“Teman tidak melakukan hal yang dilakukan oleh pasangan.”
~Airin
Dengan perasaan pasrah dan penuh air mata, Airin membiarkan sahabatnya, Raihan, menjamah seluruh tubuhnya malam ini, menjadi pemilik pertama tubuh dari pemilik yang katanya konservatif tentang hubungan modern (?) itu setelah 27 tahun hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Walau dalam keadaan tak terkendali, dipenuhi emosi, benci, dan amarah yang terpendam, Airin sangat menyayangi pria ini.
Lebih dari 20 tahun menjalani hari bersama-sama sebagai sahabat yang baik, hari ini menjadi yang paling berat, yang pernah mereka alami.
Padahal baru kemarin malam, Ia dan Raihan bersenda gurau, dengan teriakan dan penuh tawa, untuk merayakan pernikahan Raihan dan kekasihnya, Zahra, yang seharusnya digelar pada hari ini. Tapi malah ia yang berada di atas ranjang pada malam pernikahan Raihan sekarang.
Giginya meringis kesakitan sambil memegang belakang kepala Raihan yang sedang berada di ceruk lehernya, posisinya tak tenang, air matanya mengalir, mulutnya menahan sesenggukan, menutup rapat, tangan kirinya berusaha menepuk, menyadarkan pria ini, sementara tangan kanannya tidak bisa melakukan apapun karena luka pisau siang tadi. Berkali-kali ia menyebut, memanggil nama Raihan. Tapi rupanya pria itu malah terlihat seperti hanya sedang melakukan pelampiasan.
Kasar, amarah, dan yang paling membuatnya sakit hati.. dia sama sekali tidak menyebut nama Airin dari mereka masuk kamar bersama status suami istri tadi.
Dalam posisi seintim ini, jangankan menyebut nama orang yang sedang bersamanya, melihat wajahnya saja tidak. Padahal dengan jelas, gadis dibawahnya saat ini menatapnya dengan air mata mengalir deras. Bukan karena fisik, tapi batinnya cukup sakit.
Airin tidak menginginkan hal ini!
Hubungan suami istri yang ia dambakan adalah hubungan dua arah, yang tidak mementingkan ego dari satu pihak. Saling mendukung, dan sangat bahagia jika berdua.
Bukan seperti ini!
Saat ini mungkin bibirnya bungkam, tapi jiwanya sudah menangis sangat keras! Sama sekali tidak menyangka bahwa hidupnya akan berubah 180 derajat dalam 1 hari.
Saat kedua insan itu sudah mulai mencapai puncak dari pelampiasan Raihan, secara mengejutkan, Raihan tiba-tiba menangis tersedu-sedu.
Kepalanya jatuh di atas dada dan leher Airin yang tidak memakai apapun. Airin yang merasa bahwa ceruk lehernya terasa ada sedikit air yang menetes, sadar bahwa Raihan saat ini sedang menangis. Ia reflek menyadari hal itu dan mengeceknya secara langsung.
Benar saja, pundaknya bergetar dan tangisannya makin kencang. Suara tangis Raihan terdengar sangat memilukan.
“Haaa… haa… “ Suara tangis Raihan lengkap dengan sesenggukannya membuat Airin turut merasakan luka yang ia alami.
Dua hari lalu mereka masih berhura-hura, mengadakan pesta lajang bersama teman-teman mereka yang lain, sibuk mempersiapkan pernak-pernik pernikahan Raihan. Saat itu, status mereka masih ‘teman’, tapi sekarang?
Teman tidak melakukan hal yang dilakukan oleh pasangan.
Raihan mungkin sahabatnya, tapi tadi namanya yang disebut di kolom akad sebagai seorang istri yang ia nikahi. Statusnya adalah pasangan Raihan sekarang, resmi, negara, serta agama.
Airin yang melihat Raihan menangis di atasnya akhirnya ikut menangis juga.
Semua ini terlalu cepat bagi mereka. Sama sekali tidak ada gambaran menjadi seorang suami istri selama 20 tahun lebih mereka bersahabat. Perubahan keputusan dan status hanya dalam satu hari membuat baik Raihan maupun Airin tidak tahu langkah apa yang harus mereka ambil kedepannya.
Ada terlalu banyak perbedaan dan keputusan yang sama sekali belum mereka perbincangkan. Apalagi perbedaan pandangan kedepan. Airin memejamkan mata, kepalanya langsung terasa pusing membayangkannya. Bagaimanapun juga, ia sudah resmi menjadi istri sahabatnya sendiri sekarang.
Lahir dan batin.
Besok saat ia membuka pintu melihat langit pagi, dia bukan lagi seorang gadis yang bebas kemanapun tanpa membawa status. Ia sudah menjadi wanita bersuami.
Dialihkan lagi pandangannya ke arah Raihan yang masih menyembunyikan tangisnya di dada Airin. Tak kuasa ia melihat sahabat yang sangat ia sayangi menangis dengan tersedu-sedu. Tangannya akhirnya meraih Raihan dan memeluk kepalanya erat.
Airin ikut menangis bersama Raihan sepanjang malam itu.
“Saat Raihan bilang tidak, rasanya agak mengganjal jika dia meneruskannya, jika Raihan bilang iya untuk pilihannya, maka Airin tidak akan ragu untuk mengiyakannya juga.!” ~Raihan dan Airin 2 Hari yang lalu Airin terlihat memilih-milih sepatu di salah satu butik mode di mall di kawasan mall Suroria, pusat kota. dibelakangnya, Raihan yang dengan muka jengkel membawa seluruh hasil belanjaan Airin pasrah ditertawai oleh pelayan toko yang sedang mendampingi Airin di depannya. Airin yang rupanya sadar, ikut tertawa bersama pelayan toko tersebut seraya menimpali, “Biarin dia menderita hari ini, mbak. HAHAHAHA! 2 hari lagi dia bakal nikah, dan hidup
1 Hari yang lalu, H-1 Hari Pernikahan “Hai hai hai!!” Sapa Airin heboh sambil tangannya bersandar ke pintu atas, ia menuju dapur di belakang rumah Raihan, tempat para ibu-ibu yang sedang memasak untuk persiapan pernikahan Raihan. Seorang wanita paruh baya, Bu Dewi, ibu dari Raihan tersenyum melihat gadis yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri itu datang dengan tumpukan kantong belanja di tangannya. “Sini, Rin! Ambil nasi, makanannya sudah matang!” Ajaknya pada Airin. “Mama barusan anak mama udah bikin aku makan banyak, sekarang mama juga?” Airin memang terbiasa memanggilnya mama, karena Raihan adalah seorang anak tunggal dan mamanya pernah memiliki anak perempuan sebelum Raihan yang wafat saat masih bayi.
“Benar-benar tidak akan ada yang menyangka kapan datangnya kematian. Dia bisa datang saat kau sedang bahagia, sedih, bahkan juga ketika kau tidak melakukan apapun.” Pagi hari. Hari-H pernikahan Raihan dan Zahra Airin yang sudah rapi memakai kebaya putih yang senada dengan seluruh teman dekat dan keluarga yang sudah hadir untuk acara akad Raihan hari ini terlihat masih khawatir dan sudah mondar-mandir dari depan ke dapur berkali-kali. Melihat Airin seperti itu, Ibu Raihan, Bu Dewi, menghampirinya, “Kenapa, Rin? Ada yang kamu cari?” Tanya beliau. Airin tidak menjawab, hanya menelan liurnya berat. Dia sudah bangun jauh sebelum subuh, perasaannya sudah tidak enak sejak kemarin malam. Ada pengantin yang mau akad esok hari tapi masih belum
Tatapan khawatir yang berasal dari mata Bu Dewi membuat Airin merasa bahwa sepertinya ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.Dan ya.. Sekaligus juga menambah alasan ketakutan Airin pada firasat buruknya. Ia sudah kehilangan hasrat untuk hidup saat melihat wajah Bu Dewi yang pucat walau dengan riasannya yang mencolok. Ini adalah saat-saat yang paling menakutkan baginya.Dia benci berencana karena yang ada di pikirannya hanya akan ada firasat buruk saja. Dan sialnya, dia punya takdir yang membuat firasat buruknya selalu saja jadi kenyataan.Seolah-olah dia bisa melihat hal buruk yang akan terjadi di depan matanya.Airin bersama dengan ketakutannya, berjalan mundur, berharap ia tak akan mendengar apapun yang keluar dari mulut Bu Dewi sebentar lagi,
Melihat Airin dan Raihan keluar dari kamar setelah berjam-jam, menimbulkan dua perasaan yang bertolak belakang dalam hati Bu Dewi, Ibunda Raihan. Satu sisi ia lega, putranya tidak melakukan hal buruk, namun di sisi lain, ia juga khawatir.Setelah ada celetukan kerabatnya untuk menikahkan mereka berdua, dia khawatir. Khawatir karena dalam keputusan hatinya yang paling dalam, ia setuju dengan kerabatnya itu, tapi kondisi saat ini juga begitu mengkhawatirkannya.Tapi .. Jika Airin jauh dari Raihan, Bu Dewi tidak tahu hal apa yang akan terjadi nanti karena Raihan jelas akan menjadi penyendiri. Dia tidak tahu harus mengandalkan siapa lagi, karena hingga saat ini, hanya Airin yang dapat diandalkan untuk mempercayakan Raihan padanya.Dia memutuskan untuk keluar, mengikuti Raihan dan Airin.
“Raihan bukan orang yang baru kenal kemarin sore, tapi juga tidak kamu siapkan untuk hidup bersama dia selamanya sebelum ini. Tapi kami, tidak akan menanyakan kenapa kamu memilih keputusan ini” Rabu, 16 Juni 2021, Rumah keluarga Raihan, Puncak. “Kamu yang bakal jadi pengantinnya Raihan.” Airin menatap ibu Raihan makin serius sekaligus terkejut. “Apa maksud Mama?” “Acara pernikahannya nggak jadi batal hari ini. Cuma pengantinnya yang diganti.” Airin mengerutkan kening, menyatukan alisnya. Wajar saja, siapa yang tidak terkejut dengan kalimat itu? Sahabatnya baru saja kehilangan calon istri dan batal menikah, tiba
Kamis, 17 Juni 2021, Rumah keluarga Raihan, Puncak. Airin membuka matanya berat. Dilihat samping ranjangnya kosong dan suara shower kamar mandi terdengar kencang, mungkin Raihan di sana. Dia beranjak duduk, sadar bahwa dirinya tak memakai apapun, Airin mengeratkan selimut, memutari tubuhnya. Ia bangkit mencari bajunya yang berserakan di lantai untuk dipakainya lagi. Belum selesai memungut, tiba-tiba saja Raihan keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk berwarna putih melingkar menutupi pinggang. Dia dan Airin sama-sama terkejut saat melihat satu sama lain. Lalu berakhir canggung setelah Airin reflek mengalihkan pandangan sesaat melihat ke arah badan Raihan yang atletis sedang terbuka jela
Kamis, 17 Juni 2021, lt.17 gedung kantor bersama, ruangan Consultant Engineering, Airin Wijaya.Airin hanya diam menatap pemandangan gedung-gedung tinggi dari jendela kantornya pada pagi hari menjelang siang ini. Sejak keluar dari rumah Raihan tadi pagi, yang harus melalui 2 jam perjalanan naik turun bukit menuju apartemennya, hingga perjalanan menuju kantor tempat ia bekerja, pikirannya hanya mengarah pada satu hal,“Seberapa rendah posisinya saat ini?”Pagi ini, sebenarnya bisa saja dia tidak pergi ke kantor karena tidak ada hal mendesak yang harus diurus secara langsung. Tapi juga sangat tidak menyenangkan jika Raihan kesanan nantinya. Kantor di lantai 17 ini adalah satu-satunya tempat dimana