situasinya berbeda. Setelah melihatnya bermesraan dengan istrinya yang cantik jelita itu, apa mungkin aku menerima kehadirannya yang hendak meniduriku setelah melihat keserasian mereka berdua?!Apa pria ini waras?!"Tolong jangan memaksaku untuk bertindak lebih dari ini, Tuan Rayes." Ucapku penuh penekanan.Rayes melirikku dengan ekspresi terkejutnya yang tampak dipenuhi dengan rasa kesal."Apa kau baru saja menamparku?"Aku hening dan memperbaiki posisiku."Apa kau baru saja menamparku?!" Tanyanya sekali lagi.Aku masih hening dan tidak membalasnya."Nona Joanna Gray! Aku bertanya apa kau baru saja menamparku?!" Kesalnya."Ya Tuan. Saya baru saja menampar And
"Skizofrenia?" Beoku.Alex hening dan hanya menghela nafas panjangnya. Aku juga terdiam dan tidak mengerti harus memberikan respon seperti apa."Kenapa bisa?" Tanyaku yang sudah tidak bisa kutahan lagi."Mama mengidap penyakit itu sebenarnya sudah lama. Tapi baru ketahuan saat Lexa, saudari kembarku mengalami kecelakaan." Jelas Alex.Aku sangat terkejut akan fakta yang baru kuketahui ini. Karena selama ini tidak sekalipun gosip jelek dan buruk mengenai keluarga Rayes keluar menjadi konsumsi publik terlebih kami para karyawannya."Sebenarnya aku akan menceritakannya secara langsung denganmu dan kurasa kamu juga akan mengetahuinya cepat atau lambat. Tapi tidak kusangka kejadiannya secepat ini. Sekarang kamu sudah mengetahui rahasia terdalam keluarga Rayes.""Apa penyakit skizofrenia yang kamu maksud dengan rahasia terdalam itu?"Alex mengangguk pasrah."Tidak ada satupun orang lain di luar keluarga Rayes yang mengetahui rahasia ini." Balanya."Terus, bagaimana dengan Lexa? Apa dia sauda
Aku memandang Roger dan Rayes secara bergiliran. Kakiku lemas seketika mengetahui kenyataan bahwa kedua Sugar Daddyku kini sedang berhadapan secara langsung. Belum sempat otakku berpikir lebih lanjut lagi, Roger kini memberanikan dirinya untuk melangkah mendekatiku."Baby?" Beo Rayes yang menatap tajam ke arah Roger."Ya. Baby." Jawab Roger pasti.Kini Rayes menatapku dengan tatapan sinisnya. Aku hanya bisa menghela nafas panjangku tanpa bisa memikirkan alasan yang tepat untuk membela diriku karena otakku yang mendadak buntu!"Bisa tolong jelaskan situasinya?" Tuntut Rayes padaku."Kalau ada yang harus menjelaskan situasinya, itu adalah tugas saya." Tegas Roger."Tolong jangan ikut campur, Captain!" Marah Rayes yang membuatku mengernyitkan dahi."Kamu pikir saya tidak tau?! Kamu juga menjalin hubungan dengan pria ini kan?" Tanya Rayes yang kini menatapku semakin tajam."Tolong jangan membuat Anna kesusahan. Dia sedang dalam masa pemulihannya.""Saya tau apa yang sedang saya lakukan, C
"Then I'll quit to be your sugar baby!" Ucapku lantang menatap Rayes yang masih menatap kesal Roger.Rayes menatapku seolah tidak percaya dengan balasanku barusan. Ia berjalan mendekatiku dengan matanya yang masih membulat serta dahi yang mengkerut."How could you say that so easily, Baby?!" Rayes kini mengguncang kedua bahuku."Karena cuma ini pilihannya Daddy. Aku tidak akan mau memilih diantara kalian berdua. Aku menyayangi Daddy Roger seperti aku menyayangimu. Aku tidak mau melepaskan kalian berdua, jadi kalau Daddy tidak menerima keadaan saat ini artinya Daddy memilih untuk melepaskanku." Balasku tegas menatap kedua netranya itu."Kau masih dengan keegoisan kecilmu itu." "Daddy yang egois kalau Daddy berpikir bisa memilikiku seorang diri sedangkan Daddy masih bebas bermesraan dengan Stacy.""Jangan membawa nama orang lain disini, Anna. It's about us.""See? Selfish. It's about three of us."Rayes mengeratkan kepalan tangannya dan mengalihkan pandangannya dariku. Ia mengeram penu
Aku sudah merapikan segala keperluanku sebelum akhirnya aku memberanikan diri melangkah keluar dari kamar yang dipinjamkan keluarga Rayes untukku. Langkahku membawaku berjalan menuju ke ruang tamu demi berpamitan setidaknya dengan Alex sebelum Roger datang menjemputku. Namun nampaknya kedatanganku di ruang tengah mengganggu momen indah kebersamaan Gerald Rayes dan Stacy Rayes yang kini sedang menatapku dengan heran."Loh? Anna? Mau kemana?" Bingung Stacy yang tampaknya sudah mengingatku kembali."Selamat siang, Nyonya Rayes. Saya berniat pamit hari ini dan kembali ke kediaman saya mengingat saudara saya datang untuk menjenguk. Terima kasih sudah menerima saya untuk tinggal ini." Jawabku sedikit menunduk sopan."Loh, cepat sekali. Tante nggak nyangka, perasaan baru tadi pagi Alex ngenalin kamu kok kamu main pergi saja." Balasnya basa-basi.Tadi pagi? Wah, wanita ini hiperbola."Maafkan saya, Nyonya. Tapi saudara saya sudah menanti kehadiran saya di rumah. Saya tidak enak." Bohongku."W
"Hai Anna." Sapa Liam tersenyum sembari melambaikan tangannya. "Hai. Ngapain??" Bingungku padanya. "I just missed you so much. Begitu aku tau Nathan mau menjengukmu, aku segera memesan tiket untuk terbang dan memaksanya untuk menerimaku tinggal di apartemen yang dia bilang mewah ini." Jelasnya yang kemudian datang dan memelukku singkat. Kualihkan mataku menatap Niel dengan sangat tajam. Namun Niel seakan tidak peka dan hanya tertawa saja. Sungguh aku tidak mengharapkan keberadaan Liam saat ini. Yang ingin kulakukan hanya ingin bersama dengan Niel, saudaraku. Karena sejujurnya aku masih enggan bersama dengan orang lain terlebih Liam. Apalagi setelah kejadian ciuman saat mabuk itu, Liam semakin gencar mendekatiku. "Baiklah kalau begitu." Pasrahku yang kemudian duduk dengan malas di sofa depan televisi. "Jadi bagaimana? Apa perjalanan dinasmu lancar?" Tanya Niel sembari melanjutkan kegiatannya berkutat dengan laptopnya. "Menjadi sekertaris ternyata membuatku semakin sibuk. Kupikir
"Apa dia menganggumu, Anna?" Tanya Liam."Tidak, tidak. I'm okay, Li. Urusan pekerjaan. Aku disuruh ikut menghadiri rapat malam ini." Bohongku sekali lagi.Sejujurnya aku lelah berbohong pada semua orang!"Malam ini? Dimana?" Telisik Liam."Hotel. Biasa. Permintaan klien. Sekertaris sepertiku hanya bisa nurut mengikuti perintah." Cengirku."Hm..." Liam hanya menggumam dan kembali memperhatikan Daniel yang hanya berdiri memperhatikan kami berdua."Daniel, tolong sampaikan kalau aku akan datang. Tapi tidak perlu sampai menjemputku." Bohongku."Baiklah kalau begitu, akan saya sampaikan pada Tuan Rayes." Balasnya sebelum menghilang dari hadapan kami berdua."Daniel?" Beo Liam."Pelayan pribadi Tuan Rayes." Balasku singkat."Bintang satu. Pelayanannya tidak ramah. Dia tidak akan dapat tip lebih." Komentar Liam kembali mengocok perutku dan berhasil mengalihkan perhatianku pada Daniel...."Benarkah? Ke hotel malam-malam untuk rapat?" Telisik Niel saat Liam menceritakan kejadiannya.Sunggu
"Tolong jawab saya, Anna!" Kesal Rayes yang kini semakin mencondongkan badanya kedepan mengintimidasiku."Tolong hentikan Tuan!" Pintaku yang membuat mata Rayes membelalak."Semua ini terlalu mendadak." Tambahku yang kemudian mencoba mengatur pikiran dan hatiku agar kembali pada jalurnya masing-masing."Terlalu mendadak? Kita sudah selalu bersama selama beberapa bulan ini dan kamu tau kalau aku juga menyayangimu! Lalu apa yang kamu ragukan? Apa pengaruh pria itu memang segitu besarnya untukmu? Apa dia yang merebut posisi saya di hatimu?" Kesalnya."Tolong jangan bawa nama Roger. Dia tidak seperti itu, Tuan! Justru karena penjelasannyalah saya bisa menerima Tuan menjadi sugar daddy saya waktu itu.""Oh? Jadi aku harus berterima kasih pada makhluk itu?!" Kesal Rayes semakin menjadi-jadi."Bukan seperti itu, Tuan. Dia berpengaruh besar terhadap perkembanganku selama ini. Disamping itu juga Tuan ikut membantuku. Kalian saling bahu membahu membantuku selama ini tanpa Tuan sadari.""Aku sad