Sesuai janjinya, Daniel membawaku pergi dari safety house-nya karena ia memiliki satu kesempatan yang ia percaya menjadi satu-satunya jalan keluar untukku. Dan seperti dikejar oleh waktu, mobil Jeep hitam Daniel akhirnya melaju dengan sangat cepat menembus kepadatan kota hingga tiba saatnya ia berhasil mencapai sebuah bandara kecil yang dipenuhi oleh pesawat baling-baling bertipe Caravan."Turun." Perintahnya yang segera membawakan tas hitamku.Dengan cepat aku menuruti kemauannya. Ia terlihat menyapa seseorang terlebih dahulu sebelum merangkak naik ke dalam pesawat yang mulai dipersiapkan untuk terbang."Ayo naik." Daniel merentangkan satu tangannya begitu dia sudah berada di atas pesawat.Tanpa banyak bertanya, aku segera meraih tangan besar Daniel dan duduk manis disebelahnya. Setelah memastikan kami sudah memakai seatbelt dengan baik, pesawat akhirnya tinggal landas dan meninggalkan sudut Ibu Kota yang penuh dengan masa-masa indah nan menegangkan yang ingin kulupakan.Mataku terus
Daniel melihatku dengan kedua matanya yang berkedip berulang kali, seolah sedang berusaha menyadarkan dirinya setelah mendengarkan permintaanku yang mendadak. Aku yang terus menatap kedua netra hitamnya itu, mendadak paham akan maksud dari kedipan mata Daniel yang kembali menolak kehadiranku. "Maaf, aku tidak bisa April." Ucapnya mulai melonggarkan tangannya yang sedari tadi memelukku. "Tapi kenapa, Luke? Aku tau kalau kau juga menginginkannya, kan?" Daniel menolehkan wajahnya ke arah lain, enggan melihatku. Tanganku dengan sigap menahan wajahnya agar tetap menatapku yang masih berdiri tepat dihadapannya. "You want me and I do want you. So what's wrong with that?" Daniel melepaskan tanganku yang menempel di kedua pipinya. Ia menggenggam tanganku dengan kedua tangannya yang besar namun sangat hangat. "You're right. I want you so bad. Aku sangat menginginkanmu sejak perjalanan dinasmu bersama Alex. Tindakan berani dan spontanitasmu itu berhasil menarik seluruh perhatianku. Sikapmu
Mataku membulat sempurna melihat Rayes yang tengah duduk dengan gagahnya di kursi tepat di seberang Daniel yang juga ikut duduk dengan wajahnya yang lesu. Setelah beberapa bulan tidak bertemu dengannya, wajah Rayes tampak semakin kokoh dengan senyuman gembira semakin membuatku merinding khawatir."Ayo duduk." Tangan dingin Roger menyentuh bahuku tiba-tiba dan mendorongku perlahan dari belakang.Karena merasa disudutkan dan tidak punya pilihan lain, aku terpaksa mencoba untuk tidak membantah dan mengikuti arahan Roger. Mataku melihat ke sekitar rumah persembunyianku dengan Daniel, tampak banyak pria dengan postur tubuh besarnya yang sedang berjaga disekeliling rumah kami. Entah sejak kapan mereka mengepung rumah ini, yang jelas dari persiapannya saja sepertinya mereka sudah mengetahui tempat persembunyian kami selama ini."Hm... April? Kenapa memilih nama itu? Aku masih lebih suka namamu yang dulu." Ucap Rayes saat ia tengah asik membuka pasporku yang setauku sudah Daniel sembunyikan b
Aku menikah? Dengan siapa? Daniel?! Apa pria ini sudah gila?! Aku memnag punya rasa dengan Daniel. Tapi kenapa dia memerintahkan hal yang mendadak seperti itu?! Aku sendiri bahkan belum memikirkan hal sakral seperti itu. "Would you?" Binar mata Roger yang masih menatapku semakin membuatku mengernyitkan dahi karena tidak mengerti. Beberapa detik lalu dia hampir saja menembak kepala Daniel dengan pistol di tangannya. Sekarang begitu Rayes memerintahkanku untuk menikah dengan Daniel, dia menyetujuinya begitu saja? Ada apa dengan mereka berdua?! "But... But I..." Ucapku terbata karena Roger masih menjepit pipiku dengan kedua telapak tangannya. "I can't. Apologize, sir." Sela Daniel yang segera menundukkan kepalanya di hadapan Rayes. Rayes melepasku dan menatap Daniel. Aku juga ikut menatap heran Daniel. Ada rasa terkejut dan sedikit kecewa atas penolakannya yang sangat cepat seperti itu. Apa dia tidak sungguh-sungguh menyukaiku selama ini? Apa dia hanya bersandiwara agar aku tetap
Aku menatap Daniel seakan tidak percaya atas pernyataan mengejutkan yang Rayes ungkapkan. Apa semuanya benar atau hanya strategi lain agar Rayes dan Roger masuk kembali dalam hidupku setelah selama ini aku memutuskan untuk berhenti memikirkan mereka juga aku tidak tau. Jangankan sebuah jawaban, Daniel bahkan memilih untuk menatap ke arah lain dari pada menatap mataku yang menuntutnya."You don't believe me, Baby?"Kutepis pelan sentuhan tangan Rayes sebelum kuputuskan untuk berdiri dan berjalan menuju ke arah Daniel yang masih tertunduk lesu. Rayes dan Roger tidak menghentikanku sama sekali."Luke..."Daniel masih bersikeras untuk tidak menatapku. Kutekuk lututku dihadapannya dan menatap wajah Daniel yang mengeluarkan ekspresi seperti sedang kesusahan."Luke, look at me." Kuarahkan wajah Daniel untuk menatapku."I just want to know the truth. I won't judge you. You know that I love you. Setelah semua yang sudah kamu lakukan padaku... Aku yakin kalau aku juga bisa menerima apapun kondis
Sebuah helikopter yang dikemudikan oleh Roger melaju perlahan menembus awan dan membawa kami berempat untuk kembali ke Ibu Kota. Setelah hampir satu tahun aku kabur dari masa laluku, aku kembali dengan membawa orang yang sama yang menjadi alasanku meninggalkan semuanya. Kedua Sugar Daddyku dengan satu orang yang spesial yang sudah berhasil meruntuhkan pertahananku, Daniel. "Jadi kamu dan Daniel mau tinggal dimana?" Tanya Rayes. Aku menatap Daniel bingung. Tak lama Daniel mengangguk pelan. "Aku ingin tinggal di apartemen Daniel, Daddy." "Apartemen Daniel terlalu kecil untuk kita berempat. Daddy Roger-mu sudah mempersiapkan sebuah apartemen untuk kita tinggali nanti." Bantah Rayes. Aku menatap Roger yang tampak tersenyum. "Itu hadiah yang sudah Daddy persiapkan dari dulu untukmu, Baby. Tapi Daddy belum sempat memberikannya padamu." Balas Roger yang masih terfokus mengemudi. Aku hanya terdiam dan menatap datar Rayes di hadapanku. Tangan Daniel masih terus menggenggam tanganku denga
"Apa?!" Tentu saja aku akan bertanya seperti itu. Bagaimana tidak, Rayes baru saja menyuruhku untuk melakukan hubungan badan dengan Daniel dihadapan mereka berdua? Maksudku, tentu saja aku akan menolaknya. Aku tidak terbiasa melakukan hal intim seperti itu dihadapan orang lain. Namun belum saja aku berdamai dengan keraguanku, Daniel segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mendekatiku. Tak lama ia menari tubuhku untuk berdiri terlebih dahulu sebelum ia duduk menggantikan posisiku dan kembali menarik tubuhku untuk duduk di pangkuannya. Tanpa ragu sedikitpun tangan besar Daniel segera meraih daguku dan meraup bibirku dengan bagitu lahap. Sayangnya bibirku tidak bisa mengelak dari tindakan nekat Daniel dan hanya bisa pasrah mengikuti arahan lidah Daniel yang terus menuntunku mengikuti irama permainannya. "It's okay. Don't worry, April. I'll be here. Kita hanya perlu terbiasa dengan ini semua." Bisik Daniel pelan. "But Daniel..." "Anna, I love you. I don't wanna lose you lik
Aku mengernyitkan dahi karena tidak mengerti akan maksud Roger barusan. Roger tersenyum penuh dengan kepuasan begitu ia mendapati milikku yang sudah terlalu basah dengan cairan kenikmatanku sendiri. Satu senyuman nakal Roger berhasil membawa imajinasiku terbang melayang menembus batas kewarasanku. Sekarang aku benar-benar menginginkan bantuan seseorang yang mampu memenuhi semua fantasi liarku yang kembali bangkit malam ini.Setelah merasa cukup puas, Roger mulai menarik tangannya dari dalam liang kewanitaanku dan dari situlah kesadaranku mulai timbul. Bukan Roger yang akan memenuhi fantasi liarku melainkan Rayes yang masih duduk dengan gagahnya di tempat duduknya dengan keperkasaan miliknya yang sudah mengacung bebas bebas tanpa penutup apapun.Terang saja aku melirik Roger yang sudah mengalihkan tubuhku untuk duduk di pangkuan Rayes. Mataku yang masih ragu kemudian menatap Roger khawatir, namun satu senyuman Roger seolah mampu menenangkanku atas semua pertanyaan yang timbul dalam pik