“Can we continue to the next discussion topic?” Ucap Airin di tengan-tengan saat Raihan ‘belajar’ memeluknya.
“Hmm..” Raihan melepaskan rengkuhannya lalu mengeratkan dress yang asal dililitkan untuk membantu menutupi pinggang Airin.
Mereka berdua duduk di sofa. Raihan memandangi netra teduh yang tak pernah ia bosan menatap selama 20 tahun terakhir. Ia tidak tahu ini bagian dari bab pembelajaran untuk menerima takdirnya yang baru bersama Airin, atau hanya nafsu yang sekedar lewat lalu tak pernah permisi untuk pergi.
Netra itu, tempa
“‘Sampai kapan’ Terkadang Airin melontarkan kalimat itu, bukan lagi pertanyaan, tapi sudah berupa sebuah pernyataan, karena sepertinya itu adalah kalimat berita, bukan lagi suatu hal yang perlu dijawab.”Benar saja, di pagi hari, kejadian tidak terencana datang menghampiri hidup pasutri dadakan yang –berusaha– damai. Ibu Raihan, satu-satunya orang yang punya akses melewati satpam rumah Raihan dan Airin selain diri mereka sendiri, datang berkunjung di pagi hari.Lebih tepatnya, posisinya saat ini adalah mengomel di depan pintu masuk utama, karena tuan rumah tidak kunjung membukakan pintu untuk dia. Padahal teriakan mereka sudah disaut dari tadi.Bagaimana membukakan pintu, saat tahu sang ibu berada tepat di pintu depan rumahnya, Raihan dan Airin y
“HAAHH!”Pukul 2 dini hari, di kamar utama rumah Cempaka, nama komplek perumahan Raihan, Airin terbangun secara tiba-tiba. Nafasnya terengah-engah dan keringatnya deras melewati dahi hingga turun menetes di dagunya.Ia bermimpi buruk.Ada seseorang menangis dalam mimpinya, mengejarnya dengan penuh permohonan. Sementara dirinya berusaha menghindar. Anehnya adalah dalam mimpi itu, dia tidak takut dengan sosok yang mengejarnya, melainkan takut dengan orang-orang yang melihatnya. Melihat orang-orang melihatnya dengan tatapan penuh tanda tanya dan berusaha menghentikan langkah kakinya, membuat dadanya sesak.Airin hendak menarik tangannya untuk mengelap keringat di dahi, tapi baru sadar bahwa telapak kirinya dipegang erat oleh Raihan yang tidur m
“Did I do something wrong last night?” Tanya Raihan melihat Airin sudah sibuk di dapur sejak pagi dengan mata yang membengkak. Takut-takutnya, ada sesuatu yang dirinya lakukan dan menyinggung Airin tanpa sadar. Seingatnya, dia bukan peminum yang membuat dia mabuk dan berakhir melakukan hal yang salah. Seingatnya juga, hubungan mereka baik-baik saja kemarin sore bahkan sebelum tidur untuk mematikan lampu mereka masih berpelukan. “Maksudnya?” Airin memalingkan mata dari Raihan.Oh ayolah, hanya Raihan yang bisa mengelabui Airin dengan emosi palsunya, wanita itu tidak akan pernah bisa menyembunyikan apapun darinya. Apalagi terlihat jelas mata bengkaknya yang menonjol tak seper
Hari ini kacau, benar-benar kacau bagi Airin!Map tebal yang bertumpuk, kalkulator dengan baterai terlepas, kopi tumpah di berkas berwarna putih, hingga ponselnya yang mati, terjadi di waktu yang bersamaan. Wanita itu saat ini hanya memangku siku di pegangan kursi yang sedang ia duduki sembari memijat pelan pelipisnya.Projek bulan lalu berakhir gagal dan tak sampai hingga laporan pertanggungjawaban, memang bukan salah Airin ataupun perusahaannya, projek itu gagal karena anggaran yang diajukan tidak sesuai dengan anggaran yang sudah dirancang oleh tim Airin.Dari awal, sebenarnya dia sudah menolak mentah-mentah tawaran dari perusahaan tersebut, hal ini tak lain dan tak bukan, karena itu adalah perusahaan keluarga. Main team
Mppphh..Lagi.. Mimpi buruk lagi.. It'll just be a different night, with the same nightmareAirin melepas syal yang ia gunakan untuk membungkam mulutnya sendiri.Iya, dia sendiri yang memasangnya.Airin menoleh di sisi ranjang sebelah, ‘Aman, dia nggak bangun.’, dan itulah tujuannya.Iya, mimpi buruknya tidak hilang, bahkan tidak pernah hilang. Beberapa hari lalu, ia sempat berkonsultasi pada temannya, dr. Raya bahwa dia terus mengalami mimpi buruk yang disusul saki
Suasana mencekam sudah menyelimuti Raihan dan Airin di pagi hari. Wanita itu duduk di meja makan dengan tangannya yang tidak bisa diam, sementara Raihan memutuskan dia yang membuat sarapan untuk mereka pagi ini.Semenjak Airin mengatakan bahwa Farhan menghubunginya tadi pagi, ia melihat wanita itu tidak bisa fokus. Pagi ini saja, dia sudah memecahkan dua gelas dan melukai tangannya saat menyalakan kompor. “Do you still love him?” Raihan membuka pembicaraan sembari menyajikan piring berisi roti panggang beserta telur mata sapi di meja makan. “Lo tau
“Airin melangkahkan kaki meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Farhan, tentara muda dengan karir cemerlang, tertunduk, berada pada titik terendah hidupnya, menangis sendirian.”..Airin pulang dalam keadaan tidak menentu. Dia bingung bahkan untuk menentukan bagaimana dia harus bersikap kali ini. Perasaannya buruk, tapi tidak ada hasrat kesedihan, dia ingin bahagia tapi dia juga ingin menangis.Melihat Farhan tanpa senyum dan penjelasan panjang lebar membuat dia kalang kabut. Airin dihantui rasa bersalah dan pertanyaan berkepanjangan. Entah sengaja atau tidak, Farhan sangat tahu Airin dengan benar. Pria itu juga jelas tahu benar bahwa membuat Airin merasa bersalah adalah jalan paling ampuh membuat hidup wanita itu tidak tenang.
Raihan baru saja pulang dari rumah orang tuanya. Saat ini, dia berada di ruang tamu rumahnya. Menyusuri penjuru rumah dengan matanya, mencari seseorang yang memenuhi kepalanya seharian.Airin.Hari ini, seharusnya dia menemani wanita itu menemui Farhan, yang mungkin menjadi satu di antara orang yang paling berkorban atas pernikahan ini. Bedanya, Raihan yang tidak jadi kehilangan istri, Airin mendapatkan suami, sementara Farhan tidak mendapatkan apapun kecuali dipaksa untuk sabar dan terima.Namun mamanya, tiba-tiba memanggilnya pulang dan memaksa dirinya menginap, semakin terkejut lagi saat sang mama berkata bahwa Ia melihat Airin bersama seorang pria kemarin.Raihan dengan jelas tahu bahwa pria yang dimaksud mungkin adalah Farhan, tapi dia tidak bisa menjelaskan siapa F