Share

Kesialan Pertama

Michael Hardianto duduk di sebuah villa kecil yang berada di tengah laut pada pulau yang terhubung dengan daratan melalui batuan yang dibuat jembatan cantik. Pria itu sibuk dengan laptop untuk mencari guci yang sama dengan milik keluarga mereka. Fendy ikut sibuk dibuat bosnya.

“Tuan, ini koleksi yang mereka punya.” Fendy memperlihatkan foto-foto guci yang ada di layar laptop.

“Kenapa setiap guci memiliki ciri khas sendiri? Tidak adalah yang benar-benar sama?” Michael kesal.

“Apa?” Fendy terkejut dengan kejelian mata yang dimiliki Tuannya.

“Apa mereka memesan guci itu secara khusus? Di mana?” Michael menatap Fendy. Pria itu mau jawaban pasti.

“Saya akan mencari tahu,” jawab Fendy.

“Kamu harus cari dengan cepat di mana ada pengrajin guci antic. Ah, temukan kembali pecahan guci.” Michael menjentikan jarinya.

“Apa?” Fendy terkejut.

“Sepertinya masih di dalam tempat sampah. Kamu segera ambil tanpa tersisa!” perintah Michael.

“Baik, Tuan.” Fendy segera berlari melewati jembatan yang cukup panjang menuju kamar Michael.

“Ada apa Fendy?” tanya Leo melihat Fendy yang sudah ngos-ngosan berlari cepat.

“Apa sampah di kamar Tuan Michael sudah dibersihkan?” tanya Fendy memegang kemeja Leo.

“Pasti sudah diambil tadi pagi,” jawab Leo tersenyum.

“Apa? di mana mereka membuang sampah itu?” Fendy menatap Leo.

“Ada apa?” tanya Leo.

“Aku harus menemukan pecahan guci milik Tuan Michael,” jawab Fendy.

“Kenapa baru di cari hari ini?” Leo menatap Fendy yang terlihat sangat khawatir.

“Aku mohon, bantu aku.” Fendy yang kelelahan berlutut di kaki Leo.

“Apa yang kamu lakukan?” Leo berusaha membantu Fendy duduk di kursi.

“Aku akan dibunuh, Tuan Michael.” Fendy memelas.

“Ayo kita ke tempat pembuangan pertama sebelum di bawa ke pembuangan akhir.” Leo membawa Fendy ke bagian belakang hotel dan mereka melihat bak sampah yang mulai penuh.

“Bagaimana kita mencarinya?” tanya Fendy.

“Ini adalah pembuangan dari kamar Tuan Michael.” Leo menunjukkan bak biru yang cukup tinggi.

“Aku akan naik.” Fendy bersiap untuk menaikki bak sampah.

“Apa yang kamu lakukan?” Leo menarik kemeja pria itu.

“Mencari pecahan guci yang terbungkus kain putih,” ucap Fendy menghentikan langkah kakinya.

“Tunggu saja. Kita minta tolong orang lain saja. Kamu cukup memberikan imbalan,” ucap Leo pada Fendy yang selalu melakukan perintah Michael sendiri.

“Pak, kemarilah!” Leo menyapa petugas kebersihan.

“Ada apa, Tuan.” Lelaki paruh baya berlari mendekati Leo.

“Tolong bapak cari kain putih yang berisi pecahan keramik,” ucap Leo.

“Baik, Tuan.” Pria itu segera menaiki bak sampah dan tidak sulit untuk dia menemukan kain putih yang terikat rapi.

“Apa ini, Tuan?” tanya petugas kebersihan.

“Bawa turun dulu. Kita periksa isinya,” ucap Leo.

“Semoga itu, Ya Tuhan.” Fendy berdoa.

“Baik.” Pria itu terjun dari bak sampah dan memberikan kain putih pada Leo.

“Letakkan di tanah saja!” perintah Leo melihat kain putih yang sudah tampak kotor. Pria itu menuruti perintah Leo.

“Terima kasih, Pak.” Leo memberikan selembar seratus ribu rupiah pada pria itu.

“Tidah usah, Tuan.” Pria itu menolak.

“Ambil saja.” Leo memasukan uang ke saku baju petugas.

“Terima kasih, Tuan.” Lelaki dengan seragam petugas kebersihan itu terlihat bahagia.

“Ya Tuhan, terima kasih.” Fendy sangat bahagia melihat serpihan guci yang masih sangat lengkap di dalam bungkusan kain putih.

“Saya permisi, Tuan.” Petugas kebersihan pamit.

“Ya.” Leo memperhatikan ukiran guci yang sedang dipegang Fendy.

“Ini guci pernikahan.” Fendy mengambil pecahan yang cukup besar.

“Iya, Tuan Michael harus membawa pulang ke Jakarta untuk di berikan pada Nyonya,” ucap Fendy dengan mata berbinar.

“Siapa yang memecahkan guci ini?” tanya Leo khawatir.

“Tuan Michael,” jawab Fendy membungkus kembali pecahan guci.

“Apa ada orang lain di sana?” tanya Leo lagi dan menatap Fendy.

“Saya tidak tahu.” Fendy berdiri.

“Michael akan mengalami kesialan selama tujuh hari akan berlanjut hingga dia menemukan wanita yang bisa menangkal kesialan itu,” jelas Leo.

“Bagaimana Anda tahu?” tanya Fendy heran.

“Aku keturuna Tionghoa,” jawab Leo.

“Oh. Terima kasih sudah membantu. Saya harus membawa benda berharga ini ke kamar.” Fendy berlari menuju kamarnya untuk menyimpan pecahan guci.

Michael terlihat tenang dengan pekerjaannya, sesekali dia menghubungi para kolektor benda antic untuk mencari guci yang sama dengan milik ibunya. Dia berani bayar mahal untuk menggantikan guci yang pecah. Dia telah menyibukkan banyak orang di seluruh dunia untuk membantunya mencari guci pernikahan.

“Aku harus makan siang.” Michael merapikan laptop dan berkas. Pria itu berdiri dan ombak besar tiba-tiba datang menghantam tempatnya. Dia terkejut sehingga seluruh tubuhnya basah bercampur pasir.

“Sial!” teriak Michael kesal.

“Apa-apaan ini?” Michael sangat marah.

“Arrrggh.” Pria itu sangat marah. Dia tidak bisa bergerak lagi dengan tubuh yang basah dan kotor.

“Menjijikan!” teriak Michael. Dia meletakkan kembali tas berisi laptop dan berkas di atas meja. Pria itu membuka jas dan membuangnya sembarang.

“Tuan.” Fendy terkejut melihat Michael yang basah di cuaca yang sangat panas.

“Bagaimana Anda bisa basah?” tanya Fendy.

“Bagaimana bisa ombak itu naik ke atas sini? Padahal laut sangat tenang.” Michael menatap tajam pada Fendy. Pria tampan itu terlihat seksi dengan kemeja basah yang menempel di tubuhnya.

“Bereskan semuanya! Aku harus membersihkan diri.” Michael berjalan menuju kamarnya.

“Apa Tuan benar-benar akan sial selama tujuh hari? Jika itu terjadi, aku juga akan kena imbasnya.” Fendy menggaruk kepala yang tidak gatal dan segera membawa semua barang milik Michael.

Michael menjadi pusat perhatian semua orang. Tubuh tinggi dengan wajah tampan dan kulit putih serta postur yang menggoda, tetapi pria itu tidak peduli sama sekali. Dia terus berjalan dengan percaya diri. Pakaian yang basah yang membuatnya tidak nyaman dan merasa geli.

“Michael,” sapa Leo.

“Apa gelombang sering menghantam tempat itu?” Michael menatap tajam pada Leo.

“Apa maksud, Anda?” Leo memperhatikan Michael yang basah kuyup, tetapi tidak mengurangi ketampanan pria itu.

“Aku di terjang ombak besar hingga basah.” Michael melanjutkan langkah kaki menuju kamarnya.

“Apa?” Leo terkejut karena ombak tidak penah sampai setinggi itu.

“Tidak mungkin. Ini pertama kalinya aku mendengar obak masuk ke villa itu.” Leo melihat Fendy yang berjalan cepat.

“Apa yang terjadi?” tanya Leo.

“Tuan dihantam ombak,” jawab Fendy.

“Hm, ini sangat langka.” Leo terlihat berpikir.

“Apa Tuan Michael akan terus sial?” tanya Fendy pelan.

“Dia harus tahu pesan dari ibunya ketika diminta mengambil guci itu agar bisa menangkal kesialan yang didapat,” jelas Leo.

“Baiklah. Saya akan mengatakan ini pada Tuan Michael. Terima kasih.” Fendy melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti.

“Apa Fahima berada di dekat Michael ketika guci itu pecah?” Leo terlihat berpikir.

“Aku harap wanita itu bukan kamu, Imah. Jika, pria itu percaya dengan mitos guci penikahan, maka dia harus menikahi kamu.” Leo menatap punggung Fendy yang sudah menghilang.

“Sedang melamun apa?” tanya Fahima pelan.

“Imah.” Leo tersenyum.

“Hari ini aku bekerja di daput dan jangan suruh aku ke kamar tamu lagi,” ucap Fahima.

“Iya.” Leo tersenyum lebar.

“Apa kamu mau makan siang bersamaku?” tanya Leo.

“Aku membawa bekal,” jawab Fahima.

“Aku juga membawa bekal. Kita bisa makan bersama di taman belakang.” Leo menatap Fahima.

“Baiklah.” Fahima mengikuti Leo. Mereka berdua berjalan bersama menuju saung yang ada di bagian belakang kamar hotel di tepi pantai.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status