Rain ternganga. Namun, tanpa ampun pria itu langsung menerkam Kirani. Membawa terbang sang istri hingga ke langit tujuh lewat sentuhan cintanya.
Kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu akhirnya tumbang setelah hampir satu jam bermain. Keduanya terlelap sambil berpelukan. Namun, tepat pukul setengah delapan pagi, Rain terbangun lebih dulu.
Pria itu kembali mandi besar untuk kedua kalinya. Hari ini dia mau bertemu dengan pengelola pabrik teh kepunyaan Bang Jack. Aset Bang Jack memang tersebar di mana-mana. Tidak heran jika Tama dan Ingga berambisi menguasai hartanya. Rain terpaksa meninggalkan istrinya yang masih terlelap.
Sementara itu Kirani terbangun setengah jam setelah kepergian sang suami. Wanita itu tersipu mengingat pergumulannya tadi pagi. Dia kembali mandi jinabat.
Usai mandi Kirani langsung menuju dapur. Main dua ronde benar-benar menguras energi. Wanita itu perlu asupan maka
"Benarkah aku sudah bertunangan?" gumam Mita pada diri sendiri.Sungguh dia masih tidak menyangka. Jika pria yang beberapa hari lalu terlihat cuek saja, kini mengaku sebagai tunangannya."Gue punya bukti lagi buat ngeyakinin elu, kalo kita ini adalah tunangan," ujar Tama seolah memahami keraguan di wajah Mita.Pria itu merogoh kantong blazernya. Sebuah kotak perhiasan kecil ia keluarkan."Bukalah!" suruh Tama usai menaruh wadah berwarna merah itu di meja.Masih dengan penuh keraguan, Mita meraih benda tersebut. Dia membukanya perlahan. Sepasang cincin berbahan platinum terlihat begitu kemilau."Periksa bagian dalam cincin itu!" Kembali Tama memerintah.Ide Ingga memang luar biasa. Wanita itu sengaja menyeting dengan sedemikian rupa, agar Mita benar-benar percaya dengan segala bualannya. Salah satunya adalah dengan memesan sepasang cincin dengan nama Shila dan Tama.Mita sendiri hanya bergeming melihat bagian dalam cincin te
Tama mendekat. Lelaki itu mengambil wadah dari tangan Mita. Dia mengambil salah satu cincin, lalu menyematkannya di jari manis Mita. Setelah itu dia mengambil satu lagi untuk dipakai sendiri."Gue sayang elo," ucap Tama dibuat lembut. Namun, ketika dia hendak mengecup kening Mita, gadis itu menghindar."Udah ayo, Tam!" Ingga yang paham jika Mita masih canggung dan dilema menarik lengan Tama. Keduanya meneruskan langkah menuju mobil."Jangan terlalu agresif gitu dong, Tam! Gak nyaman Shilanya," tegur Ingga begitu masuk mobil. Dia langsung mengenakan sabuk pengaman."Namanya juga akting. Biar menjiwai," sahut Tama cuek. Pemuda itu mulai menyetir mobil."Ya gak gitu juga main langsung nyosor." Bibir Ingga mencebik.Tama melirik. "Lu cemburu? Gampang ... abis ini kita main. Pan lama gue enggak celupin elu."Ingga kembali hanya me
"Kamu masih ingat aku?" Mita menatap lekat mata Rain.Rain menyipit. "Mita kan?"Mita menggeleng. "Aku Shila," ujarnya sembari mengeluarkan kalung dengan liontin nama Sasmita.Kini mata Rain yang membulat."Ya ... aku Ashila Jacki."Rona keterkejutan terpancar jelas di paras Rain. Pria itu memindai Mita dari ujung kepala hingga ujung kaki. Separuh hatinya langsung menampik ucapan gadis di depannya. Karena jelas muka Mita sangat berbeda jauh dengan Shila. Walau pun warna kulitnya tergolong sama.Sementara sisi hatinya yang lain sedikit mempercayai penuturan teman istrinya itu. Selain kalung liontin tersebut tingkah laku dan ucapannya Mita amat sangat mirip dengan Shila."Pasti kamu lagi mikir, bagaimana bisa aku yang notabene seorang gadis biasa tiba-tiba mengaku sebagai seorang Shila. Anaknya Bang Jackie yang kaya itu, iya ka
"Sekarang apa yang kamu rasakan?" tanya Rain usai melerai tubuhnya."Masih biasa aja sih," sahut Kiran sambil menarik kursi untuk duduk suaminya."Masa sih? Bukannya kalo orang hamil biasanya suka mual-mual, pusing, sakit, bahkan katanya ada yang bertingkah laku aneh," ujar Rain duduk pada kursi yang sudah istrinya siapkan.Kirani tersenyum. Baru kali ini dia mendengar suaminya berbicara panjang seperti itu. "Semoga aja aku hamilnya sehat-sehat saja."Kirani lantas meraih plastik yang Rain bawa. Air liurnya seakan menetes melihat makanan yang ia idam-idamkan selama beberapa hari ini. Wanita berbaju tidur motif karakter Doraemon itu memindahkan asinan ke dalam dua piring. Dirinya menyodorkan pada sang suami.Sebenarnya perut Rain masih sangat penuh. Karena tadi di Shila dia makan cukup banyak. Pasalnya masakan Bibik baginya juara.Namun, demi meng
Kirani bangun kesiangan. Suaminya sudah tidak ada di tempatnya. Ke mana perginya?Kirani merenggankan otot. Dia merasa kepalanya cukup pusing. Ketika dia hendak bangkit tiba-tiba perutnya kembali bergejolak.Wanita itu langsung terbirit menuju kamar mandi. Dia muntah lagi. Bahkan sampai mengeluarkan cairan berwarna kuning yang rasanya amat pahit."Kenapa, Ran?" Suara sang suami terdengar di pintu."Gak tahu nih mual banget," jawab Kirani lemah.Dia membasuh mulutnya hingga bersih. Karena sih ada waktu untuk ibadah pagi, Kirani sekalian berwudhu. Ketika keluar, Rain sudah tidak ada lagi.Wanita itu menggelar sajadah sajadah walau waktu sudah mau pukul enam pagi. Tidak biasanya dia terlambat bangun seperti ini. Lebih anehnya tiba-tiba Kirani merasa tubuhnya tidak nyaman.Usai mengucap salam, Kirani melipat mukenanya. K
"Selamat ya, Ran." Akhirnya setelah mampu mengendalikan perasaan, bibir Shila mampu berucap kalimat demikian. Walau pun senyumnya terlihat begitu amat dipaksakan. Gadis itu menyelonongkan tangan. "Makasih banyak, Mit," balas Kirani bahagia. Dia yang biasa dekat dengan Shila langsung menjabat tangan mungil itu. Kirani juga memeluk sahabat akrabnya tersebut. Namun, wanita itu merasakan jika Mita hanya diam bergeming tanpa mau membalas dekapannya. "Ini tumben Kak Nathan main ke sini pagi, biasanya ada di sini pagi itu kalo nginep malemnya," ujar Kirani usai melepas pelukan. "Shila minta diantar ke sini. Penasaran dengan markas," sahut Nathan sedikit mengerling pada Shila. "Aduh ... dulu padahal udah sering banget aku ajak Mita mampir ke sini. Tapi dianya gak mau," tutur Kirani dengan tersenyum kecil. Shila hanya terdiam. Baginya jika dulu dia enggan ke markas demi bisa menghindari perasaan aneh yang mendera, yakni menyukai Rain. Ber
Setelah Kirani duduk, Rain membuka pintu mobil depan. Dirinya duduk berdampingan dengan Ayon yang pegang kemudi. Jam sibuk sudah berlalu. Sehingga Ayon tidak terjebak macet. Pria itu membawa bos dan istrinya ke rumah sakit terdekat di daerah Fatmawati.Hanya dua puluh menit berkendara, Ayon sudah bisa memarkirkan mobilnya dengan rapi di parkiran rumah sakit. Ketiganya turun dari mobil. Rain dan Kirani berjalan menuju lobi. Sedangkan Ayon pergi mencari tempat tongkrongan yang asyik buat menunggu. Rain dan Kirani menuju loket untuk mengantri nomor antrian. Begitu dapat keduanya menuju poli kandungan. Beruntung karena poli Obgyn sedang tidak terlalu ramai. Sepuluh menit menanti, akhirnya nama Kirani pun dipanggil perawat. Pasangan suami istri itu masuk ke ruang praktek dokter. Kirani mendapatkan pemeriksaan dengan baik. Ternyata usia kandungan Ki
"Ngga, cari keberadaan Shila saat ini!" suruh Tama dengan menahan emosi."Mo ngapain?" Mata Ingga menyipit."Lu b*dek apa pura-pura b*go?" Mata Tama terbeliak lebar, "udah jelas gue butuh duit dari dia, pake nanya segala," ketusnya terlihat sekali geram."Tam, plis deh!" Ingga menatap sobat dengan lurus tanpa ada rasa takut. "Udah berapa kali gue bilang? Jangan grusa-grusu kek gitu! Bikin ancur segala planning kita. Terus juga yang ada Shila makin jauh sama kita," paparnya memperingatkan."Terus sekarang gimana? Barang gue berhasil digagalkan. Gue butuh duit," cerocos Tama menyugar rambutnya."Calm down, Beibz," bisik Ingga dengan sedikit meniup bagian belakang telinga Tama. Gadis itu tahu titik-titik terlemah sang pria. Dan itu cukup meredam emosi Tama yang sempat meledak-ledak barusan. "Biarkan Shila merampungkan kerjaannya dulu. Kalo sudah kembali ke Jakarta baru kita dekati.""Alaaah ... kelamaan!" sahut Tama tidak sabaran. Lelaki itu me