Hari berikutnya. Seusai kelas pertama di kampusku berakhir, aku bergegas pergi menuju ke kantin untuk mengisi perut. Peristiwa semalam membuatku sulit untuk melelapkan diri, dan kesibukan ibuku membuatnya lupa membangunkanku. Akibatnya, aku harus bangun kesiangan yang membuatku berangkat ke kampus dengan tergesa-gesa dan tak sempat melakukan sarapan.
Begitu tiba di kantin, aku memilih duduk di bangku paling pojok setelah memesan menu kesukaanku. Seperti biasa pula, semua penghuni kampus ini tak pernah menganggapku ada, dan tak ada yang mau mendekatiku, kecuali siluman bayi berkepala dan berekor rubah dengan pakaian yang compang-camping. Makhluk itu biasa bermain-main dengan bergelantungan dan menarik-narik kain belakang bajuku. Selain makhluk itu, tidak akan ada yang peduli padaku. Bahkan pelayan kantin pun sering kali jika aku telah memesan makanan, karena memang dia tidak pernah mengingatku. Padahal aku tidak pernah alpa menduduki bangku pojok di kantin ini. Tapi di kampus ini, tidak ada yang memiliki kehidupan yang lebih sunyi dariku.
Ketika aku duduk di bangku kantin sambil menikmati jus jeruk di tanganku, telingaku tak sengaja mendengar beberapa siswa di sekitarku tengah membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa yang dituturkan Ibu kemarin malam.
“Apa kalian tahu? Beberapa bulan terakhir ini, Rumah Sakit Impian Keluarga telah beberapa kali kehilangan bayi.”
“Ouw, tentang itu. Ada yang mengatakan bayi-bayi itu dicuri makhluk aneh.”
“Vampir kali yah? Vampir suka menghisap darah, benar kan? Dia telah membawa bayi itu ke sesuatu tempat, lalu vampir itu menghisap darahnya.”
“Lebih masuk akal kalau yang mencuri bayi itu adalah leak. Soalnya, kalau vampir kan dia tidak perlu mencuri bayi, sedangkan leak kan memang suka memakan bayi manusia.”
“Benar juga sih.”
Begitulah manusia, mereka hanya bisa berasumsi. Terlalu banyak hal yang terjadi, tetapi mereka tidak bisa memastikan kebenarannya.
Setelah lebih dari lima menit aku telah duduk dengan mantap di kantin, tiba-tiba seorang gadis melambaikan tangannya di belakang tubuhku seperti memukul angin.
Beberapa detik setelah siluman kecil senyap di belakangku, gadis itu memecahkan keheningan yang terlalu lekat pada diriku, “Apakah kamu sudah memesan makanan?” lalu gadis itu duduk di sebelah kananku.
Aku tidak tahu siapa itu, aku tidak berniat menoleh ke arahnya. Sepertinya, gadis yang sok kenal itu teman sekelasku, karena siapa lagi yang akan menyapa kalau bukan teman kelasku. Entah ini sebuah keberuntungan atau malah sebuah masalah baru dalam hidupku. Yang jelas, dia adalah gadis pertama yang menegurku di kampus ini.
“Sudah, tapi paman kantin kemungkinan sudah lupa.”
“Kenapa bisa begitu?” kata gadis itu sambil menoleh ke tempat pemesanan. “Oh, hmm… nama kamu siapa?” tanya gadis itu.
“Nando,” jawabku.
“Aku baru tahu kamu juga kuliah di kampus ini.”
Kata-katanya membuatku merasa sedikit penasaran siapa dia. Namun, ketika menoleh, aku agak terkejut melihat gadis yang kini tengah duduk di sebelahku.
“Aku berpikir kalau kamu sebenarnya mengidap Avoident Personality Discover,” gadis itu menyadarkanku dari perangah yang baru saja kualami.
“Apa maksud kamu?” tanyaku.
Gadis itu menjelaskan, “Gangguan kepribadian, di mana penderitanya menghindari interaksi sosial karena merasa dirinya lebih rendah dari orang lain.”
Gadis itu terdiam sejenak dengan tatapan yang diarahkan padaku, lalu menambahkan, “Padahal kamu sangat istimewa. Aku sendiri tidak menyangka orang sepertimu memiliki kemampuan yang sangat luar biasa seperti itu.”
“Aku tidak ingin ada orang lain yang mengetahui hal ini,” kataku dengan tatapan yang lebih serius agar ia tidak menganggapku sedang bermain-main.
Gadis itu mengangguk, lalu berkata, “Tenang saja.”
Pelayan kantin menyodorkan segelas jus apel kepada gadis itu.
“Oh iya, Paman. Makanan yang dia pesan tadi kenapa belum dibuatkan?” tanya gadis itu sambil menunjukkan dengan menggunakan dagunya.
"Astaga! Maaf iya, Mas,” kata pelayan itu, lalu segera bergegas kembali.
“Siapa nama kamu?” tanyaku.
Gadis itu menyeringai. “Aku baru tahu kalau ternyata ada orang yang belum mengetahui namaku di kampus ini,” gadis itu menghentikan ucapannya, namun tidak dengan tatapannya. Sesaat kemudian, ia menyodorkan tangannya padaku. Lalu aku menjabatnya juga. “Shally,” ucap gadis itu sambil tersenyum.
Ternyata dia adalah gadis yang bernama Shally. Nama itu sering disebut mahasiswa-mahasiswa di kelasku. Sebenarnya, aku sendiri tidak memungkiri kecantikannya. Jadi, wajar saja jika banyak pemuda yang membicarakannya. Tetapi, aku bukanlah orang yang terlalu peduli dengan hal-hal semacam itu.
“Nando,” kataku sebelum melepas jabatan tanganku.
“Sudah tahu,” katanya, lalu menyesap jus apel di hadapannya.
Aku mengamati seluruh tubuh gadis itu, bukan untuk memperhatikan bentuk tubuh yang membuat begitu banyak pemuda di kampusku seperti kucing yang melihat tikus, melainkan untuk mencari luka yang tak sempat dijahit oleh Ibuku kemarin malam. Namun, peristiwa semalam seakan seperti mimpi yang tak pernah terjadi di dunia nyata. Tak ada satupun luka yang kutemukan di tubuhnya, maka dia harus menjelaskannya.
“Kenapa aku tidak menemukan satupun luka di tubuhmu?”
“Ayah mencarikan obat luka yang sekali oles langsung sembuh untukku. Mungkin kamu tidak akan mempercayai ini, akan tetapi seperti inilah kenyataannya.”Mungkin benar, jika aku tidak mempercayai hal itu. Akan tetapi, ada terlalu banyak hal dan kejadian aneh yang sulit untuk dilogikakan dalam hidupku, dan itu bisa menjadi alasan untuk membuatku bisa sedikit mempercayai ucapannya.“Sekarang, aku tidak percaya kalau kamu mengidap Avoident Personality Discover!” ujar gadis itu.Aku bosan dikomentari. Jadi, aku menatapnya dengan tegas dan serius. Tapi gadis itu masih bicara, “Buktinya kamu mau bicara untuk bertanya tentang keadaanku. Padahal kita baru saja bertemu.” Entah apa yang membuatku tidak menyadari hal itu sebelumnya. “Silahkan dicoba! Sekali saja, kamu perhatikan orang-orang di sekeliling kita,” kata Shally dengan nada memelas. Lalu menunjuk dengan dagunya seraya berkata, “Lihatlah, mereka sedang membicara
“Jin Hal?”“Apa itu?”Ada begitu banyak pertanyaan yang muncul di pikiranku belakangan ini, dan pertanyaan-pertanyaan itu terus berjejalan memenuhi otakku. Aku menyadari, bahwa aku tidak seharusnya pusing memikirkan itu, karena tidak akan pernah ada siluman yang benar-benar jujur, dan mungkin itu hanyalah bualan dari makhluk-makhluk itu. Tapi, terlalu banyak hal aneh yang terjadi pada diriku yang membuatku tidak bisa berhenti memikirkan perkataan siluman-siluman itu.Tiba-tiba pikiranku kembali terpecahkan oleh hawa yang aneh ketika aku sedang melangkah menuju kelas. Hawa aneh seperti hawa yang familier di Rumah Sakit akhir-akhir ini kini kembali kurasakan lagi di sini.Apa mungkin makhluk sejenis vampir yang kulumpuhkan sebelumnya berada di kampusku? Tapi… aku tidak melihat gelagat yang aneh di tempat ini. Bahkan embusan-embusan itu tidak pernah kurasakan sejak tadi pagi. "Haah!" Seharusnya aku tidak terlalu memikirkannya,
“Apa yang kau bawa?”“Ini adalah masker wajah.”“Hei, apa kau akan memakaikan masker itu pada kupu-kupu di tempat study tour?”“Tentu saja, itu akan kulakukan untuk membuat kupu-kupu di sana menjadi semakin cantik."Semua siswa yang akan mengikuti study tour sore ini membicarakan hal-hal yang tidak penting bagiku. Beberapa dari mereka juga ada yang tengah sibuk mempersiapkan perlengkapan perkemahan dan memeriksa keperluan untuk beberapa hari ke depan. Sedangkan aku, aku terlalu sibuk memikirkan hal-hal yang terjadi hari ini.Sebelumnya kalian harus tahu, ternyata Pak Hendro memintaku datang ke ruangannya sebelum pulang, karena aku termasuk beberapa dari mahasiswa pilihan yang mewakili kampus untuk mengikuti study tour di Butterfly Learning Centre.“Bukankah ini sangat mencurigakan?”Pak Hendro telah menjadi dosen pertama yang mengingat namaku. Dan sekarang, dia pulalah yang menjadi
“Kamu sedang melihat apa?” Shally menegurku.Aku mengalihkan pandangan pada Shally yang nampak mendambakan jawaban dariku, terlihat bias matahari di kedua matanya. Tapi aku tidak ingin ada yang mengetahui penglihatanku. “Tidak ada,” jawabku.Setelah memberikan jawaan, aku segera berpindah ke tempat yang lebih ramai agar singa itu tidak menghampiriku lagi.Sesaat semua peserta tour yang berdiri di sekitarku melepaskan pandangan yang tidak mengenakkan padaku, dan aku berusaha tetap bersikap seolah-olah tidak ada apa-apa. Lalu, mereka kembali berbincang seolah aku tidak pernah ada.“Hrrrgghh.”Aku menyapu ke arah sekelilingku, berusaha mencari sumber suara itu. Tapi, aku tidak menemukannya, hingga suara itu kembali terdengar dari mulut singa yang ternyata telah berada di sampingku.“Aku dikirim oleh ayahmu.”Suara singa itu hampir membuatku meloncat, jika saja aku tidak menahan diri. Akan t
Dengan tangkas, aku berhasil berkelit dan mengelak sambil membopong Shally untuk menghindari serangan maut yang nyaris saja mencelakai kami. Dan saat itu juga, aku baru menyadari sesuatu. Ternyata kami telah terpisah dari kelompok kami, dan kami telah tertinggal jauh.Aku mencoba terus bergerak selincah-lincahnya seraya mencari jejak kelompok kami. Sementara makhluk itu tak berhenti menghalangi langkahku dengan serangannya.Leherku terkalung lengan Shally. Gadis itu berkata dalam boponganku, “Itu adalah vampir yang selalu mengincarku.”Dari bahuku, Shally dapat melihat dengan jelas makhluk yang sedang mengejar kami di belakangku. Aku pun juga sempat melirik secara sekilas bagaimana bentuk makhluk itu. Matanya nampak jelas menyala seperti mata makhluk yang pernah kuserang sebelumnya. Mata yang dipenuhi dengan kebencian dan pancaran kematian itu telah berhasil membuatku merasa ngeri ketika menatapnya. Setengah dari seluruh tubuhnya berwarna hitam seper
Setelah pendar cahaya lampu terlihat, aku menghentikan kecepatanku beberapa puluh meter dari pusat perkemahan, dan menurunkan Shelly dari boponganku. Gadis itu menatapku, matanya seperti menyampaikan sesuatu, namun bibirnya bergetar seperti ada yang menahan suaranya. Lalu..."Terimakasih," kata-kata itu melintas begitu cepat, bagaikan chevrolet yang ingin menabrakku dengan kecepatan tinggi."Gugup!" batinku.Aku mengangguk, lalu mengalihkan pandanganku dari wajahnya menuju ke sekeliling kami. Kami berada di permukaan datar di atas gunung yang dipenuhi rerumputan hijau beberapa senti lebih tinggi dari telapak kakiku, di tepi permukaan gunung itu terdapat semak-semak yang menjulang lebih tinggi dari bahuku.Kami melangkah mendekati perkemahan, cahaya pendar dari balon LED telah menyelimuti semua tenda yang nampak telah siap untuk ditempati. Itu berarti kami telah sangat terlambat. Aku tidak tahu bagaimana harus beralasan pada pak Hendro. Meskipun aku telah
Singa itu menuntunku menaiki jembatan gantung yang menuju ke salah satu istana yang paling megah, seme tara aku terus mengikutinya. Kami berjalan menelusuri jalan setapak yang bertehel perak. Di samping jalan itu, terlihat beberapa beranda yang juga mengambang yang atapnya tidak kutahu terbuat dari apa. Atapnya berbahan cairan hijau, namun jelas itu adalah atap. Setelah melewati gerbang sebuah istana, aku memasuki Ruangan yang nampak seperti tidak berdinding, langit-langitnya seolah langit malam yang berbintang, dan lantainya seperti telaga yang berwarna biru dan hidup. Di tengah telaga terlihat seorang lelaki yang gagah namun parasnya sangat mirip denganku. Lelaki itu berdiri di atas air seperti sedang menungguku. Ketika dia menoleh, aku seperti melihat wajahku sendiri. Matanya yang tajam, hidung mancungnya, kulit putihnya, dan wajah orientalnya mirip sekali denganku. Yang membuatku terlihat berbeda hanyalah jubah zirah berwarna hijau yang tidak kukenakan dan rambut
Sulit dipercaya, bahwa mayat itu telah menjadi vampir, dan ingin menerkam peserta tour lainnya."Makhluk itu akan membunuh kita semua!" teriak salah satu peserta tour yang nampak panik dan ketakutan.Peserta tour lain yang juga tak kalah ketakutan, bicara, "Lihatlah, makhluk itu mulai mengarahkan cakar-cakarnya ke arah kita!"Aku dapat merasakan kedua vampir itu masih belum menjadi vampir sempurna, karena hanya kuku dan taringnya yang telah memanjang,sedangkan organ tubuhnya yang lain masih bertransformasi menjadi vampir seutuhnya. Walau begitu, tetap saja akan sangat menyusahkan karena bisa memangsa salah satu dari seluruh peserta tour."Mereka teman kita, tapi mereka juga yang akan membunuh kita," keluh gadis yang berada di sampingku.Sangat sulit memutuskan apa yang akan kulakukan di saat seperti ini, dan aku hanya akan bisa bertahan untuk melindungi semua pesertatour tanpa bisa membalas serangan beruntun dari vampir-vampir itu.