Ketika aku membuka mata, sekujur tubuhku tidak bisa digerakkan karena puluhan rantai melilit dan menutupi tubuhku. Aku mencoba melepaskannya, "Le-pas!"Tapi tenagaku tidak cukup untuk membuka rantai itu. Aku menyapu sekelilingku, aku berada di sudut ruangan yang tertutup."Di mana ini?" batinku.Karena penasaran akan apa yang ada di balik ruangan itu, aku berteriak untuk mencari jawaban, "Apakah ada orang di balik ruangan ini?""Nando!" suara Selly terdengar menggema, meski jaraknya tidak jauh dari tempatku berada."Kamu di mana, Sel?!""Aku berada di balik ruangan mu," jawab Shelly."Apa yang kamu lakukan di situ?!" tanyaku."Sama sepertimu, aku disekap sebelum dihukum. Aku akan dihukum, tetapi kau akan lebih dulu menerima hukuman dari Raja Lacodra," jawab Shally."Sebelum dia menghukum kita, aku akan lebih dulu menghukumnya," ucapku dengan yakin."Apakah kamu masih memiliki sayap itu?" tanya Shelly.Aku yang baru saja menyadari kalau Sayapku sudah tidak ada di punggungku berusaha me
Aku berhasil berdiri meski dengan susah payah. Tenagaku telah terkuras karena kehilangan banyak darah pada pertempuran sebelumnya, ditambah lagi ratusan rantai yang berbobot beberapa ton menambah bebanku. Kedelapan siluman berkepala buaya dan berbadan kekar yang memegang rantai dengan sigap telah lebih dulu berdiri sebelum aku berdiri.Sementara Raja Lacodra nampak masih emosi menatapku dengan mata reptilnya yang kini telah memerah seperti terbakar, ia kini mulai berceloteh, "Aku sudah tidak sabar ingin membunuhmu, akan kuminum darah seribu tahun di tubuhmu sebelum kujadikan jantungmu hidangan penutupku malam ini."Sepertinya pria itu tidak main-main dengan ucapannya, ke delapan tentakel guritanya keluar dari punggungnya seperti ular yang menjalar menudingku. Seperti kata Shally, racun di tentakelnya itu pasti akan merusak jantungku. Dan saat ini, aku tidak akan mungkin menang melawannya. Aku tidak akan bisa lolos dari tempat ini jika tidak menggunakan otak.Terpaksa aku akan mengecoh
Entah apa yang merasukiku hingga melahap kepala ikan hiu itu seperti binatang buas yang melahap mangsanya. Tapi kondisi perutku menjadi jauh lebih baik. Beberapa manusia setengah ular berlumut melesat ke arahku, tetapi aku tidak gentar kali ini, karena tenagaku sudah pulih setelah menyantap kepala siluman ikan itu."Matilah!" deru siluman itu seperti badai.Aku berhasil melesat meninggalkan atap istana.Seandainya kurang beberapa milidetik saja aku telat menghindar, maka tubuhku akan terlepas badai siluman itu. Aku terus melesat menuju ke permukaan yang berjalan beberapa kilometer dari dasar laut. Sementara puluhan manusia ular berlumut mengejarku dari dasar laut."Hei! Berhentilah pengecut!""Ayo kita bersenang-senang! Jangan lari!"Puluhan manusia ular berlumut yang mengejarku terus menggonggong dan mengejekku, tetapi siapa yang peduli dengan ucapan mereka. Karena bertarung di alam mereka tidak akan membuatku lebih unggul. Dan tentu saja itu akan banyak mengambil energiku, aku akan
"Akan kubunuh kau bocah sialan!" seru salah satu siluman Ular yang melesat maju untuk menghunusku.Dengan sigap, aku menghindar beberapa langkah ke samping, kemudian menyambar ujung ekor ular itu. "Kaulah yang akan kubunuh ular peyot!" sorakku sambil memegang kulit ular raksasa yang dipenuhi lumut.Jika aku tidak memiliki cakar yang tumbuh di pergelangan tanganku, maka sudah tentu ular itu akan terlepas dari genggamanku. Tetapi cakar tajamku yang menyala dapat menghunus dan masuk ke dalam daging ular itu."Aakh! Tidak!" jerit siluman ular itu sambil menahan sakit.Sementara aku mengangkat tubuhnya, lalu memutarnya seperti baling-baling hallycopter. Angin menderu, dan lautan di sekelilingku meninggi membentuk pusaran yang berputar-putar ke arah kumemutar tubuh siluman ular itu. Seluruh kawan siluman itu mundur dan menjaga jarak, sebagian dari mereka nampak kebingungan ingin menyelamatkan temannya yang terluka di tanganku.Setelah puas memutar tubuh siluman ular itu, aku mengempaskannya
Sebelum membuka kelopak mataku, aku merasakan pergelangan tangan dan kakiku terbelenggu. "Apakah aku kembali tertangkap oleh Raja Lacodra?" batinku.Tetapi tidak mungkin, karena saat membuka mata, aku terbaring di atas ranjang dengan kasur yang sangat empuk. Aku mencoba memicingkan mataku, mencoba membiasakan mataku dengan pendar cahaya sore yang menembus gorden jendelaku. Aku mengenali pemandangan di luar jendela itu, itu adalah awan di atas pulau Tumaya. "Apakah ini adalah kamarku?" gumamku sambil mengamati sekitarku."Benar," jawabku sebelum mengembuskan napas lega karena telah selamat dari cengkraman maut raja Lacodra. "Tapi kenapa aku bisa berada di tempat ini? Siapa yang menyelamatkanku?"Pertanyaan-pertanyaan itu terasa menyeruak di dalam otakku, berbagai jawaban tak mampu aku dapatkan. Dan pertanyaan yang paling besar untukku saat ini, "Kenapa aku dirantai seperti ini?""Rupanya kau sudah bangun anak manja?" ujar Alora yang tiba-tiba saja muncul dari pintu dan memasuki kamarku
Letra hampir saja menusukku, tetapi gerakanku jauh lebih cepat. Salah satu batang cakarku menghunus tangannya sehingga belati tajamnya menukik ke langit-langit."Eekkhh!" sambil meringis menahan sakit Letra melepaskan cengkeramannya dari leherku.Aku berniat menusuk jantungnya dengan cakar di tangan kananku agar Jin Hal menyebalkan itu segera tamat, tetapi Ayahku tiba-tiba muncul dari angin dan menghentikan ku."Tahan dirimu, Nando!""Iyyaakkhh!" teriakku sambil mengempaskan Letra yang nampak lemah ke arah jendela hingga pemuda itu terjengkang ke udara.Sambil memendam kobaran kemarahanku, aku menoleh pada Ayahku dan bertanya, "Kenapa Ayah menghentikanku? Dia yang datang kemari untuk mencari masalah denganku.""Masalah yang sebenarnya bukan pada Letra, Nak. Tetapi sisa-sisa racun dari Raja Lacodra masih membuat emosimu jadi tidak stabil," ucap Ayahku sambil melangkah mendekatiku.Entah kenapa ucapan Ayahku terdengar menyebalkan. "Kenapa Ayah membelanya?" kataku sambil mengacungkan cak
Pemandangan di Alam Tumaya benar-benar berubah setelah aku terbangun. Tidak ada lagi jembatan yang mengambang di udara, istana-istana dan bangunan-bangunan yang menjulang di atas awan. Semuanya telah runtuh. Berbagai bangunan di atas daratan Tumaya tumpang tindih, bahkan hunian para siluman ikut hancur tertimbun istana para Lensana dan Jin Hal yang runtuh. Kondisi Alam Tumaya berubah menjadi sangat menyedihkan dalam waktu yang singkat.Aku yang tenggelam dalam pikiranku tanpa sadar telah tiba di perbatasan yang menjadi gerbang keluar menuju ke laut. Aku mendarat di atas gerbang. Dan pemandangan asing yang terjadi benar-benar tidak pernah kubayangkan. Para Ksatria Tumaya sibuk mempertahankan Tumaya dari serangan Bangsa Nus."Serang! Jangan biarkan mereka kembali lolos!" seru Nero yang mengenakan helm dan Zirah perangnya, ia tengah memimpin pasukan siluman alam Tumaya melawan siluman laut yang menyerang.Beberapa ratus meter dari bibir pantai di tengah laut, para Lensana sibuk menghadap
Dengan kecepatan tinggi, aku terbang dan melesat menuju siluman pencuri permata seribu di tengah laut. Tepat saat siluman itu memukul Harda, aku tiba di hadapannya sambil mendaratkan pukulanku di dadanya."Aaakh!" siluman itu terempas sejauh ratusan meter.Tak ingin memberikan siluman itu peluang untuk bangkit dan menyerang, aku terjun ke arah hempasan sambil mengarahkan cakar tajamku. Hampir saja aku berhasil menghunus ya, tetapi siluman merah itu berkelit dengan sangat lincah."Lumayan tangguh," gumamku."Iyyaakkhh!" lengkauan suaranya ketika menyerangku sangat menyakiti telingaku.Cakar-cakarnya yang seperti sepuluh helai belati hampir merobek pinggangku, tetapi aku berhasil menghalaunya dengan cakarku."Aaakkhh!" kami sama-sama terjengkang setelah saling menyerang.Untuk beberapa saat, siluman merah itu terdiam di atas air sambil menatapku. Sementara aku yang masih mengepakkan sayap ngaku di atas air menatap permata seribu yang terselip di antara sisik-sisik merah di dada makhluk