Share

Bab 2

1 Hari yang lalu, H-1 Hari Pernikahan

“Hai hai hai!!” Sapa Airin heboh sambil tangannya bersandar ke pintu atas, ia menuju dapur di belakang rumah Raihan, tempat para ibu-ibu yang sedang memasak untuk persiapan pernikahan Raihan.

Seorang wanita paruh baya, Bu Dewi, ibu dari Raihan tersenyum melihat gadis yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri itu datang dengan tumpukan kantong belanja di tangannya.

“Sini, Rin! Ambil nasi, makanannya sudah matang!” Ajaknya pada Airin.

“Mama barusan anak mama udah bikin aku makan banyak, sekarang mama juga?”

Airin memang terbiasa memanggilnya mama, karena Raihan adalah seorang anak tunggal dan mamanya pernah memiliki anak perempuan sebelum Raihan yang wafat saat masih bayi. Jadilah Airin sudah jadi seperti anaknya sendiri.

Full..” Ucap Airin sambil memegangi perutnya.”Ini pesenan mama tadi, ma.” Airin memberikan 3 kantong kresek besar kepada Bu Dewi.

Beliau menerima kantong dari Airin sementara Airin nya fokus pada sate yang baru saja selesai dipanggang. Sepenuh apapun perutnya, jika ada makanan, pasti masih bisa masuk. Itulah Airin. Bu Dewi hanya bisa tersenyum sambil mengelus puncak kepala Airin. Sayang.

“Hari ini jadi nginep disini, kan?”

“Iya, jadi. Tas ku udah aku taruh di kamar depan ya. Aku liat nggak ada pernak-pernik di sana tadi.”

“Iya, mama emang bersihin kamar itu soalnya kamu bilang H-1 bakal nginep. Bapak Ibu nggak dateng?”

“Oh iya, lupa mau bilang. Bapak Ibuk baru bisa dateng lusa. Besok masih di perjalanan. Tadi titip salam sambil bawain bingkisan udah aku taruh di kamar tadi.” Jelas Airin sambil memakan sate nya.

Acara pernikahan diputuskan digelar di rumah Raihan. Awalnya mereka akan menyewa gedung, namun karena Raihan dan Zahra memutuskan untuk menghemat biaya demi membeli perabot rumah, acara pernikahan diputuskan hanya akan diadakan satu hari, sekaligus resepsinya di pelataran rumah Raihan yang dikenal sebagai komplek sultan.

Akad nikah esok hari akan diadakan di sore hari dan setelah petang, acara resepsi akan dilaksanakan.

“Mama..” Panggil Airin kepada Ibu Raihan.

“Iya?”

“Kenapa Zahra tidak datang kesini hari ini saja agar persiapan tidak terburu-buru?”

“Mereka bilang lebih nyaman berangkat dari rumah saja karena banyak kerabat yang ikut. Mama ya ndak bisa maksa.”

Airin mengangguk paham. Jujur saja saat ini, di dalam pikirannya, ada yang ia rasa masih belum ‘tepat’. Ia selalu merasa ada yang harus dilakukan, tapi ia tidak tahu apa itu. Hanya pikiran yang membulat-bulat saja.

Ia akan mengalihkan pikirannya ke lain hal ketika suatu perasaan aneh itu muncul di kepalanya lagi. Ia tidak ingin berlarut-larut pada perasaan ragu di tengah hari kebahagiaan sahabatnya.

***

Ddakkk..

Suara pistol mainan yang mengeluarkan kertas-kertas bertuliskan,

Raihan besok nikah

Raihan besok lepas lajang

Ada yang mau praktek adegan dewasa besok

Ciye mau halal

bersama dengan latar belakang kertas bergambar aib Raihan, ditembakkan Airin ke atas ruangan yang cukup riuh oleh teman-teman mereka. Malam ini Raihan diberi kejutan pesta bujang oleh teman-temannya.

Di pimpin Airin, yang mulai menembakkan pistol kertas lalu yang lain mulai mengaibkan Raihan. Mulai dari mendandani wajahnya dengan konsep yang nyeleneh, mengalungkan barang-barang tak biasa, dan saling bernyanyi satu sama lain.

Teman satu circle Airin juga adalah teman satu circle Raihan. Mereka semua bertemu dan saling kenal di tempat yang sama. Hampir tidak ada yang tidak diketahui Raihan tentang Airin maupun sebaliknya. Karena itulah mereka sangat nyambung dan selalu sepemahaman hingga sekarang karena tumbuh dewasa bersama-sama di lingkungan yang sama.

Satu persatu dari mereka menghampiri Raihan, mengucapkan selamat, memberi hadiah, menggoda, dan bersenang-senang di hari terakhir lajangnya ini. Airin maju menghampiri Raihan, menyentil kepalanya keras. Seperti yang biasa Raihan lakukan kepadanya.

“Semoga lancar ya besok, bestie!” Ucap Airin sambil memoleskan glitter body painting hijau ke wajah Raihan.

Lo juga ayok segera! Parjo udah ngajak lo alesan mulu!” Airin melengos dan menendang kaki Raihan.

dia tau betul topik pernikahan adalah topik yang paling dihindari Airin.

“Waktu lo nggak akan terbuang sia-sia hanya karena nggak nanyain pertanyan itu sih, kampret!”

Untuk topik pernikahan, Raihan dan Airin adalah tipe yang sangat berbeda. Raihan adalah laki-laki yang tidak terlalu mengambil pusing masalah dalam pernikahan dan pernak-perniknya. Sementara Airin adalah orang yang paling tidak percaya bahwa hanya karena kita menikah, kita akan bahagia.

Salah satu penyebabnya adalah lingkungan tempat tinggal mereka berdua. Raihan tumbuh dalam keluarga yang harmonis, jarang terjadi cekcok internal dalam keluarganya, ditambah dirinya berasal dari keluarga yang berkecukupan, sehingga sangat jarang terjadi masalah ekonomi dalam keluarganya.

Sementara Airin harus berjuang lebih keras untuk mencapai titik saat ini dalam hidupnya. Dia berasal dari keluarga menengah ke bawah yang hampir separuh hidupnya dihabiskan untuk tinggal di permukaan kumuh nan sempit. Orang tua yang selalu bertengkar, mendengar masalah keluarga tetangganya yang hanya terlapisi tembok tipis rumahnya.

Orang tua yang menyalahkan kehadiran anak yang padahal mereka sendiri yang mendatangkannya, ditambah berbagai macam masalah yang ia jumpai di sekitarnya semasa ia tumbuh. Menjadikan sosok Airin sebagai sosok yang antara benci, takut dan menghindar ketika membahas pernikahan.

Banyak timbul keraguan dalam hatinya seketika saat membicarakan pernikahan. Mendatangkan manusia baru (anak) ke dunia, masalah ekonomi, masalah hubungan, apalagi norma sosial, dan yang lainnya.

Karena itu, saat dia sudah bisa menghidupi dirinya sendiri dengan pekerjaannya, ia memilih tinggal sendiri di apartemen tengah kota. Walau orang tuanya sudah jarang berselisih, tetap saja luka-luka yang tergores saat ia bertumbuh akan selalu membekas. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa akan selalu berhati-hati saat akan melangkah ke pernikahan kelak.

Parjo, alias Farhan, kekasih Airin, yang juga teman sekolah Raihan dan Airin, beruntungnya memahami keadaan sang kekasih itu. Walau dia sudah mengode pernikahan sejak lama, ia tetap bersikap dewasa dengan tidak memaksakan kehendaknya kepada Airin.

Beruntungnya dia tahu betul bagaimana kondisi keluarga tempat sang kekasih tumbuh dan mengerti darimana asal sifatnya berasal.

Saat ini, Airin lebih memilih tinggal sendiri dan berpisah dari orang tua serta adiknya. Ia juga dikenal sebagai pribadi yang mandiri. Jarang sekali ia meminta bantuan orang lain, kecuali merepotkan Raihan tentunya. Wanita yang sangat menikmati waktu saat ia bekerja. 

Workaholic? Bisa jadi.

Walau terkadang Raihan menggodanya dengan mengatakan,

Ngapain sih sok kuat kaya gak butuh pasangan.

Nikah aja lah. Udah punya pacar setia banget dari lama, uang juga nggak susah, umur udah mapan. Takut apa lagi.

Takut punya anak apaan sih? Ya kalo ada anak dirawat lah nanti.’

Tentunya juga dengan menyelipkan candaan seperti,

Kalo lo tiba-tiba miskin kan bisa hutang dulu sama gue. Kan orang tua gue kaya

Eh kan si Parjo ada tunjangan anjir!’

Khas sekali candaan mereka berdua. Dark jokes. 

Raihan tetap menghormati segala keputusan sahabat kesayangannya itu. Tentu saja, dia hanya menggoda tanpa ada maksud untuk memaksakan dia melakukannya. Dia bersahabat dengan airin tanpa alasan apapun. Dan seperti itulah mereka bertahan sejak 20 tahun terakhir.

.

Airin memasuki ruangan dengan membawa nampan full berisi kue manis. Dia tertawa lebar sambil menenteng nampan menuju ke tengah-tengah ruangan tempat teman-temannya mengerumuni Raihan.

“Makan yang banyak ya kampret! Lo mesti kuat buat besok!” Canda Airin.

“Eh diem lo ya! Kaya udah pengalaman aja!” Sewot Raihan.

“Kenapa? Lo mau dikasih tau sama yang pengalaman aja?” Sahut salah satu teman mereka, Sigit.

Mereka semua menggelak tawa keras. Menghabiskan malam terakhir Raihan sebagai lajang dengan sangat bahagia. 

Di ujung ruangan, airin mundur perlahan. Tiba-tiba saja ada perasaan haru dalam hatinya. Tak hanya saat ini, saat menghadiri pernikahan orang lain, Airin seringkali ingin mematahkan presepsi bahwa menikah tidak semenyeramkan yang ia pikirkan.

Ia Selalu tiba-tiba muncul pikiran untuk menelpon Farhan, sang kekasih, lalu berkata,

Ayo menikah sekarang juga!

Sebelum pikiran buruknya tentang pernikahan datang lagi menggerogoti pikirannya.

Terlebih lagi saat melihat sahabatnya, Raihan, orang yang paling dekat dengannya yang akan menikah. 

Airin menangis dalam diam di ujung ruangan memperhatikan Raihan yang tertawa bersama-sama temannya lebar.

Saat itu, tidak ada yang tau bahwa malam itu adalah malam terakhir bagi Airin juga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status