"Sttt!" Mita kembali mendesis. Gadis itu terus meniup lututnya yang masih berdarah.
"Ayo sini saya bawa ke dokter!" Ingga yang sudah sadar dari lamunannya mengulurkan tangan.
Mita menjabat tangan gadis yang telah menyerempetnya itu. Sayangnya ketika dia bangkit ternyata lututnya benar-benar sakit dan sulit digerakkan. Ingga terpaksa memapah Mita agar bisa berjalan menuju mobilnya.
"Kalo boleh tahu namanya siapa, Mbak?" tanya Ingga berbasa-basi begitu mereka masuk mobil.
"Saya Mita," jawab Mita dengan melengkungkan bibir. Gadis itu mengulurkan tangan.
"Kenalkan nama saya Ingga." Ingga menjabat tangan Mita.
Kedua gadis itu saling melempar senyum manis. Kemudian Ingga mulai melajukan mobil. Dirinya mengarahkan mobilnya menuju klinik terdekat.
"Tinggal di mana, Mbak?" tanya Ingga lagi. Tangannya fokus mengendalikan roda kemudi.
"Lu gak lihat dengan kalung yang Mita pake?""Kenapa dengan kalung itu?" tanya Tama cuek."Kalung itu ada nama Sasmita, Tama. Persis kepunyaan Shila dulu.""Bukannya kalung kayak gitu banyak di pasaran?" Tama masih belum percaya, "dan kebetulan juga nama dia Sasmita kek nyokapnya Shila.""Itu bukan suatu kebetulan," tukas Ingga yakin, "aku tuh hapal banget kalung itu. Ada batu berlian pada titik huruf I nya. Dan yang bikin gue yakin cewek itu adalah Shila saat melihat tanda lahir pada betisnya," paparnya menerangkan."Banyak kali tanda lahir seperti itu.""Iya, tapi apa elu gak merhatiin suaranya yang mirip banget Shila.""Iya sih ... mirip." Tama mengakuinya."Dan satu hal gue mau cerita satu rahasia sama elu tentang Shila entar di apartemen.""Okey ... gue siap ngedengerin." Tama pu
Kirani baru saja keluar dari kamar mandi. Semalam merupakan malam ke sepuluh baginya menjadi istri dari Rain. Sebagai pengantin baru tentu aktivitas malam mereka tidak pernah terlupa.Wanita itu tersenyum melihat suaminya masih meringkuk di bawah selimut. Bulu halus dadanya yang tertutup selimut sedikit menyembul. Perlahan dia merangkak menghampiri Rain."Sayang ... bangun." Kirani berbisik lembut. Tidak ada tanda-tanda Rain akan membuka mata. Wanita itu kembali menempelkan bibirnya pada telinga sang suami. "Bangun, Sayang, sudah siang! Kamu bilang ada rapat penting dengan Nathan."Bukannya membuka mata, Rain justru membelakangi Kirani. Membuat sang istri sedikit gemas."Sayang bangun! Kamu mau aku--""Aduuuh ... berisik banget sih!" keluh Rain menutup kupingnya."Tapi kamu harus bangun, Yang!" Kirani terus membujuk.Rain tidak menyahut. Dia kembali tidur terlentang. Lalu menarik lengan Kirani hingga jatuh ke dalam dekapan
Rain ternganga. Namun, tanpa ampun pria itu langsung menerkam Kirani. Membawa terbang sang istri hingga ke langit tujuh lewat sentuhan cintanya.Kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu akhirnya tumbang setelah hampir satu jam bermain. Keduanya terlelap sambil berpelukan. Namun, tepat pukul setengah delapan pagi, Rain terbangun lebih dulu.Pria itu kembali mandi besar untuk kedua kalinya. Hari ini dia mau bertemu dengan pengelola pabrik teh kepunyaan Bang Jack. Aset Bang Jack memang tersebar di mana-mana. Tidak heran jika Tama dan Ingga berambisi menguasai hartanya. Rain terpaksa meninggalkan istrinya yang masih terlelap.Sementara itu Kirani terbangun setengah jam setelah kepergian sang suami. Wanita itu tersipu mengingat pergumulannya tadi pagi. Dia kembali mandi jinabat.Usai mandi Kirani langsung menuju dapur. Main dua ronde benar-benar menguras energi. Wanita itu perlu asupan maka
"Benarkah aku sudah bertunangan?" gumam Mita pada diri sendiri.Sungguh dia masih tidak menyangka. Jika pria yang beberapa hari lalu terlihat cuek saja, kini mengaku sebagai tunangannya."Gue punya bukti lagi buat ngeyakinin elu, kalo kita ini adalah tunangan," ujar Tama seolah memahami keraguan di wajah Mita.Pria itu merogoh kantong blazernya. Sebuah kotak perhiasan kecil ia keluarkan."Bukalah!" suruh Tama usai menaruh wadah berwarna merah itu di meja.Masih dengan penuh keraguan, Mita meraih benda tersebut. Dia membukanya perlahan. Sepasang cincin berbahan platinum terlihat begitu kemilau."Periksa bagian dalam cincin itu!" Kembali Tama memerintah.Ide Ingga memang luar biasa. Wanita itu sengaja menyeting dengan sedemikian rupa, agar Mita benar-benar percaya dengan segala bualannya. Salah satunya adalah dengan memesan sepasang cincin dengan nama Shila dan Tama.Mita sendiri hanya bergeming melihat bagian dalam cincin te
Tama mendekat. Lelaki itu mengambil wadah dari tangan Mita. Dia mengambil salah satu cincin, lalu menyematkannya di jari manis Mita. Setelah itu dia mengambil satu lagi untuk dipakai sendiri."Gue sayang elo," ucap Tama dibuat lembut. Namun, ketika dia hendak mengecup kening Mita, gadis itu menghindar."Udah ayo, Tam!" Ingga yang paham jika Mita masih canggung dan dilema menarik lengan Tama. Keduanya meneruskan langkah menuju mobil."Jangan terlalu agresif gitu dong, Tam! Gak nyaman Shilanya," tegur Ingga begitu masuk mobil. Dia langsung mengenakan sabuk pengaman."Namanya juga akting. Biar menjiwai," sahut Tama cuek. Pemuda itu mulai menyetir mobil."Ya gak gitu juga main langsung nyosor." Bibir Ingga mencebik.Tama melirik. "Lu cemburu? Gampang ... abis ini kita main. Pan lama gue enggak celupin elu."Ingga kembali hanya me
"Kamu masih ingat aku?" Mita menatap lekat mata Rain.Rain menyipit. "Mita kan?"Mita menggeleng. "Aku Shila," ujarnya sembari mengeluarkan kalung dengan liontin nama Sasmita.Kini mata Rain yang membulat."Ya ... aku Ashila Jacki."Rona keterkejutan terpancar jelas di paras Rain. Pria itu memindai Mita dari ujung kepala hingga ujung kaki. Separuh hatinya langsung menampik ucapan gadis di depannya. Karena jelas muka Mita sangat berbeda jauh dengan Shila. Walau pun warna kulitnya tergolong sama.Sementara sisi hatinya yang lain sedikit mempercayai penuturan teman istrinya itu. Selain kalung liontin tersebut tingkah laku dan ucapannya Mita amat sangat mirip dengan Shila."Pasti kamu lagi mikir, bagaimana bisa aku yang notabene seorang gadis biasa tiba-tiba mengaku sebagai seorang Shila. Anaknya Bang Jackie yang kaya itu, iya ka
"Sekarang apa yang kamu rasakan?" tanya Rain usai melerai tubuhnya."Masih biasa aja sih," sahut Kiran sambil menarik kursi untuk duduk suaminya."Masa sih? Bukannya kalo orang hamil biasanya suka mual-mual, pusing, sakit, bahkan katanya ada yang bertingkah laku aneh," ujar Rain duduk pada kursi yang sudah istrinya siapkan.Kirani tersenyum. Baru kali ini dia mendengar suaminya berbicara panjang seperti itu. "Semoga aja aku hamilnya sehat-sehat saja."Kirani lantas meraih plastik yang Rain bawa. Air liurnya seakan menetes melihat makanan yang ia idam-idamkan selama beberapa hari ini. Wanita berbaju tidur motif karakter Doraemon itu memindahkan asinan ke dalam dua piring. Dirinya menyodorkan pada sang suami.Sebenarnya perut Rain masih sangat penuh. Karena tadi di Shila dia makan cukup banyak. Pasalnya masakan Bibik baginya juara.Namun, demi meng
Kirani bangun kesiangan. Suaminya sudah tidak ada di tempatnya. Ke mana perginya?Kirani merenggankan otot. Dia merasa kepalanya cukup pusing. Ketika dia hendak bangkit tiba-tiba perutnya kembali bergejolak.Wanita itu langsung terbirit menuju kamar mandi. Dia muntah lagi. Bahkan sampai mengeluarkan cairan berwarna kuning yang rasanya amat pahit."Kenapa, Ran?" Suara sang suami terdengar di pintu."Gak tahu nih mual banget," jawab Kirani lemah.Dia membasuh mulutnya hingga bersih. Karena sih ada waktu untuk ibadah pagi, Kirani sekalian berwudhu. Ketika keluar, Rain sudah tidak ada lagi.Wanita itu menggelar sajadah sajadah walau waktu sudah mau pukul enam pagi. Tidak biasanya dia terlambat bangun seperti ini. Lebih anehnya tiba-tiba Kirani merasa tubuhnya tidak nyaman.Usai mengucap salam, Kirani melipat mukenanya. K